JAKARTA, GRESNEWS.COM - Persidangan kasus dugaan korupsi dengan terdakwa Kasubdit Pranata dan Kasasi pada Perkara Perdata Mahkamah Agung Andri Tristianto mengungkap sebuah hal menarik. Dari persidangan itu, diketahui adanya sekelompok orang alias "geng" yang bisa mengatur perkara di Mahkamah Agung.

Andri sendiri diketahui bermain sebagai "gelandang" yang bertugas mengolah kepentingan berbagai pihak yang ingin perkaranya segera dibereskan di MA. Dalam persidangan itu juga terungkap, Andri mempunyai "kewenangan" cukup besar di luar tugasnya. Ia diketahui bisa membantu memonitor berbagai perkara di MA mulai dari pidana umum, pidana khusus, hingga Tata Usaha Negara (TUN).

Relasi yang dimiliki Andri juga cukup luas. Selain dengan pihak pengacara seperti Asep Ruhiyat dan Awang Lazuardi Embat, ia juga bisa memberi informasi kepada besan Sekretaris MA Nurhadi yang bernama Taufik dan Hakim Pengadilan Tinggi Mataram Andriani.

Bahkan, jaksa menyebutkan, peran Andri bukan hanya memberi informasi, tetapi bersama Taufik diduga juga bisa mengurus perkara lain seperti sengketa kepengurusan Partai Golkar yang sudah masuk tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

"Ternyata terdakwa juga mengurus perkara-perkara lain di tingkat kasasi maupun peninjauan kembali di MA antara lain, Taufik yang merupakan besan dari Nurhadi. Taufik meminta kepada terdakwa memantau perkara di tingkat MA, sebagaimana percakapan melalui Whatsapp maupun SMS, yaitu perkara Nomor 490/K/TUN/15," kata jaksa KPK  Arif Suhermanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (4/8).

Dari hasil penelusuran dalam direktori putusan Mahkamah Agung, perkara yang dimaksud adalah kasasi TUN Partai Golkar yang diajukan pihak Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie melawan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly sebagai tergugat I dan juga Kubu Golkar Hasil Munas Ancol pimpinan Agung Laksono. Perkara tersebut telah diputus oleh Hakim Agung pada 20 Oktober 2015 yang diketuai oleh Imam Soebechi, dan dua hakim anggota Irfan Fachruddin dan Supandi.

Pada putusannya, MA mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon, yakni DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, dengan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, yang sebelumnya memenangkan gugatan banding Menkumham dan Partai Golkar di bawah kepemimpinan Agung Laksono.

Majelis Hakim pada tingkat kasasi juga membatalkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-01.AH.11.01 tertanggal 23 Maret 2015, tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga  serta Komposisi dan Personalia Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar.

Dalam surat tuntutan, tertera transkrip percakapan antara Andri dan Taufik yang dipaparkan jaksa dalam persidangan;

Taufik: Kemarin ada kiriman putusan medan perdata, apa udah diterima Bos?
Andri : Udah, bos. AL dah ada majelisnya bos
Taufik: Gimana AL kita bisa di samping2 aja? kalo Medan kita diminta yang pegang
Andri : iya, AL kita main pinggir2 aja bos. Oke yang Medan kita berjuang (tanda jempol)
Andri : Bagaimana kabar bos
Taufik: Alhamdulillah sehat. cuma kloter sebelum saya JKS 61 hampir seratus orang blm ada kabar. Aku JKS 62
Taufik: Kalo udah ada nomor sepatu  pinggiran aku dikabari segera bos
Andri : No.490K/TUN/15 bos. Semoga bos dikasih sehat dan urusan kita lancar semua. Amin.
Taufik: Insya Allah.
Andri : Semoga main pinggir kita lancar
Taufik: Ya. kalau sudah bisa mulai kabari aku. nanti aku kontak ybs
Andri : Ya bos. sudah kita mulai hari ini. itu nomor kita dapat duluan

Percakapan 1 Oktober 2015

Taufik: Assalamualaikum. Bos minta tolong dipantau
Taufik: PTP X Kediri apa sudah ada putusannya?
Andri : Kalo putusan harus sabar, bos. karena pasti makan waktu
Taufik: Oke siang tadi ke rumah, tapi nggak ada orang. mau ngasih baru. di rumah biasanya ada orang jam brp bos?
Andri : O ya. pembantu jam dua-an biasanya dah pulang. trus nyonya sedang jemput anak
Taufik: Oke udah diterima
Andri : udah bos
Taufik: Itu bagus model sepatunya. orang betawi bilang tajir. posisi ybs di luar bos

Percakapan 2 Oktober 2015

Taufik: Sudah diterima berkas, bos
Andri : Udah lg dibaca2 bos
Taufik: sip

Percakapan 5 Oktober 2015

Andri: Bos yang Medan masalah tanah sekolah berat deh. karena lemah dr pembuktiannya

Percakapan 6 Oktober 2015

Andri: Bos untuk AL dah bergerak ya. anggotanya IRVAN-SUPANDI-IMAM (kepala Suku).

Berikut beberapa perkara yang diduga diatur Andri bersama Taufik;

1. Perkara kasasi Nomor: 490 K/TUN/15 tentang Kasasi TUN Partai Golkar (terekam dalam percakapan Whatsapp tanggal 29 September 2015 hingga 8 Oktober 2015)
2. Perkara PTP X Kediri (percakapan WA tanggal 1 Oktober 2015)
3. Perkara kasasi Bank CIMB an. Andi Zainuddin Azikin (percakapan WA tanggal 23 Oktober 2015)
4. Perkara kasasi Nomor 3063 K/Pdt/15 (percakapan WA tanggal 23 Oktober 2015).
5. Perkara kasasi dari Kediri nomor 179 K/PDT/15
6. Perkara kasasi dari Banjar Baru nomor 646 K/PDT/15

KOLABORASI DENGAN OKNUM PENGADILAN - Selain dengan Taufik, jaksa juga memaparkan adanya bukti "kerjasama" Andri dengan pihak pengadilan lain untuk mengatur beberapa perkara. Diantaranya dengan Hakim Pengadilan Tinggi Mataram Andriani, Wakil Sekretaris (WaSek) PN Semarang Puji Sulaksono dan seorang lainnya bernama Agus Sulistiono

"Bahwa selain menangani perkara-perkara yang diminta oleh pengacara saksi Asep Ruhiyat, ternyata terdakwa juga mengurus perkara-perkara lain di tingkat kasasi maupun peninjauan kembali pada Mahkamah Agung dari pihak-pihak lain," ujar Jaksa Arif.

Dalam berkas tuntutan, jaksa KPK membuka komunikasi Andri dengan Andriani. Dalam percakapan di WhatsApp dan BlackBerry Messenger itu terungkap Andriani meminta Andri mengkondisikan perkara di MA.

Percakapan Andriani-Andri itu terjadi pada bulan Desember-Februari. Ada empat perkara yang minta diurus Andriani kepada Andri, yaitu:

1. Pengantar perkara Nomor 2970
2. Pengantar perkara Nomor 2971
3. Perkara Nomor 148 K/Pdt/2016
4. Perkara Nomor 163 K/Pdt/2016

"Mas Andri kan Kasubdit Perdata. Bagaimana-bagaimana saya sampaikan ke teman saya, dia siap," kata Andriani yang kini menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. "Iya, nanti saya lihat buku putih," jawab Andri.

Kemudian dengan Puji Sulaksono, Andri juga terungkap pernah dimintai bantuan untuk mengurus perkara perdata di tingkat kasasi agar dikembalikan seperti putusan ditingkat PN Semarang yang sudah dikondisikan oleh Puji Sulaksono. Dengan Agus Sulistiono dari Probolinggo Jawa Timur, Andri juga pernah mengurus perkara di MA tapi terdakwa sudah mengembalikan uangnya sekitar Rp200 juta.

Sayangnya jaksa tidak menelisik lebih jauh mengenai pengaturan-pengaturan maupun informasi yang diberikan Andri kepada pihak lain termasuk besan Nurhadi, Taufik dan juga Andriani serta Puji. Andri sendiri saat ditanya mengenai hal tersebut juga mengaku lupa sebab tak sedikit perkara yang ia bantu urus ataupun tangani.

Terkait terungkapnya "geng" pengatur perkara di MA ini, pihak Mahkamah Agung menegaskan pihaknya masih akan melakukan koordinasi dengan KPK. "Kami serahkan ke KPK apa itu benar atau tidaknya. Ini agar semuanya jernih," kata juru bicara MA Suhadi, Kamis (4/8).

DITUNTUT 13 TAHUN PENJARA - Atas segala tindakannya yang melanggar aturan itu, Andri dituntut jaksa KPK dengan hukuman yang cukup berat. Jaksa KPK meminta kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta agar menghukum Andri Tristianto dengan hukuman 13 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Andri dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap dari penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama Ichsan Suaidi, dalam perkara korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur. Penundaan diharapkan agar putusan kasasi tersebut tidak segera dieksekusi oleh jaksa dan memiliki waktu untuk mempersiapkan memori pengajuan peninjauan kembali (PK). Atas "jasanya" tersebut, Andri mendapat imbalan sebesar Rp400 juta.

Kemudian Andri juga terbukti menerima uang dari seorang pengacara bernama Asep Ruhiyat. Pemberian uang tersebut karena Asep sedang mempunyai beberapa perkara yang dalam proses di Mahkamah Agung, baik itu Peninjauan Kembali ataupun Kasasi. Imbalan yang diterima sebesar Rp500 juta.

"Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa KPK Fitroh Rohcahyanto.

Andri dinilai jaksa terbukti melanggar pasal dalam dakwaan kesatu yaitu, Pasal 12 huruf a UU Nomor 31/1999  sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dia juga dinilai terbukti melanggar pasal dalam dakwaan kedua yaitu Pasal 12 B UU Tipikor.

Hal yang memberatkan, perbuatan Andri bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, perbuatan Andri juga telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dalam hal ini Mahkamah Agung.

"Terdakwa berlaku sopan dan mengaku bersalah serta menyesali perbuatannya," kata jaksa Fitroh membacakan pertimbangan meringankan.

Terungkapnya kasus "goreng" perkara ini MA ini membuat KPK tak menutup mata untuk menelusuri lebih jauh siapa saja yang terlibat dalam kasus "dagang" perkara di MA ini. "Itu akan ditindaklanjuti," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (4/8). (dtc)

BACA JUGA: