JAKARTA - Kuasa hukum Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo, Rolas Sijintak, meminta majelis hakim membebaskan kliennya dari perkara dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra. Menurutnya mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Kakorwas PPNS) Bareskrim Mabes Polri Prasetijo ini tak berkaitan dan memiliki kewenangan dengan urusan red notice.

Permintaan itu dibacakan dalam sidang dengan agenda pembacaan duplik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Senin, 1 Maret 2021.

"Tugas pokok dan fungsi Kakorwas PPNS Bareskrim Mabes Polri sama sekali tidak ada kaitannya dengan kepengurusan interpol red notice yang ada dibawah Kewenangan Divhubinter Polri," kata Rolas di pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Senin (1/3/2021).

Selain itu, kata Rolas, Prasetijo Utomo tidak pernah terlibat sama sekali dan punya peran aktif atas terbitnya surat-surat yang dikeluarkan oleh Divhubinter Polri terkait surat status red notice Joko Soegiarto Tjandra.

Hal-hal tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi Fransiskus R Aryo Dumais, saksi Tomy Arya Dwiyanto, hingga saksi Slamet Nugroho Wibowo dan Napoleon Bonaparte.

Keterangan saksi Prasetijo Utomo dan saksi ahli dimuka persidangan terkait persidangan sangat jelas tidak ada peran aktif dari terdakwa Prasetijo terkait surat red notice Joko Soegiarto Tjandra.

"Terdakwa Prasetijo Utomo hanya sebatas memperkenalkan Tommy Sumardi kepada Kadivhubinter Polri," bebernya.

Selain itu juga, lanjut Rolas, Prasetijo Utomo telah mengajukan justice collaborator sebagai saksi utama untuk bekerjasama agar majelis hakim mengabulkannya.

Penasihat hukum meminta kepada majelis hakim untuk memutuskan dengan putusan yang seadil-adilnya.

Selain itu, penasihat hukum Prasetijo pun memohon kepada majelis hakim agar menjatuhkan keputusan. Menerima seluruh nota pembelaan serta duplik yang diajukan oleh Prasetijo melalui tim Penasihat hukumnya.

Rolas menegaskan kepada majelis hakim untuk menerima permohonan justice collaborator dan merehabilitasi nama baik Terdakwa.

"Menerima permohonan rerdakwa sebagai justice collaborator. Merehabilitasi nama baik atas nama terdakwa, dan membebankan perkara aquo kepada negara," ujarnya.

Rolas mengatakan, terbongkarnya suap Djoko Tjandra yang menyeret Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, berawal dari kejujuran kliennya yang mengembalikan US$20 ribu saat menjalani pemeriksaan di Divisi Profesi dan Pengamanan Polri.

"Dengan adanya pengembalian uang Brigjen Pras, baru lah dibuat laporan polisi," ujar Rolas.

Sebelumnya, Mantan Kakorwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetyo Utomo dituntut hukuman 2 tahun 6 bulan pidana penjara denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Brigjen Prasetyo Utomo dinilai telah terbukti menerima suap US$100 ribu dari Joko Tjandra melalui Tommy Sumardi.

Jaksa menyatakan Prasetijo diduga menerima uang US$ 100 ribu. Uang tersebut sebagai imbalan lantaran sudah membantu mengurus status buron atau red notice Djoko Tjandra. Ia juga berperan mengenalkan Tommy Sumardi kepada Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.

Tuntutan diajukan oleh jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Wartono dan Tim dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap penghapusan Status DPO bos Mulia Grup Joko Tjandra di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senen 8 Februari 2021 lalu.

Jaksa juga meminta agar majelis hakim dalam putusannya nanti menolak pengajuan justice collaborator dari Brigjen Pol Prasetyo Utomo terkait perkara suap red notice Joko Tjandra tersebut.

Selaku Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Prasetyo Utomo dinilai telah terbukti bersalah bersama sama dengan mantan Kadivhubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dalam perkara dugaan suap penghapusan Status DPO Joko Tjandra beberapa waktu lalu.

Atas perbuatannya, Prasetijo Utomo dikenakan Pasal 5 ayat 2 Jo Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (G-2)

 

BACA JUGA: