JAKARTA - Joko Soegiarto Tjandra dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Hukuman ini lebih berat dari tuntutan jaksa.

Vonis yang dijatuhkan majelis hakim pimpinan Muhammad Damis tersebut lebih berat 6 bulan dari tuntutan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Wartono dan timnya yakni 4 tahun pidana kurungan.

"Menyatakan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, terbukti secara bersama-sama dalam perkara perbuatan dakwaan alternatif kesatu pertama dakwaan kedua dan alternatif ketiga," kata Damis di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Senin (5/4/2021).

Sementara itu, anggota Majelis Hakim Saifuddin Zuhri menolak permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukan oleh Joko Tjandra setelah melalui beberapa pertimbangan.

Majelis hakim melihat permohonan dari terdakwa agar ditetapkan sebagai JC dan tanggapan dari JPU yang menilai terdakwa tidak bisa menjadi JC.

Maka majelis menanggapi bahwa pertemuan untuk menentukan seseorang sebagai JC (Sema nomor 4/2014) pada pokoknya antara lain, yang bersangkutan sebagai pelaku tindak pidana tertentu, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut dan bukan sebagai saksi dalam persidangan.

Apabila antarpengertian tersebut dihubungkan dengan fakta-fakta persidangan menunjukan bahwa terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dipersidangan terdakwa mengaku ragu kalau saudara Heriadi menyerahkan uang US$500 ribu kepada saksi Andi Irfan Jaya.

Padahal dalam persidangan perkara ini terdakwa telah menerima action plan dari saksi Andi sesuai kesepakatan yang akan diberikan kepada terdakwa setelah menyerahkan uang kepada saksi Pinangki Sirna Malasari melalui Andi.

Setelah menyerahkan uang tersebut, terdakwa Joko menyampaikan informasi kepada Anita Dewi Kolopaking bahwa sebagian uang telah diserahkan kepada Pinangki.

Oleh karena itu setelah penyerahan tersebut saksi Anita diberikan uang sekitar US$50 ribu oleh saksi Pinangki. Dengan demikian keterangan terdakwa yang meragukan menyerahkan uang US$500 ribu kepada Pinangki melalui Andi tersebut menunjukan bahwa tidak mengakui kejahatan yang dilakukannya.

Terkait pengurusan pengecekan interpol red notice dan penghapusan status DPO pada imigrasi dalam nota pembelaannya menyatakan terdakwa menyerahkan uang kepada saksi Tommy Sumardi Rp10 miliar berupa uang komitmen fee dan terdakwa tidak mengetahui kepada siapa uang tersebut diberikan.

Padahal dari pemeriksaan persidangan terdakwa meminta tolong kepada Tommy atas rekomendasi dari mantan perdana menteri Malaysia yang merupakan rekan dari Tommy Sumardi. Bahwa saksi Tommy Sumardi mempunyai hubungan luas kepada pejabat Polri, bahwa ketika terdakwa menghubungi Tommy Sumardi telah disampaikan oleh terdakwa agar saksi Tommy berhubungan dengan pihak interpol polri.

Hakim menilai terdakwa telah mengetahui kepada siapa uang tersebut diberikan untuk mengurus interpol red notice dan penghapusan DPO terdakwa. Apalagi Tommy selalu melaporkan progres kepada terdakwa Joko, termasuk status DPO terdakwa yang sudah dibuka oleh Ditjen Imigrasi.

Sehingga dengan demikian keterangan terdakwa uang tersebut sebagai komitment fee dan terdakwa tidak mengetahui uang tersebut diberikan Tommy kemana, terdakwa tidak mengakui kejahatan yang dibuatnya.

Dengan fakta-fakta tersebut menjadikan dasar untuk pertimbangan sebagai terdakwa menjadi JC, bahwa yang bersangkutan sesuai Sema no 4/2014.

"Maka majelis berpendapat terdakwa tidak memenuhi kriteria untuk menjadi JC, sehingga permohonan terdakwa tidak bisa dikabulkan," terang Saifudin.

Sebelum menjatuhkan vonis pada terdakwa Joko Tjandra, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal memberatkan dan meringankan.

"Terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. Perbuatan terdakwa sebagai upaya untuk menghindari putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Terdakwa pernah dihukum," ucapnya.

Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dan berusia lanjut.

Selanjutnya, berdasarkan keterangan 30 orang saksi, 3 orang ahli dan 1 orang ahli a de charge serta alat bukti yang di tunjukkan, Joko Tjandra telah dinilai bersalah melanggar dua dakwan jaksa penuntut umum yakni pasal 5 dan pasal 15 UU Tipikor.

Berdasarkan fakta persidangan tersebut, bos Mulia Group Joko Tjandra dinilai telah terbukti bersalah yakni pertama, menyuap sebesar US$500 ribu dari sebesar US$1 juta yang dijanjikan Joko sebagai pemberian kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari untuk mengurus Fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya berdasarkan Putusan PK pada Juni 2009 lalu tidak bisa dieksekusi, sehingga dia dapat kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.

Kemudian, Joko dengan Tommy Sumardi diduga menyuap mantan Kadivhubinter Polri Irjen pol Napoleon Bonaparte senilai Sing$200 ribu dan US$270 ribu dan mantan Kakorwas PPNS Bareskrim polri Brigjen pol Prasetyo Utomo senilai US$100 ribu terkait pencabutan status DPO Joko Tjandra.

Majelis hakim juga menilai Joko telah terbukti melakukan penyuapan dan pemufakatan jahat bersama Pinangki, Anita dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan Fatwa MA melalui Jaksa Agung melalui 10 action plan dengan biaya pengurusan senilai US$10 juta.

Atas vonis yang dijatuhkan Joko Soegiarto Tjandra menyatakan pikir-pikir termasuk tim penasihat hukumnya pun menyatakan pikir-pikir. (G-2)

BACA JUGA: