JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung meminta tambahan anggaran sebesar Rp310 miliar dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Jaksa Agung HM Prasetyo beralasan, permintaan penambahan anggaran itu harus dilakukan untuk mendongkrak kinerja korps Adhyaksa yang diakuinya masih payah terutama dalam pemberantasan korupsi. Prasetyo berdalih, lemahnya kejaksaan dalam penyelesaian kasus korupsi terjadi karena minimnya anggaran.

Permintaan penambahan anggaran penanganan perkara disampaikan Prasetyo pada Rapat Kerja Jaksa Agung dengan Komisi III DPR, Senin (6/6). Jaksa Agung menyebutkan, sejumlah perkara yang penanganannya perlu dana besar antara lain kasus sita eksekusi aset milik Yayasan Supersemar. Dana yang diminta pengadilan untuk melaksanakan eksekusi itu sebesar Rp2,5 miliar. "Apa yang kami ajukan ini real dan sangat mendesak," kata Prasetyo di Gedung Parlemen, Senin (6/6).

Prasetyo mengatakan, sebagai jaksa pengacara negara, Kejaksaan Agung tetap dikenakan pembayaran demi mendapatkan aset senilai Rp4 triliun. "Kami sangat kekurangan masalah biaya ini. Mungkin secara detail akan disampaikan oleh pak jambin (jaksa agung muda pembinaan-red). Kami ingin berbuat banyak tapi penuh dengan keterbatasan. Tidak ada sedikitpun niatkan kami untuk membengkakkan anggaran yang ada," kata Prasetyo.

Prasetyo lalu menjelaskan, tidak setiap saat Kejagung menangani perkara seperti Yayasan Supersemar. Dia pun meyakinkan bahwa anggaran Rp2,5 miliar untuk eksekusi ini tidak akan sia-sia.

"Ini tidak setiap tahun kami tangani. Ini saat eksekusi, itu pun dikenakan biaya. Perkiraan mereka perlu Rp2,5 miliar untuk usaha mengembalikan aset negara Rp4 triliun. Yang kami ajukan memang benar-benar real," ujar Prasetyo.

Dia menyebut angka Rp2,5 miliar itu sebenarnya bisa bertambah. Biaya itu adalah untuk biaya panjar, biaya pengosongan, biaya lelang, hingga biaya pengamanan. "Perkiraannya Rp2,5 miliar. Bisa lebih, bisa kurang. Tapi kalau kita punya biaya yang mendukung operasional, kita harapkan lebih lancar. Jangan dimaknai untuk kejaksaann," ujarnya.

Dalam rapat tersebut, Jambin Bambang Waluyo juga memaparkan kebutuhan lain di luar untuk penanganan kasus Supersemar. Waluyo mengatakan, ada dua pos lain yang perlu penambahan anggaran. Pertama, tambahan itu adalah untuk mengisi Rusunawa bagi pegawai di Kedoya, Jakarta Barat.

Rusunawa tersebut sudah selesai dibangun, namun butuh diisi berbagai sarana. Kejaksaan menganggarkan Rp32,57 miliar untuk pembiayaan rusunawa ini. Kedua, adalah untuk pengadaan alat kontra penginderaan dan persandian sebesar Rp97,78 miliar. Selain itu, ada juga tambahan untuk anggaran pengawasan.

Menanggapi permintaan ini, Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman mengatakan untuk angka anggaran yang dimintakan oleh Kejaksaan Agung bukan persoalan. Yang terpenting Kejaksaan memperinci angka tesebut untuk apa saja.

"Di sini saya baca kejaksaan masih membutuhkan Rp310 miliar. Tolong perhatikan ini jadi kalau kita setuju kita harus tahu itu," kata politikus dari Partai Demokrat ini.

Sementara anggota Komisi III Didik Mukrianto sempat menyoroti permintaan tambahan anggaran untuk eksekusi Yayasan Supersemar ini. Menurutnya, bila setiap eksekusi harus menunggu pembahasan anggaran, maka kinerja Kejaksaan akan terhambat.

"Kami mendukung, tapi kalau biaya eksekusi dianggarkan tersendiri, nanti jadi kesulitan. Nanti capaian pemerintah terkait perampasan aset tidak tercapai karena menunggu pembahasan anggaran," ungkap anggota Fraksi Partai Demokrat ini.


BIAYA EKSEKUSI MAHAL - Kejaksaan Agung berdalih, tidak mudah untuk menuntaskan perkara eksekusi aset yayasan Supersemar. Alasannya, meskipun perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap, namun untuk mengeksekusi sita aset hasil korupsi negara harus mengeluarkan anggaran yang tak sedikit.

Eksekusi sita aset Yayasan Supersemar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) tinggal tunggu waktu. Rincian aset yang harus disita ada di tangan juru sita PN Jaksel. PN Jaksel meminta dana ke Kejaksaan Agung untuk proses eksekusi sebesar Rp2,5 miliar.

"Dibutuhkan biaya sebesar Rp2,5 miliar untuk mengeksekusi sita aset itu, tapi tak ada dana yang dipegang Jamdatun. Sudah kita ajukan untuk ada penambahan dana yang dimasukkan melalui APBN Perubahan 2016," kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Bambang Setyo Wahyudi.

Dia mengatakan, ketiadaan biaya menjadi penghalang bagi korps adhyaksa untuk menyelesaikan eksekusi sita aset Supersemar. Juru sita yang dibentuk PN Jaksel telah memberikan seluruh rincian aset Supersemar yang siap dieksekusi saat ini.

Untuk mempercepat dana tersebut, Bambang tengah mengupayakan meminta biaya langsung ke pemerintah melalui Kementerian Keuangan. Permintaan biaya langsung ke pemerintah diperbolehkan karena Kejagung memiliki posisi sebagai jaksa pengacara negara (JPN) dalam perkara Supersemar.

Hingga saat ini Kejagung telah mencatat 113 rekening giro dan deposito atas nama yayasan Supersemar yang siap dieksekusi. Selain itu, ada dua bidang tanah/bangunan serta lima kendaraan roda empat yang juga siap disita.

Walaupun data aset sudah dikantongi, namun penyitaan belum dapat dilakukan hingga pemenuhan biaya keperluan sita dilakukan Kejagung. Bambang berkata, juru sita pada PN Jakarta Selatan saat ini tinggal menunggu pemenuhan biaya sebelum melakukan eksekusi atas aset Supersemar. "Biaya tidak bisa dibayar sesudah sita dilakukan. (Biayanya) harus dibayar dulu baru penyitaan berjalan," katanya.

Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna membenarkan adanya biaya yang dibutuhkan untuk menyita aset milik yayasan Supersemar. Menurut Made, biaya untuk melakukan penyitaan pada perkara perdata wajar adanya.

"Memang dalam setiap penyitaan itu ada biayanya. Sepanjang yang saya tahu, misalnya, untuk penyitaan tanah itu tergantung luasnya, jaraknya dengan lokasi pengadilan. Kemudian ada berapa titik yang harus dilakukan penyitaan? Ada biaya yang dibutuhkan juru sita untuk itu," kata Made dikonfirmasi media, Senin (30/5).

Sita eksekusi aset Yayasan Supersemar sesuai dengan putusan Mahkamah Agung dengan nomor 140 PK/PDT/2015 hingga kini tidak jelas. Putusan MA itu menyebutkan Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp139,2 miliar atau setara Rp4,4 triliun.

Yayasan Supersemar tak bisa mengelak putusan MA yang diwajibkan membayar Rp4,4 triliun kepada negara. Pihak Yayasan menyampaikan akan taat hukum. Hanya Kuasa hukum Yayasan Supersemar Bambang Hartono mengatakan, yayasan tidak memiliki uang sebanyak dalam gugatan. Malah Bambang mempertanyakan besaran angka yang harus dibayarkan kepada negara.

Alasannya menurut Bambang, yayasan tidak pernah menerima uang jutaan dolar Amerika Serikat dari pemerintah seperti yang didalilkan dalam putusan. Yang diketahuinya sesuai audit Kejaksaan Agung, Yayasan Supersemar menerima Rp309 miliar periode 1979-1998.

"Lainnya Yayasan Supersemar tidak menerima. Dan dana sebesar itu telah dikeluarkan untuk beasiswa hingga 2014. Kita hargai putusan itu, akan tetapi kita minta keadilan," kata Bambang. (dtc)

BACA JUGA: