JAKARTA, GRESNEWS.COM - Eksekusi putusan Mahkamah Agung terhadap Yayasan Supersemar sebesar Rp4,4 triliun kepada negara belum juga dilaksanakan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selaku eksekutor mengaku masih akan mempertemukan penggugat dan tergugat dalam sidang aanmaning (pemanggilan tereksekusi).

Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Made Sutrisna mengatakan kelak dalam persidangan aanmaning, pihak tergugat akan ditanyakan kesediannya membayar sesuai putusan MA. Made berharap Yayasan Supersemar akan sukarela membayar tanpa ada upaya paksa.

"Pengadilan melalui panitera bisa melakukan upaya paksa jika tergugat tak mau melaksanakan amar putusan MA," kata Made saat dikonfirmasi gresnews.com, Sabtu (5/12).

Apakah pemenuhan kewajiban amar putusan MA itu dilakukan secara sukarela atau dilakukan upaya paksa, kata Made, akan ditentukan dalam sidang aanmaning. Hanya saja, diakui Mede, hingga saat sidang aanmaning sendiri belum dijadwalkan.

Menurut Made, penetapan sidang harus diketahui Ketua Pengadilan Jakarta Selatan. Sementara pihak Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara telah mengajukan permohonan sidang aanmaning untuk mempercepat eksekusi Yayasan Supersemar.

"Harapan saya pihak tergugat mau kooperatif dan suka rela memenuhi kewajibannya. Tapi kalau tidak tentunya nanti kita akan tanyakan pengadilan seperti apa langkah selanjutnya," kata Jaksa Agung M Prasetyo di Kejaksaan Agung, kemarin.

Sementara Kuasa Hukum Yayasan Supersemar, Denny Kailimalang meminta negara ikut menanggung konsekuensi putusan Mahkamah Agung (MA) atas denda Rp4,4 triliun. Denny mengatakan, hal tersebut merujuk hasil audit kekayaan dan keuangan yang pernah dilakukan kejaksaan terhadap yayasan. "Terlebih sebagian dana tersebut, sudah digunakan untuk pembiayaan beasiswa," kata Denny.

Mahkamah Agung diketahui mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Kejagung dalam perkara penyelewengan dana beasiswa Supersemar terhadap tergugat Yayasan Beasiswa Supersemar. Putusan Mahkamah Agung nomor 140 PK/PDT/2015 menyebutkan bahwa Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139,2 miliar kepada negara.

Perkara ini sendiri berawal ketika pemerintah menggugat Yayasan Supersemar atas tudingan penyelewengan dana beasiswa yang dikumpulkan dari penyisihan laba bersih perusahaan BUMN sebesar 5 persen oleh Yayasan Supersemar. Dana yang seharusnya ditujukan kepada siswa dan mahasiswa ditengarai justru diberikan kepada beberapa perusahaan, di antaranya adalah PT Bank Duta 420 juta dollar AS, PT Sempati Air Rp 13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti Rp 150 miliar.
BERPINDAH TANGAN - Kejaksaan Agung terus menelusuri dan memverifikasi aset-aset milik Yayasan Supersemar untuk dieksekusi oleh pengadilan. Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara dibantu Pusat Pemulihan Aset harus mentracking aset-aset Supersemar yang tersebar di banyak tempat.

"Kita sudah memverifikasi ada beberapa aset supersemar yang dilakukan pendeteksian dan ada hasilnya, saya rasa tidak perlu disampaikan disini. Jadi jangan ada yang berpretensi kejaksaan tidak bergerak dan berbuat di sini," kata Prasetyo menampik tudingan Kejaksaan Agung tak eksekusi Yayasan Supersemar.

Bukan perkara mudah memverifikasi aset-aset Yayasan Supersemar. Kejaksaan Agung mengaku verifikasi aset Yayasan Supersemar terkendala karena banyaknya pemindahtanganan kepemilikan.

Karenanya, Jaksa Agung Muda bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Bambang Setyo Wahyudi menegaskan jajarannya bukan bersikap lambat dalam penelusuran aset Yayasan Supersemar. Menurutnya penelusuran aset harus dilakukan secara teliti sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru.

Untuk itu Kejagung melibatkan pihak ahli untuk memastikan apakah aset milik Yayasan Supersemar masih atas kepemilikan yang sama. Penelusuran aset sudah ada progres, tapi tim jaksa masih perlu meyakinkannya karena khawatir aset tercampur dan bukan atas nama Yayasan Supersemar. Karena sudah ada yang berpindah tangan.

"Kita libatkan ahli untuk memilah dan memastikan apakah aset-aset yang memang benar milik Yayasan Supersemar atau ahli waris. Kita upayakan semaksimal mungkin aset bisa tereksekusi sesuai putusan Mahkamah Agung (MA)," lanjutnya.

Bambang, yang menggantikan Noor Rochmat sebagai Jamdatun ini, juga membantah tudingan Kejagung bersikap lambat dalam mendesak proses eksekusi agar segera dilakukan oleh PN Jaksel.

"Kita tunggu hasil annmaning, mau bayar sukarela atau eksekusi paksa.  Ini bukan memperlambat," kata Bambang.

Sebelumnya pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mempertanyakan alasan Kejagung tak kunjung memberikan daftar data atau aset yang harus dieksekusi oleh PN Jaksel. Fickar memandang PN Jaksel akan melaksanakan eksekusi bila sudah ada aset milik Yayasan Supersemar yang didaftarkan Kejagung untuk disita.

"Misalkan asetnya apa yang disita, gedung atau tanah," urai Fickar.

Sejumlah aset milik Yayasan Supersemar yang sedang ditelusuri oleh Kejagung diantaranya  Plaza Indonesia, Granadi dan tanah di Mega Mendung Jawa Barat. Selain itu ada pula sikap proaktif Kosgoro yang menyampaikan kepada Kejagung perihal adanya aset sebesar 20 persen milik Yayasan Supersemar di lembaganya.









 

BACA JUGA: