JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang teguran (aanmaning) kepada Yayasan Supersemar untuk menjalankan putusan Mahkamah Agung yang mengharuskan membayar sebesar Rp4,4 triliun kepada negara. Tergugat dalam hal ini Yayasan Supersemar hadir yang diwakili kuasa hukumnya Bambang Hartono. Namun Yayasan Supersemar melayang surat penangguhan eksekusi.

Sidang aanmaning yang dipimpin Ketua PN Jakarta Selatan Haswandi mempertanyakan kesediaan Yayasan Supersemar untuk mematuhi putusan MA dengan nomor 140 PK/PDT/2015 yang menyebutkan Yayasan Supersemar harus membayar US$ 315 juta dan Rp 139,2 miliar.

"Bagaimana gugatan ini kan sudah inkracht, yayasan dihukum untuk membayar ke negara," kata Haswandi dalam sidang aanmaning di PN Jaksel, Rabu (20/1).

Menjawab pertanyaan tersebut, kuasa hukum Yayasan Supersemar Bambang Hartono menyampaikan jika Yayasan tidak memiliki uang sebanyak dalam gugatan. Malah Bambang mempertanyakan besaran angka yang harus dibayarkan kepada negara. Sebab menurut Bambang Yayasan tidak pernah menerima uang jutaan dolar Amerika Serikat dari pemerintah.

Menurutnya sesuai audit Kejaksaan Agung 1998 lalu yang disampaikan langsung ke Presiden Soeharto, Yayasan Supersemar menerima Rp309 miliar selama periode 1979-1998 dari delapan bank pemerintah. Setelah itu Yayasan Supersemar tidak lagi menerima. Dan dana sebesar Rp 309 miliar itu pun telah dikeluarkan untuk pemberian beasiswa hingga tahun 2014.

"Kita tidak pernah menerima uang dari bank pemerintah sampai total US$ 420 juta, kami minta keadilan," kata Bambang.

Atas dasar tersebut, Yayasan Supersemar kemudian melakukan gugatan balik atas jumlah dana yang dinilai tak berdasar. Apalagi Kejaksaan Agung telah melakukan blokir atas rekening Yayasan Supersemar. Selain itu pihaknya mengajukan penangguhan eksekusi.

"Kami menggugat karena surat kuasa Presiden kepada Jaksa Agung HM Prasetyo adalah untuk menyelesaikan putusan MA sampai ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bukan melakukan pemblokiran bank. Jaksa Agung tidak punya kewenangan untuk melakukan pemblokiran, itu perbuatan melawan hukum," ujar kuasa hukum Yayasan Supersemar lainnya, Denny Kailimang kepada media di Jakarta beberapa waktu lalu.

BERI WAKTU - Kepala Humas PN Jaksel Made Sutrisna mengatakan, dalam sidang aanmaning tergugat menyerahkan surat permohonan penundaan sita eksekusi. Alasannya, tergugat tengah mengajukan gugatan perdata. Dengan surat permohonan itu PN Jaksel tengah mempelajari.

Menurut Made, pihak yayasan meminta penangguhan pembayaran total Rp 4,4 triliun. Alasannya, mereka saat ini tengah mengajukan gugatan perdata baru PN Jaksel perihal dana tersebut yang menurut yayasan jumlah aslinya hanya Rp 309 miliar.

"Termohon (yayasan) sedang mengajukan gugatan perdata di PN Jaksel dengan bukti-bukti otentik menurut mereka. Itu sedang diperiksa di PN Jaksel. Itulah alasan termohon meminta penundaan sita eksekusi," terang Made.

Lalu apakah pengadilan mengabulkan permintaan penangguhan tersebut? Made menjawab itu menjadi kewenangan Ketua PN Jaksel, Haswandi.

"Tentu ketua pengadilan sebagai pelaksana eksekusi akan mempelajari apakah memang layak ditangguhkan atau bagaimana," kata Made.

Pengadilan memberikan waktu delapan hari untuk melakukan eksekusi. Jika harus dilakukan sita eksekusi, juru sita masih akan meminta data aset kepada pemohon karena pihaknya tidak memiliki data-data aset tersebut.

"Belum ada daftar apa saja yang harus disita. Tugas pemohon untuk mencarinya," kata Made.

Selanjutnya penegak hukum dalam hal ini kejaksaan dipersilakan untuk melakukan penyitaan. Juru sita pun sudah ditunjuk. "Kita lihat nanti apakah ada perubahan situasi atau apa. Bisa saja situasi berubah. Tidak ada lelang-lelang eksekusi. Kita belum tahu," jelas Made.

Kuasa hukum Yayasan Supersemar Bambang Hartono mengatakan akan bertemu Jaksa Agung terkait keputusan PN Jaksel hari ini. Ia juga akan berdiskusi dengan Jaksa Agung perihal gugatan barunya. "Saya akan bertemu Jaksa Agung dalam waktu dekat," ungkap Bambang.

DANA TERSEBAR - Berdasarkan putusan MA, kebocoran dana Yayasan mengalir ke sejumlah bank dan juga perusahaan, yaitu PT Bank Duta yang kini US$420 juta, PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti Rp150 miliar. Pihak lain yang menerima adalah Kosgoro, Granadi, Perhutani, Essam Timber dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri.

Dengan putusan MA itu, Yayasan Supersemar akan menagih dana yang diterima lembaga tersebut untuk dibayarkan ke negara. Sebab yang tersebut melanggar hukum adalah aliran dana ke pihak ketiga bukan aset milik Yayasan Supersemar.

"Aset Supersemar tidak bisa disita karena dalam gugatannya itu, uang perbuatan melanggar hukum itu uang yang dipinjam-pinjamkan kepada beberapa perusahaan. Jadi uang yang ada di perusahaan yang minjem itu kami tagih dulu, baru kita bayar putusan. Dalam pertimbangan hukumnya begitu," kata kuasa hukum Yayasan Supersemar Bambang Hartono.

Jamdatun Bambang Setio Wahyudi sebelumnya mengungkapkan Kejagung melalui Pusat Penelusuran Aset (PPA) telah melakukan penelusuran aset. Pihaknya bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisisis Transaksi Keuangan (PPATK). Ada perkembangan jumlah aset yang ditelusuri. Data diperoleh Jamdatun, PPA melaporkan adanya beberapa aset Yayasan Supersemar yang sudah berhasil ditelusuri yang berlokasi di Jakarta dan luar Jakarta.

Nantinya, data diperoleh dari PPATK akan digunakan sebagai dasar memverifikasi dengan pihak terkait. "Kita telah menelusuri aset-aset Supersemar yang tersebar dimana-mana. Kita minta data-data dari PPATK juga. Jadi kita bergerak," kata Jamdatun.

BACA JUGA: