Pertumbuhan penduduk di Ibu Kota yang begitu pesat, menjadi alasan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk memperluas lahan agar dapat menampung populasi penduduk. Salah satu cara memperluas lahan adalah dengan reklamasi pantai. Reklamasi pantai merupakan suatu kegiatan di tepi pantai yang dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan, ditinjau dari sudut pandang lingkungan, sosial, dan ekonomi dengan cara pengerukan, pengeringan lahan, atau drainase.

Namun reklamasi pantai ini dihadapkan pada persoalan bagaimana nasib nelayan yang tinggal di bibir pantai sepanjang Teluk Jakarta yang sehari-hari menggantungkan nasib dari hasil melaut. Banyak nelayan yang resah terhadap rencana pemerintah DKI Jakarta yang akan melakukan proyek reklamasi pantai ini. Salah satu perkampung nelayan ada di Kali Baru, Cilincing, Jakarta Utara.

Pada Sabtu (9/1) gresnews.com menyelusuri kawasan yang tampak kumuh itu. Banyak nelayan yang berlalu-lalang membawa hasil tangkapan yang kebanyakan berupa ikan-ikan kecil dan kerang hijau. Kasmadi, seorang nelayan asli Cilincing mengungkapkan keresahannya terkait rencana reklamasi tersebut.

"Denger isu mau di reklamasi kurang lebih beberapa bulan lalu, waktu itu ada orang ngukur-ngukur," kata lelaki kurus berusia 60 tahun tersebut. Menurut Kasmadi hal yang ditakuti nelayan Cilincing saat ini jika proyek reklamasi berjalan adalah sempitnya lahan para nelayan untuk mencari ikan sehingga otomatis mengurangi hasil tangkapan para nelayan pesisir.

"Sekarang aja udah pengaruh sejak ada pelabuhan Pelindo baru, area tangkapan berkurang, sekarang bawa perahunya harus hati-hati kan banyak tiang-tiang pancang pelabuhan belum lagi nanti itu bagan-bagan pasti kena juga," ujarnya.

Keluhan senada juga di ungkapkan oleh Amir (50) yang juga nelayan asli Cilincing. Menurutnya saat ini dirinya harus bekerja ekstra keras agar bisa mendapatkan hasil tangkapan di laut, membutuhkan waktu tiga hingga empat jam untuk sampai lokasi.

Amir bermodalkan Rp200.000 untuk membeli solar agar perahu dapat berlayar. "Enakan dulu nyari ikan, sekarang susah dapat 2-3 kilo dijual berapa duit ya mau gimana, nanti anak cucu makan apa, laut itu punya Tuhan bukan punya pengusaha," keluh Amir.

Selain keluhan mulai sempitnya lahan mencari ikan di laut, Amir dan beberapa nelayan juga mengeluhkan larangan mencari ikan di sekitar proyek-proyek reklamasi pantai. Tak jarang para nelayan harus berhadapan dengan aparat bersenjata yang menjaga area proyek-proyek reklamasi.

"Sekarang nyari ikan jauh aja ga boleh, diusir bawa senjata, lewat aja ga boleh laut sekarang udah di kotak-kotakin dikuasain, dibom aja kalo gitu caranya nelayan kecil biar mati sekalian," ujar Amir sedikit emosional.

Sementara itu Mohamad Taher, Ketua DPW KNTI DKI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia) yang ditemui gresnews.com di perkampungan nelayan Cilincing mengatakan proyek reklamasi Teluk Jakarta ini cenderung dipaksakan karena tidak memikirkan dampak lingkungan dan nasib nelayan tradisional pesisir.

"Minimnya informasi tentang adanya reklamasi kepada nelayan serta penerbitan izin amdal reklamasi ini tidak melibatkan masyarakat nelayan, proyek ini terkesan dipaksakan," kata pria yang akrab di panggil Taher ini.

Taher menjelaskan Peraturan Daerah (Perda) No 8 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta telah dibahas sejak 1995,yang mana saat itu belum ada kementrian Kelautan dan Perikanan yang sekarang sudah menerbitan peraturan mengenai reklamasi yang mana reklamasi ini harus melibatkan masyarakat adat dan berdasarkan undang-undang. "Bu susi aja menegaskan menolak reklamasi kok tiba-tiba izin reklamasi terbit kan aneh," paparnya.

Menurut Taher jika proyek reklamasi pantai utara Jakarta terus dilanjutkan tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan sosialnya maka dikhawatirkan akan merusak ekosistem laut di sekitarnya juga. "Pesisir utara atau teluk Jakarta ini sentra pembibitan berkembang biaknya ikan jadi kalau reklamasi dilanjutkan dipastikan Indramayu, Banten tidak akan ada ikan di pesisirnya," jelasnya.

Taher berharap kalau memang proyek reklamsi ini sudah menjadi program unggulan negara pemerintah harus memberi solusi kepada nelayan yang tinggal di teluk jakarta agar nelayan pesisir Pantai Utara Jakarta bisa tetap ada seperti memberikan nelayan fasilitas melaut yang lebih baik dan memadai, pemukiman nelayan yang terintegrasi. "Bukannya rusun karena rusun tidak tepat untuk nelayan yang biasa tinggal di bibir pantai," ungkapnya.

Taher menyesalkan apa yang digaungkan oleh pemerintah mengenai poros maritim saat ini hanya sebatas slogan saja terkait reklamasi pantai utara Jakarta. "Persoalan reklamasi ini permasalahan nasional dari teluk Beneo, lalu Makasar jadi bukan persoalan nasi bungkus, mestinya negara bukan mereklamasi tapi harusnya direstorasi menghijaukan, negara belum hadir di sini terkait proyek reklamasi," tegas Taher.

Reklamasi pantai memang menjadi salah satu program yang direncanakan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Rencananya reklamasi akan dilakukan untuk membangun 17 pulau di pesisir utara Jakarta dan akan dibangun oleh beberapa perusahaan pengembang.

Perusahaan tersebut yaitu PT Muara Wisesa Samudera satu pulau; PT Pelindo menggarap satu pulau; PT Manggala Krida Yudha satu pulau; PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk sebanyak empat pulau; PT Jakarta Propertindo dua pulau; PT Jaladri Kartika Ekapaksi satu pulau; PT Kapuk Naga Indah lima pulau; dan dua pulau lainnya masih belum dilirik investor. (Edy Susanto/Gresnews.com)

BACA JUGA: