JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penyidikan kasus dugaan suap terhadap Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna tampaknya akan ditutup hanya pada tiga terdakwa. Yakni Andri dan pemberi suap Direktur PT Citra Gading Asritama Ichsan Suaidi  beserta pengacaranya Awang Lazuardi Embat. Pasalnya, dalam dakwaan jaksa  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menyebutkan adanya pihak lain yang ikut menerima suap dalam perkara tersebut.

Hari ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah menggelar sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap Ichsan Suaidi dan Awang Lazuardi Embat. Dalam surat dakwaan, penuntut umum sama sekali tidak menyebutkan adanya keterlibatan oknum lain di Mahkamah Konstitusi dalam kasus tersebut.

Uang suap Rp400 juta disebut hanya ditujukan untuk Andri. Tujuannya adalah untuk menunda salinan putusan kasasi atas nama terdakwa Ichsan Suaidi agar tidak segera dieksekusi oleh Jaksa dan untuk mempersiapkan memori Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur.

"Bertentangan dengan kewajiban Andri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, dan Pasal 5 ayat (2) huruf a, b, dan g Keputusan Sekretaris MA Nomor:008-A/SEK/SK/I/2012," kata penuntut umum KPK, Fitroh Rohcahyanto, Senin, (2/5).

Uang Rp400 juta yang diberikan oleh Ichsan ternyata hanya untuk menunda salinan dalam jangka waktu tiga bulan untuk periode pertama. Pemberian tersebut tidak dilakukan secara langsung oleh Ichsan, tetapi melalui pengacaranya Awang. Maka tidak heran Awang pun ikut terseret masalah ini.

Padahal sebelumnya KPK berkeyakinan Andri diduga tidak bermain sendiri dalam kasus  suap penundaan pengiriman salinan putusan itu. Alasannya Andri tidak memiliki kewenangan untuk menunda salinan putusan yang harus dikirim ke pengadilan negeri untuk dieksekusi. Untuk itu KPK bertekad akan terus menelisik keterlibatan pihak-pihak lain dalam perkara tersebut.

KPK juga telah memeriksa sejumlah Panitera MA, diantaranya Soeroso Ono dan Panitera Muda Pidana Khusus MA Rocki Panjaitan sebagai saksi. Dari keterangan Rocki, dibenarkan bahwa salinan putusan itu baru dikirimkan setelah ada operasi tangkap tangan KPK terhadap Andri. Ia bahkan berdalih, alasan lambatnya pengiriman salinan putusan kasasi terhadap Direktur Utama PT Citra Gading Asritama, Ichsan Suaidi itu karena ada panitera yang meninggal dunia.

"Selama ini sudah berusaha diselesaikan tapi karena panitera meninggal itu," kata Rocki seusai menjalani pemeriksaan, pada Rabu (25/2).

Anehnya, Rocki mengaku tidak mengetahui secara pasti kapan panitera itu meninggal dunia dan soal pejabat lain yang menggantikannya. Ia justru menuding bahwa ketika operasi penangkapan salinan masih ada di majelis hakim. "Belum ada di Pidsus (salinan putusan-red), ya itu, setelah (OTT) dikirim," ujar Rocki.

Sementara Soeroso Ono yang juga dimintai keterangan penyidik justru menyalahkan Ichsan yang mau saja dibohongi oleh Andri. Soeroso menyebut tindakan yang dilakukan oleh Ichsan dengan menyuap Andri merupakan tindakan bodoh. "Yang kasih duit itu bodoh," imbuh Soeroso.

Soeroso  menekankan, Andri tidak mempunyai wewenang untuk menunda salinan putusan yang masuk dalam kategori pidana khusus seperti korupsi. Sebab Andri berada pada kasus perdata.

Selain itu menurutnya, jaksa sudah bisa mengeksekusi Ichsan setelah putusan kasasi dibacakan. Sehingga tidak perlu lagi butuh salinan putusan kasasi dari Mahkamah Agung. "Dengan adanya kutipan putusan saja, Jaksa sudah bisa dieksekusi," imbuh Soeroso.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha juga sempat mengatakan penyidikan kasus tersebut tidak akan berhenti di Andri saja. Sebab cukup aneh jika memang Andri menjanjikan salinan putusan pidana khusus yang bukan kewenangannya. Andri sendiri membawahi kasus-kasus perdata di MA.

"Apa dia punya kewenangan? Apabila tidak, kenapa dia bisa menjanjikan itu," kata Priharsa.

KRONOLOGI KASUS - Pada Juni 2014, berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram Ichsan dinyatakan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi dalam Proyek Pembangunan Pelabuhan Labuan Haji di Kabupaten Lombok Timur dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan, namun oleh Pengadilan Tinggi Mataram hukumannya dinaikkan menjadi 3 (tiga) tahun.

Atas putusan Pengadilan Tinggi tersebut, Ichsan mengajukan upaya hukum Kasasi ke MA. Terkait dengan upaya kasasi tersebut, pada sekitar bulan Oktober 2015, Ichsan mendapat informasi dari seseorang bernama Ghofur bahwa Hakim Agung yang akan memeriksa perkara kasasinya adalah Artidjo Alkostar. Atas informasi dimaksud, ia berencana mengajukan upaya hukum PK karena kemungkinan besar upaya hukum kasasinya akan  ditolak.

Kemudian pada bulan Januari 2016, Ichsan kembali mendapat informasi bahwa MA telah mengeluarkan putusan yang isinya menyatakan menolak kasasi bahkan pidana penjaranya  dinaikkan menjadi 5 tahun. Mendengar informasi tersebut, Ichsan meminta Awang Lazuardi Embat yang menjadi terdakwa II untuk menjadi pengacaranya.

"Dan mempelajari dokumen/data terkait Proyek Pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur, serta mencari akses ke MA untuk mengusahakan penundaan  pengiriman salinan putusan perkara tingkat kasasi atas namanya agar tidak segera dieksekusi oleh Jaksa. Sementara ia bisa mempersiapkan memori PK," kata Ahmad Burhanuddin, Jaksa KPK lainnya.

Setelah mempelajari dokumen/data Proyek Pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur, Awang melapor kepada Ichsan bahwa bisa diajukan permohonan PK karena ada unsur kekhilafan hakim dalam putusan-putusan pengadilan terdahulu. "Sekaligus menyampaikan bahwa ia mengenal Andri selaku pegawai MA RI yang dapat membantu menunda pengiriman salinan putusan Kasasi," kata Jaksa Burhanuddin,

Kemudian Ichsan meminta agar dipertemukan dengan Andri, dan atas permintaan tersebut maka pada 26 Januari 2016 bertempat di Hotel Atria Gading Serpong Tangerang, Awang melakukan pertemuan. Dalam pertemuan tersebut Terdakwa II Awang Lazuardi Embat meminta Andri untuk menunda pengiriman salinan putusan kasasi atas nama Terdakwa I, Ichsan Suaidi.

Penundaan tersebut juga bertujuan agar Ichsan tidak segera dieksekusi oleh Jaksa serta mempersiapkan memori PK sekaligus meminta Andri agar bersedia dipertemukan dengan Ichsan di Surabaya yang disanggupi oleh Andri. Menindaklanjuti pertemuan di Hotel Atria Gading Serpong, padal 6 Februari 2016 sekitar pukul 22.00 WIB bertempat di Hotel JW Marriot Surabaya, Awang mempertemukan Andri dengan Ichsan.

"Dalam pertemuan itu Terdakwa I Ichsan Suaidi meminta Andri menunda pengiriman salinan putusan kasasi atas nama dirinya supaya tidak segera dieksekusi oleh Jaksa sehingga masa penundaan itu dapat digunakan untuk mempersiapkan memori PK. Atas permintaan tersebut Andri menyanggupinya dengan imbalan uang sebesar Rp400 juta," ungkap Jaksa Burhanuddin.

BACA JUGA: