JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sita eksekusi aset Yayasan Supersemar sesuai dengan putusan Mahkamah Agung dengan nomor 140 PK/PDT/2015 hingga kini tidak jelas. Terjadi tarik menarik kepentingan antara Kejaksaan Agung sebagai penggugat dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selaku eksekutor. Putusan MA itu menyebutkan Yayasan Supersemar harus membayar US$315 juta dan Rp139,2 miliar atau setara Rp4,4 triliun.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 15 Maret lalu berkirim surat kepada Jaksa Pengacara Negara untuk melengkapi data-data aset dan nomor rekening bank yang akan dieksekusi. Sebab data yang diberikan tidak merinci secara detail aset-aset yang harus dieksekusi.

"Kami sudah lengkapi dan sudah kirimkan ke pengadilan," kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyowahyudi, Sabtu (2/4).

Bambang mengatakan informasi dan data aset yang diberikan kepada pengadilan telah sesuai dengan yang dimintakan. Karenanya Bambang menyatakan tidak ada alasan lagi bagi pengadilan untuk tidak mengeksekusi. Sita eksekusi harus dilakukan.

Sita eksekusi terhadap Yayasan Supersemar akan dilakukan bertahap. Tahap awal, sesuai pembicaraan dengan pengadilan, yang dieksekusi pertama adalah rekening bank. Ada sejumlah rekening bank di dalam negeri yang dieksekusi. Setelah tuntas, baru eksekusi sejumlah aset tanah dilakukan.

Apakah total aset yang dimiliki Yayasan Supersemar mencukupi membayar ke negara sebesar Rp4,4 triliun? Sebab pengakuan dari Yayasan Supersemar tidak memiliki aset sebesar itu. Bambang mengaku belum mengetahui pasti. Yang penting, kata Bambang, sita eksekusi sesuai dengan putusan MA harus dilakukan. "Yang dapat disita ya disita, kami juga terus telusuri aset-asetnya," kata Bambang.

Sementara itu Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Made Sutrisna mengaku panitera masih meneliti informasi aset yang diberikan jaksa. Apakah telah sesuai dengan permintaaan panitera. Jika selesai, eksekusi aset Yayasan Supersemar dilakukan dengan persetujuan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi. "Kami masih telaah," kata Made singkat.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengaku telah menerima surat permintaan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk melengkapi data aset milik Yayasan Supersemar secara rinci agar eksekusi Yayasan Supersemar senilai Rp4,4 triliun sebagaimana putusan MA bisa dilakukan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Amir Yanto menjelaskan dalam surat tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ingin meminta Kejaksaan Agung untuk melengkapi atau merinci aset Yayasan Supersemar.

"Jadi misalkan, ada uang di rekening bank mana, cabang mana dan sebagainya," jelasnya.

Mendapat permintaan itu, lanjut Amir Yanto, kini Jaksa Pengacara Negara telah meminta Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung untuk mengklarifikasi aset Yayasan Supersemar secara rinci dan detail.

"Jadi, melalui PPA itu akan dipenuhi, tapi PPA masih bekerja jadi JPN belum kembali mengirimkan surat ke PN Jaksel," tutupnya.

Dalam kasus ini pada 1 Febuari 2016, Jaksa Pengacara Negara telah mengajukan permohonan eksekusi terhadap aset-aset yang diduga milik Yayasan Supersemar berupa 113 rekening (deposito, giro) yang tersimpan di berbagai bank, kemudian dua bidang tanah seluas 16 ribu m2 dan 8.000 m2 yang terletak di Jakarta,  serta di Bogor 8.000 m2;  enam unit kendaraan roda empat," katanya di Kejaksaan Agung Jakarta.

Namun hingga 25 Febuari 2016, Jaksa Pengacara Negara belum memperoleh informasi dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berkaitan dengan permohonan (sita eksekusi) tersebut. JPN kembali mengirim surat ke ketua PN Jaksel Nomor b075/gh/ tanggal 25 Februari 2016 yang intinya, JPN memohon informasi dari perkembangan eksekusi.

TAK TEPAT - Yayasan Supersemar tak bisa mengelak dari putusan MA yang mewajibkan membayar Rp4,4 triliun kepada negara. Pihak Yayasan menyampaikan akan taat hukum. Hanya saja kuasa hukum Yayasan Supersemar Bambang Hartono mengatakan Yayasan tidak memiliki uang sebanyak dalam gugatan. Malah Bambang mempertanyakan besaran angka yang harus dibayarkan kepada negara.

Sebab, menurut Bambang, Yayasan tidak pernah menerima uang jutaan dolar Amerika Serikat dari pemerintah. Yang diketahuinya sesuai audit Kejaksaan Agung, Yayasan Supersemar menerima Rp309 miliar periode 1979-1998. Lainnya Yayasan Supersemar tidak menerima. Dan dana sebesar itu telah dikeluarkan untuk beasiswa hingga 2014.

"Kami hargai putusan itu, akan tetapi kami minta keadilan," kata Bambang.

Yayasan Supersemar diketahui merupakan yayasan yang bergerak dalam dunia pendidikan. Hingga saat ini Yayasan Supersemar telah memberikan beasiswa kepada ribuan anak-anak di Indonesia. Karenanya pihak Yayasan meminta keadilan atas putusan tersebut karena dana yang dimiliki yayasan disalurkan untuk beasiswa.

Kasus ini berawal ketika HM Soeharto melalui Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tanggal 23 April 1976 jo Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 333/KMK.011/1978 memerintahkan Bank-Bank Milik Pemerintah menyetor 50% dari 5% laba bersih ke Yayasan Beasiswa Supersemar. Namun kenyataannya, dana yang diperoleh Supersemar tidak digunakan sesuai tujuannya sehingga mengakibatkan kerugian bagi negara sebesar US$420 juta dan Rp185 miliar.

Dalam gugatan Kejaksaan Agung, dana yang terkumpul Yayasan Supermar mengalir ke sejumlah perusahaan yang diduga milik keluarga dan kroni Soeharto. Diantaranya, US$125 juta diberikan kepada PT Bank Duta pada tahun 1990 dan kemudian sebesar US$419 juta dan US$275 juta hanya dalam waktu empat hari.

Dana itu juga mengalir PT Kalhold Utama, Essam Timber dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri sebesar Rp12 miliar pada 1982 hingga 1993. Juga diketahui mengalir ke kelompok usaha Kosgoro sebesar Rp10 miliar pada 28 Desember 1993.

Presiden melalui Jaksa Pengacara Negara menggugat Yayasan Supersemar. Setelah melalui proses panjang, MA dalam putusan PK pada 8 Juli 2015, Yayasan Supersemar diharuskan membayar US$315 juta dan Rp139,2 miliar kepada negara atau totalnya sebesar Rp4,4 triliun dengan kurs rupiah saat ini. Putusan diambil oleh ketua majelis Suwardi, Soltoni Mohdally dan Mahdi Soroinda Nasution setelah mengabukan PK yang diajukan Negara cq Presiden RI.

BACA JUGA: