JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengambil sikap secara resmi dengan memberhentikan sementara Andri Tristianto Sutrisna, Kepala Subdirektorat Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata MA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya telah menangkap Andri atas dugaan suap terkait penundaan pengiriman salinan putusan kasasi, Jumat (12/2).

Juru Bicara MA Suhadi menjelaskan MA telah mengeluarkan surat pemberhentian sementara agar roda organisasi tetap berjalan. "Mengeluarkan keputusan pemberhentian sementara dari status yang bersangkutan dari pejabat Mahkamah Agung," kata Suhadi, saat menggelar jumpa pers di kantornya, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (15/2).

Penahanan Andri selama 20 hari ke depan hingga 3 Maret 2016 itu menyebabkan kekosongan di posisinya. Agar kinerja dan kebijakan di lingkungan Badan Peradilan Umum (Badilum) tetap berjalan, MA memberhentikan Andri dan segera mengangkat pejabat baru sebagai penggantinya. "Oleh Sekretaris MA. Penggantinya belum ada," ujarnya.

Suhadi menambahkan penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di ruang kerja Andri hari ini. Penggeledahan dilakukan selama 6 jam. "Memang kejadian dua hari ini libur, tapi sudah dipasang police line," kata Suhadi.

"Lalu dilaksanakan tadi pagi, MA membuka pintu. Saya kira sekarang sudah selesai," ungkapnya.

Ia menambahkan, tak banyak dokumen yang diambil dari ruangan di lantai 5 tersebut. KPK hanya mengamankan beberapa catatan yang terletak di meja mantan Kasubag Humas MA itu.

Sementara itu Pelaksana Tugas Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati menjelaskan penggeledahan di kantor MA mulai jam 9 pagi sampai sekarang masih berlangsung. Yuyuk tak membeberkan ruangan yang digeledah. "Upaya paksa tersebut dilakukan lantaran KPK mencium adanya jejak-jejak tersangka di lokasi tersebut," ucapnya di kantor KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (15/2).

KPK, Minggu (14/2), juga menggeledah sejumlah lokasi yaitu sebuah rumah di kawasan Gading Serpong milik Andri Tristianto Sutrisna, sebuah rumah di Taman Parahyangan Tangerang serta dua unit apartemen di Sudirman Park milik Ichsan Suwandi. Dari lokasi itu, KPK menyita sejumlah dokumen.

Penggeledahan merupakan tindak lanjut dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (12/2). KPK juga menangkap pengusaha Ichsan Suaidi dan pengacara Awang Lazuardi Embat.

Ichsan, yang merupakan terpidana kasus korupsi tersebut, menyuap Andri agar menunda memberikan salinan putusan kasasi sehingga eksekusi terhadap dirinya molor. Duit Rp400 juta pun disiapkan oleh Ichsan dan diserahkan ke Andri melalui Awang.

Ketiganya pun telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Setelah menjalani pemeriksaan intensif, ketiga tersangka tersebut langsung ditahan di 3 tempat terpisah.

Ichsan dan Awang disangka sebagai pemberi suap dan dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dan Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu, Andri disangka sebagai penerima suap dan dijerat Pasal 12 huruf a atau b dan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


KOMERSIALKAN PUTUSAN HAKIM ARTIDJO -
Tiga hakim agung Artidjo Alkostar-MS Lumme-Krisna Harahap menjadi momok paling menakutkan bagi para terdakwa korupsi. Namun Andri justru berupaya mengail keuntungan dari situ.

Latar belakang kasus ini adalah pengusaha Ichsan Suadi yang terseret kasus proyek pembangunan dermaga Labuan Haji, Lombok Timur. Pengadilan Tipikor Mataram pun menghukum Ichsan 1,5 tahun penjara pada 13 November 2014. Dalam proses hukum itu, Ichsan tidak ditahan jaksa.

Ichsan lalu banding dan kasasi. Nah di tingkat kasasi inilah Ichsan berhadapan dengan majelis hakim paling ditakuti para terdakwa korupsi: Artidjo-Lumme-Krisna. Hasilnya bisa ditebak, hukuman Ichsan diperberat tiga kali lipat yaitu menjadi 5 tahun penjara.

Tidak hanya itu, dalam putusan yang diketok 9 September 2015 itu, Ichsan juga harus mengembalikan uang Rp4 miliar yang dikorupsinya. Usai putusan diketok, Ichsan mencari celah dan rencana agar tidak masuk bui. Ichsan mengontak Andri agar putusan tersebut jangan segera dikirim ke Pengadilan Tipikor Mataram. Argumennya, tanpa putusan maka tidak ada eksekusi. Sebagai imbalannya, Ichsan akan memberikan sejumlah uang ke Andri lewat pengacara Awang.

Ulah ini membuat majelis kasasi yang memutus perkara tersebut geleng-geleng kepala. "Kok ya bisa. Ternyata banyak jalan dan lubang di MA," kata Krisna Harahap, Senin (2/2). Ia berharap sistem administrasi di MA harus segera diperbaiki. "Selain ketegasan pimpinan juga butuh pengawasan," ujarnya.

Krisna pun meminta kasus Andri harus diusut tuntas agar semua pihak yang terkait dan jaringan di MA bisa terbongkar. Salah satunya dengan menerapkan UU Tindak Pidana Pencucian Uang sehingga aliran money laundering akan terlacak ke siapa saja. (dtc)

BACA JUGA: