JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menerapkan konsorsium perusahaan tambang yang memegang kontrak karya (KK) untuk membangun pengolah biji mentah alias smelter dinilai merupakan gagasan yang sangat terlambat. Sebab selama ini Kementerian ESDM sudah terlalu lama mengulur-ulur waktu.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Mining Energy Studies Erwin Usman Kementerian ESDM selama ini selalu mengikuti kehendak dari perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya. Padahal jika pemerintah sudah konsisten dengan perintah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, maka upaya-upaya pembangunan pabrik smelter sudah dapat dilakukan secara intensif sejak tahun 2010 sampai 2013. Kemudian pemerintah melanjutkan sampai tahap penegakan hukum di tahun 2014 sampai 2015.

Dia menuturkan jika mengacu kepada Pasal 170 UU Minerba bahwa pemegang kontrak karya yang sudah sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian. Bunyi pasal tersebut adalah "Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan."

Namun dalam kenyataannya perusahaan tambang baik pemegang KK, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IUPR) tidak melaksanakan proses pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

"Gagasan dirjen Minerba untuk memberikan keringanan pada pemegang KK tersebut merupakan komedi yang tidak lucu. Patut dipertanyakan motifnya," kata Erwin, Jakarta, Rabu (18/2).

Sementara itu, pengamat energi dari Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean mengaku tidak yakin Freeport akan membangun pabrik smelter di Gresik, Jawa Timur. Dia menilai sangat aneh jika investasi jangka panjang Rp25 triliun akan dibangun diatas tanah sawah. Menurutnya sangat tidak masuk lahan yang akan dibangun adalah lahan PT Semen Gresik seluas 80 hektar (ha) dengan sewa Rp80 miliar per tahun.

Dia meminta kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk lebih tegas kepada Freeport agar tunduk kepada undang-undang dan hukum yang berlaku di Indonesia. Menurutnya Freeport harus bermanfaat bagi Indonesia dan bukan hanya bermanfaat bagi Amerika yang mendapat untung besar.

"Fakta inilah yang membuat saya yakin bahwa rencana pembangunan smelter oleh Freeport hanya retorika yang menipu," kata Ferdinand.

BACA JUGA: