JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung menuntut Pinangki Sirna Malasari hukuman 4 tahun penjara, dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Pinangki dinilai terbukti menerima suap hingga pencucian uang terkait perkara dugaan suap pengurusan Fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Joko Soegiarto Tjandra terpidana hak tagih (cessie) Bank Bali tahun 2009.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari dengan pidana penjara empat tahun penjara dikurangi masa tahanan dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan," kata Jaksa Yanuar Utomo saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta yang dihadiri Gresnews.com, Senin (11/1/2021).

JPU mendakwa Pinangki dengan pasal berlapis, yakni Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Pasal 15 juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 15 juncto Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jaksa menyebut tindakan yang memberatkan karena Pinangki sebagai aparat penegak hukum tak mendukung program pemerintah dalam rangka memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Di sisi lain, untuk hal meringankan, Pinangki belum pernah dihukum, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Selain itu juga Pinangki mempunyai anak berusia 4 tahun.

Dalam persidangan ini, Pinangki sempat meminta kemurahan hati jaksa dan hakim dalam menjatuhkan hukuman. Hal itu dikarenakan Pinangki masih memiliki seorang anak berusia 4 tahun dan ayah yang sedang sakit.

Kasus ini bermula dari pertemuan antara Pinangki, Anita Kolopaking dan pihak swasta bernama Rahmat pada September 2019 di sebuah restoran di Jakarta. Dalam pertemuan itu, Pinangki meminta Rahmat untuk diperkenalkan dengan Joko Tjandra yang berstatus buronan kasus korupsi cessie Bank Bali.

Joko pada akhirnya bersedia bertemu karena melihat foto Pinangki yang berseragam jaksa. Di sisi lain, Pinangki meminta Anita untuk menghubungi kenalannya di Mahkamah Agung mengenai kemungkinan mengeluarkan fatwa agar Joko tak bisa dieksekusi. Jaksa menyebut Anita memiliki banyak koneksi di MA.

Uang itu dimaksudkan untuk membantu pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung, agar pidana penjara yang dijatuhkan ke Joko Tjandra atas kasus hak tagih Bank Bali selama 2 tahun penjara tidak dapat dieksekusi.

Pertemuan pertama antara Joko Tjandra dan Jaksa Pinangki terjadi pada November 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam pertemuan itu, Pinangki dan Joko membahas rencana untuk mendapatkan fatwa bebas MA melalui Kejaksaan Agung. Joko setuju rencana itu, serta biaya-biaya yang dibutuhkan.

Pinangki berjanji akan membuat proposal dan mengajak kawannya yang pengacara. Ia juga menyanggupi mengajak seorang swasta untuk menjadi perantara uang. Joko Tjandra menolak menyerahkan uang secara langsung kepada Pinangki yang berstatus jaksa. Belakangan, pihak swasta itu diketahui bernama Andi Iran Jaya, mantan politikus Partai Nasdem.

Pertemuan berikutnya terjadi pada 25 November 2019 di Kuala Lumpur. Dalam pertemuan yang juga diikuti Anita dan Andi Irfan itu, Pinangki menyodorkan proposal berjudul Action Plan pengurusan fatwa MA yang dibanderol US$100 juta. Ada sepuluh tahapan dalam rencana yang dibuat Pinangki itu, termasuk aktifitas surat menyurat antara Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Ketua MA, Hatta Ali.

Joko Tjandra menolak harga yang ditawarkan Pinangki. Ia hanya menyetujui US$10 juta. Sebagai realisasi dari pertemuan itu, Joko menghubungi adik iparnya untuk menyerahkan US$500 ribu kepada Pinangki, melalui Andi Irfan.

Jaksa menerangkan, uang US$500 ribu itu merupakan fee untuk Pinangki dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Joko Tjandra.

Uang itu akhirnya dilakukan pada 26 November 2019. Namun, menurut Jaksa Roni, hingga Desember tak ada satupun rencana Action Plan yang terealisasi. sehingga pada akhirnya Joko membatalkan perjanjian pengurusan fatwa MA dengan Pinangki.

Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung ini juga didakwa dengan pasal pencucian uang.

Ia membelanjakan uang tersebut di antaranya untuk membeli 1 unit mobil BMW X5 warna biru seharga Rp 1.753.836.050.

Atas tuntutan 4 tahun tersebut, Pinangki bersama tim penasehat hukumnya menyatakan akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi pada sidang pekan berikutnya. (G-2)

BACA JUGA: