JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung mengaku bakal mengambil sikap "maju tak gentar" dalam melawan Yayasan Supersemar. Yayasan yang seharusnya mengembalikan uang negara sebesar Rp4,4 triliun yang diselewengkan itu, malah menggugat balik pihak Kejagung.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo sendiri mengaku tak gentar menghadapi gugatan dari yayasan yang dibentuk mantan presiden Soeharto tersebut. "Silakan saja digugat," kata Jaksa Agung di kantornya, Jl Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (8/1).

Terkait upaya eksekusi uang yayasan tersebut, pihak Kejaksaan Agung sendiri sudah mengambil langkah pemblokiran rekening yayasan Supersemar.

Sebelumnya Yayasan Supersemar telah mangkir dua kali dari panggilan sidang aanmaning atau peringatan eksekusi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terkait dengan eksekusi uang sebesar Rp4,4 triliun. Hal itu dilakukan karena pihak yayasan sudah dua kali mangkir dari panggilan PN Jakarta Selatan untuk menyerahkan uang negara yang harus dikembalikan itu.

Jaksa Agung Prasetyo mengaku menunggu sikap hakim yang menangani kasus itu terkait mangkirnya Yayasan Supersemar dalam sidang aanmaning (sidang peringatan untuk pihak tereksekusi).

Prasetyo mengatakan tidak serta merta memblokir rekening tersebut. Kejaksaan Agung melakukan penelusuran untuk memblokir rekening Yayasan Supersemar itu karena uang yang ada di dalam rekening bank itu akan dicairkan.

"Justru kita telusuri, jadi yang digugat katanya kita memblokir rekening mereka, justru kita dapat informasi dari bank dimana uang mereka disimpan, ternyata implikasi mau dicairkan, kita minta itu ditahan bener dong, kalau dibiarkan lolos nanti, ini suatu gejala, Kita berharap mereka dengan sukarela memenuhi kewajiban," kata Prasetyo.

Prasetyo juga menyebut ada informasi dari bank terkait dana Supersemar tersebut yang telah jatuh tempo. "Kenapa tidak? Kita tidak blokir. Karena ada informasi, usaha mereka mau mengambil uang dan ada informasi dari bank bahwa dana Supersemar di bank-bank itu sudah jatuh tempo. Kemudian Kepala PPA menghubungi via bank supaya tetap ditahan karena kaitannya dengan tuntutan eksekusi putusan MA," jelas Prasetyo.

Prasetyo sendiri belum memastikan apakah jumlah aset yang ada di dalam rekening yang di blokir tersebut senilai 4,4 Triliun. Ia akan mengungkap di waktu yang tepat. "Saya belum bisa menghitung, nanti ada saatnya," pungkas Prasetyo.

Berdasarkan amar putusan MA, Yayasan Supersemar diwajibkan mengembalikan uang ke negara sebesar US$315 juta dan Rp139 miliar atau setara dengan Rp 4,4 triliun. Sebagai langkah eksekusi, Jaksa Agung telah memblokir rekening yayasan tersebut tapi pihak yayasan keberatan.

Proses eksekusi ini tengah berlangsung di PN Jaksel. Dua kali tidak datang, Yayasan Supersemar maksimal diberi waktu hingga 20 Januari. Jika tidak mau membayar, maka negara akan mengeksekusi paksa yayasan tersebut.

BUYING TIME - Pihak Yayasan Supersemar sendiri memang seolah memakai strategi membuang-buang waktu alias buying time agar eksekusi itu tidak dilakukan. Misalnya dengan tidak menghadiri panggilan eksekusi dari PN Jaksel sebanyak dua kali.

Kejaksaan Agung sendiri sudah ambil ancang-ancang untuk melakukan pemanggilan ketiga dan jika tak digubris, maka akan melakukan eksekusi paksa. Untuk itu Kejagung memblokir rekening milik Yayasan Supersemar.

Sayangnya, langkah Kejagung itu malah dijadikan alasan bagi Yayasan Supersemar untuk melawan. Mereka kemudian melayangkan gugatan ke PN Jakarta Selatan. Yayasan Supersemar menggugat langkah Kejagung yang memblokir rekening mereka.

Gugatan itu sendiri sudah diregistrasi dengan nomor perkara: nomor 783/PDT.G/2015/PN JKT.SEL. Yayasan Supersemar memberikan kuasa ke pengacara Denny Kailimang untuk menggugat Jaksa Agung dan Presiden RI.

Alasan mengajukan gugatan karena pihak yayasan keberatan dengan pemblokiran rekening yang dilakukan Jaksa Agung. "Jaksa memblokir rekening yayasan. Ini kan nggak bener. Saat ini banyak siswa-siswa sedang mendapatkan beasiswa," kata Denny Kailimang, Kamis (7/1).

Dia menilai pemblokiran bank hanya bisa dilakukan atas perintah pengadilan.
"Harusnya pengadilan yang memerintahkan bank-bank (untuk memblokir), bukan jaksa. Ini kan perdata. Ini kan nggak bener," ujar Denny.

Tapi terkait putusan yang menghukum kliennya itu, Denny mempunyai penilaian sendiri. Menurutnya, putusan MA itu tidak sesuai dengan fakta sesungguhnya.

Versi Yayasan Supersemar, tidak ada satu pun uang dolar yang masuk ke rekeningnya sehingga Denny tidak paham dengan munculnya uang dolar tersebut. "Pengadilan itu tidak benar juga," cetus Denny.

EKSEKUSI PAKSA - Pihak Yayasan Supersemar sendiri kepada PN Jaksel mengaku tengah sibuk sehingga tidak memenuhi panggilan sidang peringatan eksekusi atau aanmaning. Dua kali sidang seharusnya sudah dilakukan yaitu pada 6 Desember lalu dan Rabu (6/1) kemarin.

Dalam kedua sidang itu, pihak yayasan tidak hadir. Yayasan Supersemar berdalih sibuk dan meminta pertemuan ditunda pada 10 Februari. PN Jaksel memberikan waktu hingga 20 Januari bagi Yayasan Supersemar untuk mau melaksanakan putusan MA dan membayar kerugian negara tersebut.

Jika tidak maka akan dilakukan eksekusi paksa. "Kemarin masih cari berkas. Insyallah datang nanti 20 Januari," kata Denny.

PN Jaksel sendiri sudah habis kesabaran atas sikap ngeyel Yayasan Supersemar. Jika pada sidang tanggal 20 yayasan tak hadir juga, maka akan dilakukan eksekusi paksa.

"Ini untuk panggilan yang terakhir. Agar dipahami bahwa untuk permohonan dari kuasa termohon tidak dikabulkan 10 Februari 2016, justru kepala PN minta aanmaning dilaksanakan pada tanggal 20 Januari, dan ini adalah panggilan yang terakhir," ujar humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Sutisna kepada wartawan di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Rabu (6/1).

Menurut Made, tanggal 20 Januari tersebut adalah terakhir kali pihak termohon untuk bersedia hadir di pengadilan. Apabila masih mangkir, maka pengadilan harus melakukan eksekusi paksa.

"Tanggal 20 Januari itu hadir atau tidaknya pihak pemohon, aanmaning akan dianggap telah dilakukan. Sehingga nantinya akan dilakukan eksekusi paksa. Namun untuk eksekusi, kembali kami menunggu info data dari pemohon dalam hal ini adalah jaksa pengacara negara selaku penerima kuasa dari Presiden," jelas Made.

Menurutnya, proses eksekusi memiliki tahapan. Apabila tanggal 20 Januari pihak yayasan tak kunjung hadir, maka pengadilan tak akan memberikan waktu lagi untuk aanmaning.

"Kalau tanggal 20 Januari ini tidak hadir, maka selesailah proses pemberian waktu 8 hari itu. Sehingga proses eksekusi paksa akan dilakukan. Itu tidak dilakukan secara otomatis, tapi secara perdata tergantung dari keaktifan pihak pemohon," ucap Made.

Yayasan Supersemar diketahui menghimpun dana dari laba bank BUMN untuk disalurkan ke masyarakat dalam bidang pendidikan. Tapi ternyata, dana itu malah diselewengkan.

Penyelewengan ini dilakukan bertahun-tahun lamanya. Jika dana yayasan tidak diselewengkan, bisa jadi penerima beasiswa Supersemar jumlahnya bisa berkali-kali lipat lagi.

Berdasarkan putusan MA, kebocoran dana mengalir ke sejumlah bank dan juga perusahaan, yaitu:

1. Bank Duta, kini menjadi Bank Danamon
2. Sempati Air
3. PT Kiani Lestari
4. PT Kalhold Utama
5. Essam Timber
6. PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri
7. Kosgoro

Atas penyelewengan ini, maka MA menghukum Yayasan Supersemar untuk mengembalikan dana yang diselewengkan tersebut yang mencapai Rp4,4 triliun. (dtc)

BACA JUGA: