JAKARTA, GRESNEWS.COM - Terungkapnya kasus korupsi di Mahkamah Agung lewat aksi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi membuktikan bahwa lembaga peradilan Indonesia masih sangat lemah dan bobrok. Apalagi sebelumnya lembaga peradilan juga telah tercoreng oleh penangkapan Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan dalam kasus suap pengamanan perkara gugatan dana Bantuan Sosial (Bansos) Provinsi Sumatera Utara yang melibatkan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan pengacara kondang Otto Cornelis Kaligis.   

"Beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan penangkapan Hakim PTTUN Medan terkait suap dana Bansos Provinsi Sumatera Utara. Sekarang, lagi-lagi kita dikejutkan dengan penangkapan Kasubdit Bidang Perdata MA Andri, tentu kasus ini telah mencoreng lembaga peradilan kita," kata praktisi hukum dan Wakil Ketua Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Ridwan Darmawan kepada gresnews.com, Jumat (13/2) malam.

Meskipun yang ditangkap oleh KPK kali ini bukan seorang hakim agung, kata Ridwan, kasus ini merupakan preseden buruk bagi Mahkamah Agung (MA). Terungkapnya keterlibatan salah satu petinggi MA dengan inisial AS (Andri Tristianto Sutrisna) dalam kasus suap ini tentu telah menghilangkan marwah serta kewibawaan Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia.

Ia menduga ada keterlibatan petinggi MA lainnya dalam kasus suap pengamanan putusan MA atau penundaan dikeluarkannya salinan putusan hakim oleh MA itu.

"Bisa saja ada pejabat atau petinggi MA lainnya yang terlibat dalam kasus ini. Karena ini kasus bukan sembarangan, ini kasus suap untuk mengamankan atau penundaan dikeluarkannya salinan putusan MA loh. Kemungkinan besar ada petinggi MA lainnya yang terlibat dalam kasus ini," ujarnya.

Ridwan berharap KPK dapat mengembangkan kasus ini hingga ditemukan aktor intelektual lainnya yang berada di lingkungan MA. Selain itu, ia juga mendesak Komisi Yudisial (KY) untuk turut serta menangani kasus ini.

Menurut Ridwan, dengan ditangkapnya pejabat tinggi di lingkungan peradilan ini, juga menunjukkan bahwa fungsi pengawasan yang menjadi tugas lembaga pengawas kode etik hakim itu masih sangat lemah.

Ditambahkannya, kasus ini harus menjadi pintu masuk bagi KPK dan KY untuk membersihkan lembaga peradilan, khususnya MA dari oknum pejabat negara atau hakim yang melakukan praktik jual-beli kasus.

"Ini harus menjadi momen baik bagi KPK maupun KY untuk melakukan pembersihan pada lembaga peradilan kita. Karena kalau tidak, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan kita akan semakin hilang karena ulah markus (mafia kasus-red) di pengadilan," tegasnya.

Pada Jumat (12/2) malam, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap enam orang yang diduga kuat terlibat suap untuk mengamankan atau penundaan dikeluarkannya salinan putusan MA. Dalam kasus ini penyidik KPK berhasil mengamankan salah satu pejabat MA selaku Kasubdit Perkara Kasasi dan PK Kamar Perdata Mahkamah Agung (MA), Andri Tristianto Sutrisna.

Selain itu, KPK juga telah menangkap seorang pengusaha yang bernama Ichsan Suandi IS), serta pengacaranya yang bernama Awang Lazuardi Embat (ALE). Selain tiga orang itu, penyidik KPK juga membawa seorang supir Ichsan dan dua orang petugas keamanan rumah Andri dalam penangkapan kemarin malam. Dalam OTT tersebut, KPK juga telah menyita uang yang diduga sebagai uang suap untuk mengamankan kasus Ichsan di MA sebesar Rp400 juta. Selain itu, penyidik KPK juga menyita sejumlah dokumen dan dua kendaraan roda empat jenis Toyota Camry dan Honda Mobilio.

PEMBENAHAN INTERNAL – Dalam kesempatan berbeda, Komisioner Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi mengatakan, pihaknya berharap Mahkamah Agung (MA) dapat melakukan pembenahan internal pengadilan yang lebih intensif. Karena kasus penangkapan yang dilakukan oleh penyidik KPK terhadap salah satu pejabat tinggi MA ini telah menambah catatan kelam lembaga penegak hukum dan pengadilan di Indonesia.

Ia pun berharap Mahkamah Agung dapat menindak tegas seluruh oknum pejabat MA yang terlibat atau pun terindikasi melakukan praktik jual beli kasus di lingkungan MA.

"Peristiwa ini harus menjadi pelajaran bagi seluruh aparat pengadilan lainnya," kata Farid Wajdi melalui pesan singkat yang diterima gresnews.com.

Selaku lembaga pengawas kode etik hakim, ia menyatakan, seluruh aparat pengadilan harus dapat bekerja dengan profesional dan sungguh-sungguh. Karena seluruh aparat penegak keadilan harus memiliki integritas yang tinggi dalam menjalankan tugasnya. Sebab mereka harus menjaga integritas dan kewibawaan lembaga peradilan. Hal ini menjadi tugas dan kewajiban bagi seluruh aparatur lembaga peradilan di Indonesia. Ia berharap kasus serupa tidak akan kembali terjadi dalam institusi lembaga peradilan di Indonesia.

"Kami sangat menyayangkan hal ini menimpa MA. Kami harap MA dapat melakukan pembenahan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Karena dengan adanya kasus ini, kinerja lembaga kembali tercoreng dan kepercayaan publik akan semakin tergerus akibat perbuatan tidak patut yang dilakukan segelintir oknum pengadilan," tegasnya.

Selain itu, Farid mengatakan, saat ini tengah berusaha memaksimalkan kantor penghubung di sejumlah daerah dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan terhadap lembaga pengadilan di Indonesia. Ia menambahkan, KY sudah membangun komunikasi kepada seluruh jaringan LSM dan sejumlah Perguruan Tinggi untuk membantu melakukan pengawasan lembaga peradilan bersama kantor penghubung KY di daerah-daerah guna mengintensifkan fungsi pengawasan hakim dan lembaga pengadilan di Indonesia.

"Sehingga nantinya pengawasan tidak hanya menjadi domain KY tetapi juga domain publik, karena biar bagaimanapun publik harus tahu dan paham, juga terlibat dari awal, tengah, hingga akhir dalam menjalankan pengawasan hakim dan lembaga pengadilan di Indonesia," ujarnya.

Sementara itu, Mahkamah Agung masih belum berbicara banyak tentang penangkapan Kasubdit Perkara Kasasi dan PK Kamar Perdata Mahkamah Agung (MA), Andri Tristianto Sutrisna (ATS), yang diduga terlibat kasus suap pengamanan penundaan dikeluarkannya salinan putusan MA terkait kasus yang dialami oleh seorang pengusaha bernama Ichsan.

Sejauh ini upaya konfirmasi gresnews.com kepada juru bicara MA Suhadi belum memperoleh jawaban.

BACA JUGA: