JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis hakim menolak permohonan Joko Soegiarto Tjandra menjadi Justice Collaborator (JC) atau pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum. Jaksa juga menuntut majelis hakim menuntut Joko Soegiarto Tjandra dengan hukuman selama empat tahun penjara.

Joko dinilai sebagai pelaku utama yang melakukan tindak pidana korupsi sebagai pemberi suap kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar US$500 ribu selaku Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Jaksa pada Kejagung RI. Uang suap tersebut untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dan penghapusan red notice Joko Tjandra.

"Berdasarkan fakta-fakta persidangan terungkap, bahwa Joko Tjandra merupakan pelaku utama yang melakukan Tipikor sebagai pemberi suap sebesar US$500 ribu, yang diberikan melalui Heriyadi Angga Kusuma dan Andi Irfan Jaya, kepada Pinangki Sirna Malasari," ucap Anggota Tim JPU, Retno dipersidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh Gresnews.com, Kamis (4/3/2021).

Kemudian, Retno juga menilai, Joko Tjandra juga sebagai pelaku pemberi suap kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yakni, sebesar Sing$200 ribu, dan US$370 ribu yang diserahkan melalui Tommy Sumardi kepada Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan sebesar US$100 ribu yang diserahkan melalui Tommy Sumardi kepada Brigjen pol Prasetijo Utomo.

Selain itu, Joko dinilai telah melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan Jaya untuk memberi hadiah atau janji sebesar US$10 juta kepada pejabat Kejagung dan MA.

"Atas alasan tersebut diatas, kami berpendapat terdakwa Joko Soegiarto Tjandra merupakan pelaku utama, sehingga permohonan terdakwa untuk jadi JC tersebut selayaknya tidak diterima," ujar Retno.

Sementara, Tim Anggota JPU lainnya, Zulkifli menilai bahwa Joko Tjandra terbukti terlibat kasus suap penghapusan red notice.

"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama empat tahun dan pidana denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan," kata Jaksa Zulkipli di persidangan.

Joko Tjandra didakwa menyuap mantan Kepala Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo dan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte. Sehingga total uang yang diterima oleh Napoleon SG$200 ribu dan US$370 ribu.

Sedangkan Prasetijo menerima uang sebesar US$100 ribu dari Joko Tjandra. Uang tersebut diberikan melalui perantara pengusaha Tommy Sumardi.

Suap tersebut bertujuan agar nama Joko Tjandra dihapus dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatat di Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Akhirnya, dua perwira tersebut memerintahkan penerbitan sejumlah surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi.

Jaksa mengungkapkan surat-surat tersebut diberikan kepada pihak imigrasi agar menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada sistem keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi.

Selain itu, Joko Tjandra juga disebut memberikan US$500 ribu kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari. Suap dimaksudkan agar Pinangki mengurus fatwa MA agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi atas kasus hak tagih Bank Bali.

Hal tersebut dilakukan agar Joko Tjandra tidak bisa dieksekusi atas pidana penjara yang dijatuhkan berdasarkan putusan peninjauan kembali (PK) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009. Sehingga Joko bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.

Joko Tjandra juga dianggap terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama dengan jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya. Ada perjanjian uang senilai US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.

Sebelumnya, Jaksa Zulkifli menilai tidak ada alasan pemaaf maupun alasan pembenar bagi perbuatan atas diri terdakwa.

Sementara itu, Jaksa pun mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan sebelum melakukan tuntutan perkara.

"Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka menyelenggarakan penyelenggara negara yg bersih dan bebas dari korupsi," katanya.

Kemudian hal-hal yang meringankan, Jaksa menilai terdakwa dianggap sopan di persidangan.

Atas perbuatannya tersebut, Joko Tjandra dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

Selain Pasal 5, Joko juga dikenakan Pasal 15 jo Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (G-2)

BACA JUGA: