JAKARTA, GRESNEWS.COM – Kasus diperberatnya hukuman atas mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum oleh Hakim Agung Artdjo Alkostar menimbulkan polemik. Sebab Artidjo menambah hukuman Anas dari 7 tahun menjadi 14 tahun penjara tanpa adanya perubahan pasal yang dikenakan dari putusan di tingkat sebelumnya.

Terkait kasus putusan Anas ini, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menilai, Mahkamah Agung tidak boleh menambah-nambah pasal dalam tingkat kasasi ketika tidak ada kesalahan penerapan norma hukum pada pengadilan tingkat pertama dan kedua. "Sebab tugas MA pada tingkat kasasi hanya memeriksa benar atau tidaknya penerapan norma hukum di pengadilan negeri dan tinggi," kata Hamdan dalam diskusi ´Artidjo: Mengadili atau Menghukum´ di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta, Jumat (12/6).

Jika MA melakukan penambahan pasal maka hal tersebut bisa dianggap pelanggaran hukum acara. Hamdan mengatakan, ada perkembangan yang mengkhawatirkan di Mahkamah Agung terkait pelaksanaan hukum acara pada proses kasasi. Hakim kasasi, kata Hamdan, cenderung berperan untuk memeriksa benar atau tidak penerapan hukum pada pengadilan di tingkat pertama dan kedua.

"Hakim pada tingkat pertama dan kedua memeriksa fakta-fakta. Pada tingkat kasasi, MA tidak lagi melihat fakta. Yang liat fakta hanya di pengadilan negeri," ujar Hamdan 

Hamdan melanjutkan, ia memang belum membaca putusan dan pertimbangan MA terkait Anas secara langsung dan utuh. Sehingga baru mengetahuinya dari berita yang dibaca di media massa. Meski begitu, ia berpendapat kasasi di tingkat MA hanya untuk memeriksa penerapan hukum pengadilan di bawahnya.

"Karena itu seharusnya di tingkat MA tidak ada penambahan hukuman tanpa ada kesalahan penerapan pasal di tingkat pengadilan tinggi da pengadilan negeri," tegas Hamdan.

Menurutnya, kalau ada penambahan pasal tanpa ada kesalahan penerapan pasal di pengadilan tingkat bawahnya maka yang terjadi sebenarnya adalah pelanggaran hukum acara. MA bisa memperberat putusan ketika ada kesalahan pasal sehingga dengan pasal yang berbeda, hukumannya juga bisa menjadi berbeda.

"Kebiasaan MA atau hakim agung menambah-nambah hukuman, padahal tidak terkait dengan kesalahan penerapan norma hukum. Itu bukan kompetensi MA pada tingkat kasasi. Jadi kalau nambah-nambah hukuman itu ´ngarang´ karena tidak mengerti suasana dalam persidangan," lanjut Hamdan.

Menanggapi hal ini, kuasa hukum Anas Urbaningrum, Firman Wijaya menyesalkan hingga kini belum menerima putusan terkait kasasi Anas dari MA meskipun putusannya telah diucapkan. Ia khawatir dengan tertutupnya sistem persidangan di MA ada potensi hakim berubah pikiran sehingga bisa saja menambah-nambah pasal belakangan.

"Sebab dengan sebuah ketertutupan, suatu kejahatan bisa saja terjadi. Ini ilustrasi," ujar Firman pada kesempatan yang sama.

Untuk diketahui, MA telah memutuskan untuk memperberat hukum terhadap Anas Urbaningrum setelah menolak kasasi yang diajukan. Hukuman yang semula diberikan selama 7 tahun, kini bertambah menjadi 14 tahun tahanan dengan denda Rp5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp57miliar dengan pencabutan hak politik.

Putusan tersebut diberikan karena Anas terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi.

BACA JUGA: