JAKARTA, GRESNEWS.COM - Setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan Peninjauan Kembali yang diajukan Kejaksaan Agung mewakili Presiden RI.  Yayasan Supersemar harus segera membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp4,4 triliun. Kejaksaan Agung telah mengirimkan surat permintaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selaku juru sita.

Surat permintaan eksekusi tersebut telah  diterima Pengadilan Jakarta Selatan dua hari lalu.  Pengadilan akan memerintahkan panitera untuk membuat resume lalu memanggil pihak pemohon dan termohon. Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Made Sutrisna mengatakan resume perkara akan disusun sebelum tim panitera PN Jakarta Selatan memanggil perwakilan Kejagung dan pengurus Supersemar. Resume yang akan dibuat berisi rangkuman perjalanan perkara yang melibatkan yayasan pendirian Presiden Soeharto itu.

"Resume itu tentang perjalanan perkara. Dibuat sebelum pemanggilan pihak-pihak (Kejagung dan pengurus Supersemar) untuk peringatan agar melaksanakan putusan secara sukarela," kata Made kepada media, Kamis (5/11).

Surat permohonan eksekusi dilayangkan Kejaksaan Agung kepada PN Jakarta Selatan setelah sebelumnya menerima Surat Kuasa Khusus (SKK) dari Presiden Joko Widodo akhir Oktober lalu. SKK diperlukan sebagai dasar Kejagung Agung mengeksekusi ganti rugi yang harus dibayarkan Yayasan Supersemar sebesar Rp 4,4 triliun lebih.

BAYAR SUKARELA - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mendorong pihak pengadilan segera menindaklanjuti surat permohonannya untuk eksekusi. Prasetyo berharap pihak Yayasan Supersemar secara sukarela membayar ganti rugi sesuai putusan MA.

"Kita berharap bagaimana pihak tergugat bisa secara sukarela memenuhi kewajibannya. Kalau pun tidak kembali, kita akan memohon kepada PN Jaksel untuk bagaimana selanjutnya," kata Prasetyo usai pelaksanaan penandatanganan kerja sama pemulihan aset Bank Indonesia dengan Kejaksaan Agung, Kamis (5/11).

Prasetyo mengatakan, Kejaksaan sebagai pihak yang berkepentingan hanya bisa mendesak Pengadilan Jakarta Selatan untuk melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Langkah tersebut diserahkan dan merupakan kewenangan Pengadilan sebagai juru sita.

Prasetyo menekankan lebih memilih ganti rugi tersebut dibayar, dibanding melakukan sita aset. Namun jika tergugat tidak memiliki kemampuan, JPN akan melakukan sita aset sesuai dengan jumlah ganti kerugian yang harus dibayarkan.

INVENTARISIR ASET - Tergugat, dalam hal ini Yayasan Supersemar diharap sukarela membayar ganti rugi sebesar Rp4,4 triliun. Untuk mengantisipasi gagal bayar tersebut, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) mulai menginventarisir aset-aset milik Yayasan Supersemar untuk penyitaan.

Noor Rochmad  saat masih menjabat Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) mengaku telah membentuk tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) untuk menelusuri keberadaan aset-aset Yayasan Supersemar. Tim JPN telah meminta Tim Intelijen dan Pusat Pemulihan Aset (PPA) untuk menghitung aset yang dimiliki Yayasan Supersemar saat ini.

Noor yang kini menjabat Jampidum menegaskan, pembentukan tim JPN tersebut untuk melancarkan eksekusi aset oleh Pengadilan Jakarta Selatan sesuai dengan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung. Dari sejumlah aset, Kejaksaan Agung mengaku menemukan aset berupa tanah.

"Kami telah minta bantuan intel dan PPA untuk inventarisir aset yang masuk kriteria yang dapat dieksekusi itu apa saja. Tunggu saja hasilnya," kata Noor Rochmad di Kejaksaan Agung, Jumat (23/10).

Seperti diketahui, dalam putusan PK pada 8 Juli 2015, Yayasan Supersemar diharuskan membayar US$ 315 juta dan Rp139,2 miliar kepada negara atau totalnya sebesar Rp4,4 triliun dengan kurs rupiah saat ini. Putusan diambil oleh ketua majelis Suwardi, Soltoni Mohdally dan Mahdi Sorinda setelah mereka mengabukan PK yang  diajukan negara cq Presiden RI.

Kasus ini berawal ketika HM Soeharto melalui Peraturan Pemerintah No 15 tahun 1976 tanggal 23 April 1976 jo Keputusan Menteri Keuangan RI no 333/KMK.011/1978 tanggal 30 Presiden  (penggugat) memerintahkan Bank-Bank Milik Pemerintah menyetor 50% dari 5% laba bersih ke Yayasan Beasiswa Supersemar. Namun kenyataannya, dana yang diperoleh Supersemar tidak digunakan sesuai tujuannya sehingga mengakibatkan kerugian bagi penggugat sebesar US$420 juta dan Rp185 miliar.

Dalam gugatan Kejaksaan Agung, dana yang terkumpul Yayasan Supermar mengalir ke sejumlah perusahaan yang diduga milik keluarga dan kroni Soeharto. Diantaranya, US4125 juta diberikan kepada PT Bank Duta pada tahun 1990 dan kemudian sebesar US419 juta dan US4275 juta hanya dalam waktu empat hari.

Dana itu juga mengalir PT Kalhold Utama, Essam Timber dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri sebesar Rp12 miliar pada 1982 hingga 1993. Juga diketahui mengalir ke kelompok usaha Kosgoro sebesar Rp10 miliar pada 28 Desember 1993. Sehingga dilakukan gugatan oleh Kejaksaan Agung yang mewakili negara. Setelah melalui proses berliku dalam putusan peninjauan kembali itu Mahkamah Agung mengabulkan PK yang diajukan Kejaksaan.



BACA JUGA: