JAKARTA, GRESNEWS.COM - Langkah Kejaksaan Agung memblokir rekening Yayasan Supersemar  dijadikan dalih pihak yayasan untuk melakukan gugatan balik terhadap Kejaksaan dan Presiden. Yayasan menilai kejaksaan tidak memiliki wewenang untuk melakukan penyitaan dalam perkara tersebut, sebab pemblokiran menjadi wewenang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selaku juru sita.

Kuasa hukum Yayasan Supersemar, Denny Kailimang menyatakan telah mendaftarkan gugatan itu ke Pengadilan Negeri Jakarta pada 17 Desember lalu. Gugatan ini diregister dengan nomor perkara 783/PDT.G/2015/PN.JKT.SEL. Materi gugatan tentang perbuatan melawan hukum dengan Tergugat I Kejaksaan Agung dan Tergugat II Presiden RI.

"Kami menggugat karena surat kuasa Presiden kepada Jaksa Agung HM Prasetyo adalah untuk menyelesaikan putusan MA sampai ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bukan melakukan pemblokiran bank. Jaksa Agung tidak punya kewenangan untuk melakukan pemblokiran, itu perbuatan melawan hukum," ujar Denny Kailimang yang juga wakil Yayasan dalam sidang aanmaning, beberapa waktu lalu.

Menurut Denny yang berhak memerintahkan pemblokiran adalah pengadilan bukan perintah jaksa. Sementara dalam kasus Supersemar jaksa yang meminta untuk diblokir. Padahal rekening tersebut digunakan untuk memberikan beasiswa kepada para siswa di seluruh Indonesia.

Pandangan tersebut juga didukung pengamat Kejaksaan Komilov Sagala. Menurut  Kamilov wewenang pemblokiran berada di tangan pengadilan, yakni melalui juru sita. Bukan wewenang kejaksaan melalui tim gabungan Jamdatun, Jamintel dan Pusat Pemulihan Aset.

Kamilov berpendapat, meskipun kejaksaan berhak melakukan pemblokiran terhadap aset atau rekening terkait kasus yang ditanganinya. Tapi dalam kasus Supersemar ini bukan ranah kejaksaan. Apalagi pemblokiran aset supersemar diumumkan ke publik. Padahal pemblokiran adalah langkah intelijen.

"Jangan karena ingin terlihat bekerja, semua aturan perundang-undangan ditabrak," kata Kamilov kepada media, Selasa (12/1)

Kamilov mempertanyakan pengusul pemblokiran aset Supersemar tersebut. Dia bahkan mendorong jaksa dieksaminasi karena berimbas digugatnya Jaksa Agung HM Prasetyo maupun Presiden Joko Widodo. Karena ada kesalahan prosedural yang fatal akibat langkah pemblokiran tersebut.

"Harusnya tugas kejaksaan hanya menginventarisir dan melakukan penelusuran saja. Kan pekerjaan ini dilakukan oleh Jamdatun, Jamintel dan Kepala PPA. Nah siapa yang mengusulkan memblokir, ya harus diberi sanksi atas kecerobohannya tersebut," kata mantan Komisioner Komisi Kejaksaan ini.

Kesalahan tersebut, kata Kamilov, membukti bahwa tim gabungan terutama Kepala PPA sangat tidak paham soal pemulihan aset maupun KUH Perdata. Juru sita yang berhak mengeksekusi. Kejaksaan hanya melakukan pendampingan, bukan memblokir. Kamilov bahkan meminta DPR turun tangan mempertanyakan kerja aparat kejaksaan.

DPR MINTA KLARIFIKASI - Dugaan pelanggaran wewenang pemblokiran oleh Kejaksaan Agung ditanggapi DPR. Komisi III DPR RI berencana meminta klarifikasi jika ditemukan kebenaran atas pelanggaran wewenang tersebut.

"Kita akan kaji wewenang pemblokiran tersebut. Apabila benar ini adanya, Komisi III wajib memanggil Jaksa Agung," kata anggota Komisi III, Muslim Ayub di Jakarta, kemarin.

Sementara Jaksa Agung M Prasetyo menyatakan tak akan mundur menghadapi gugatan tersebut. Apalagi  dari hasil penelusuran tim gabungan,  sejumlah aset dan rekening milik Yayasan Supersemar itu ditemukan ada upaya untuk mencairkan. Karenanya jaksa berkoordinasi dengan pihak bank jika rekening-rekening tersebut dalam proses ekseksusi untuk melaksanakan amar putusan Mahkamah Agung.

"Kita minta itu ditahan, kalau dibiarkan lolos nanti gimana. Kita berharap mereka dengan sukarela memenuhi kewajibannya," kata Prasetyo pekan lalu.

ULTIMATUM - Pada 20 Januari mendatang sidang aanmaning akan digelar di Pengadilan Jakarta Selatan. Sidang ini merupakan panggilan ketiga kepada Yayasan Supersemar,  setelah dua pemanggilan sebelumnya mereka tak datang.

Artinya pada tanggal tersebut batas waktu terakhir bagi Yayasan Supersemar untuk melaksanakan putusan MA yang mewajibkan membayar uang sebesar Rp4,4 triliun, terkait penghimpunan dana dari kutipan bank-bank pemerintah.

"Nanti 20 Januari, hadir atau tidak pihak kuasa  termohon, dianggap aanmaning sudah terselenggara. Artinya, tidak ada lagi proses aanmaning sehingga akan dilaksanakan proses eksekusi paksa," kata Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna.

Sementara Yayasan Supersemar melalui Denny Kailimang memastikan siap hadir dalam panggilan sidang aanmaning terakhir tersebut. Namun, ia tetap akan melanjutkan gugatan terhadap negara yang akan disidangkan PN Jakarta Selatan 14 Januari mendatang.

Seperti diketahui MA mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Kejagung dalam perkara penyelewengan dana beasiswa Supersemar dengan tergugat Yayasan Beasiswa Supersemar. Putusan Mahkamah Agung nomor 140 PK/PDT/2015 menyebutkan bahwa Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139,2 miliar kepada negara.

Perkara ini sendiri berawal ketika pemerintah menggugat Yayasan Supersemar atas tudingan penyelewengan dana beasiswa yang berasal dari kutipan bank-bank pemerintah. Dana yang seharusnya ditujukan kepada siswa dan mahasiswa ditengarai justru diberikan kepada beberapa perusahaan, di antaranya adalah PT Bank Duta 420 juta dollar AS, PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti Rp150 miliar.

 

BACA JUGA: