JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) kembali memasukkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam sebagai prioritas dalam Program Legislasi Nasional tahun 2016. RUU yang disepakati berdasarkan inisiatif DPR ini dirancang bakal meningkatkan sektor kelautan dan perikanan.

Berdasarkan draft RUU tersebut, Pasal 1 Ayat (1) disebutkan konteks perlindungan dimaksud adalah segala upaya untuk membantu Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam dalam menghadapi permasalahan kesulitan melakukan Usaha Perikanan atau Usaha Pergaraman. Sementara Ayat (2), yang dimaksud pemberdayaan adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam untuk melaksanakan Usaha Perikanan atau Usaha Pergaraman yang lebih baik.

Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Riyanto Basuki mengatakan secara mendasar RUU ini menitikberatkan pada komitmen pemerintah menjamin kepastian usaha dan jaminan harga di level nelayan dan petambak garam.

Perlindungan secara menyeluruh kepada tiga sektor itu, menurut Riyanto, belum pernah diatur sebelumnya dalam bentuk UU. Sehingga, melihat situasi dan kondisi masyarakat nelayan, pembudiaya dan petambak garam, UU ini sangat diperlukan dalam rangka keberpihakan pemerintah.

"Perlindungan dalam mengatasi permasalahan dalam usahanya. Pemberdayaan bertujuan meningkatkan kemampuannya. Khusus skala kecil," kata Riyanto ketika dihubungi gresnews.com, Selasa (2/2).

Maksud lain dibalik penyusunan RUU tersebut sesuai masalah yang dihadapi, kata Riyanto, berkaitan erat dengan kelemahan sektor usaha nelayan dan petambak garam yang sulit berkembang. Kemudian, bagaimana menjawab tantangan produksi ditengah hambatan dan keterbatasan permodalan serta rendahnya posisi tawar.

Untuk itu, RUU baru yang diterbitkan pemerintah ini, lanjut dia, cukup komprehensif mengatur kemudahan menjalankan produksi maupun akses permodalan.

"Inilah yang diatur bagaimana bisa mengakses lebih mudah dan tata cara lebih sederhana," terangnya.

Menurutnya, penggabungan ketiga sektor profesi yaitu nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam ke dalam satu kerangka aturan UU karena secara mendasar memiliki kondisi dan persoalan yang sama. Hanya saja, ada sedikit faktor pembeda dari segi profesi yakni nelayan lebih beresiko ketimbang kedua sektor tersebut.

Terkait proses penyelesaian RUU, sambungnya, saat ini tengah dalam tahap akhir proses penyusunan dan direncanakan akan segera diundangkan.

"Prosesnya hampir mencapai 95 persen. Draf akhir sudah masuk ke pembahasan di tingkat Kemenkumham. Pemberlakuannya ditargetkan akhir Maret 2016 sebelum reses melalui Pleno dan pengesahan RUU," jelasnya.

POIN-POIN PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN - Dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI tanggal 27 Januari 2016 terkait RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, disampaikan 5 unsur pokok diantaranya, pertama, menyangkut subjek hukum yang akan diberikan perlindungan dan pemberdayaan.

Kedua, jaminan resiko menjalankan usaha dalam bentuk asuransi dan jaminan asurasi jiwa bagi nelayan kecil. Ketiga, pemberian subsidi. Keempat, pembiayaan dan pendanaan dan kelima, pengenaan sanksi.

Terkait perlindungan dan pemberdayaan ini sudah sepatutnya diberikan negara sesuai Undang-Undang Dasar 1945 dan memastikan bahwa Pasal 28A-J tentang Hak Asasi Manusia diperoleh oleh seluruh warga negara, tidak terkecuali nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam skala kecil.

Perempuan nelayan, pembudidaya dan petambak garam merupakan aktor penting dalam mata rantai perdagangan ikan dan garam. Meski demikian, di dalam klausul RUU perlindungan dan pemberdayaan, posisi mereka kurang mendapat pengakuan sebagai pelaku perikanan.

Atau dengan kata lain, perempuan hanya sebagai pelengkap, bukan subjek hukum yang juga berhak atas jaminan perlindungan dan pemberdayaan dari negara.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Abdul Halim menyebut, tanggapanmengenai RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam ini sebagai masukan kepada Pemerintah dan DPR.

Menurutnya, status perempuan perlu diakui dalam aturan UU khususnya di sektor kelautan dan perikanan. Karena memiliki peranan dan kontribusi yang cukup strategis bagi produksi perikanan.

Selain itu, fasilitas perlindungan yang turut dikritisi adalah terkait jaminan resiko usaha dan jiwa serta pemberian subsidi kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam yang selama ini kurang mendapat perhatian.

"Ini merupakan kewajiban Negara yang dicerminkan melalui alokasi APBN atau APBD," kata Abdul dihubungi, Selasa (2/2).

Dalam konteks menjamin penyelenggaraan RUU tersebut, Abdul menilai, Negara berkewajiban memastikan bahwa mandat dilaksanakan oleh Presiden Republik Indonesia selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.

"Dalam konteks ini, Presiden bersama DPR berkewajiban menjamin adanya alokasi anggaran di Kementerian/Lembaga Negara untuk menjalankan skema perlindungan dan pemberdayaan," tuturnya.

BACA JUGA: