JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah memaparkan hasil akhir temuan mereka terhadap insiden tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI). Salah satu kesimpulan, ada insiden ini merupakan peristiwa saling serempet antar mobil dan saling serang antara FPI dengan petugas kepolisian.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan dari hasil investigasi langsung ke lapangan terkait insiden tewasnya anggota laskar FPI ditemukan barang bukti antara lain selongsong peluru dan pecahan bagian mobil.

Komnas HAM juga menggelar uji balistik terhadap selongsong yang mereka temukan di lokasi.

"Ada dua selongsong peluru yang diduga merupakan senjata rakitan milik anggota FPI. Selain itu, ada juga tiga selongsong peluru yang diduga milik anggota polisi," kata Anam yang merupakan Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM, dalam konferensi pers, Jumat (8/1/2021).

Ia menjelaskan proses uji balistik ini sangat terbuka, melibatkan masyarakat sipil dan ahli. Bahkan, Komnas HAM juga menguji dengan menembakkan salah satu senjata tersebut.

Anam mengatakan, Komnas HAM juga sudah menemui beberapa saksi. Salah satunya saksi yang ada di Sentul, Bogor. Sebelumnya, salah satu perumahan di Sentul diduga menjadi tempat tinggal sementara Rizieq Shihab.

Dari penggalian di Sentul ini, Anam mengatakan ada saksi yang melihat mobil sudah mulai mengintai lokasi tersebut. Pengintaian ini, kata Anam, sebelum insiden penembakan terjadi. "Diduga mobil milik petugas," kata Anam

Anam mengatakan Komnas HAM juga bertemu dengan saksi yang melihat empat laskar FPI dikeluarkan dari dalam mobil dalam keadaan hidup. Beberapa di antaranya tidak diborgol.

Dalam temuannya, Komnas HAM membagi dua konteks dalam tewasnya enam anggota laskar FPI. Konteks pertama, dua anggota laskar FPI tewas ketika bersitegang dengan aparat kepolisian dari Jalan Internasional Karawang Barat sampai Tol Jakarta-Cikampek Km 49.

Konteks kedua, tewasnya empat anggota laskar FPI lainnya yang disebut masuk pelanggaran HAM. "Terdapat empat orang yang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara yang kemudian juga ditemukan tewas," ujar Anam.

Selain itu, ada saksi yang tahu bahwa polisi menyuruh orang-orang menghapus rekaman penangkapan di rest area KM 50 tol Cikampek. "Petugas mengatakan penangkapan ini terkait narkoba," kata dia.

Anam mengatakan Komnas juga memeriksa rekaman suara atau voice note yang beredar. Dari hasil pemeriksaan voice note ini, Komnas mendapat skema perjalanan dari Sentul sampai ke gerbang tol Karawang Timur.

Setelah melakukan crosscheck voice note sembari melihat titik-titik di lapangan terdapat konteks kesempatan mobil FPI menjauh dari petugas, namun malah mengambil tindakan menunggu mobil petugas.

Anam mengungkapkan antara mobil laskar FPI yang mengawal Habib Rizieq Shihab dan mobil polisi sempat berjarak saat keluar dari pintu Tol Karawang Timur. Dua mobil laskar FPI kala itu memiliki kesempatan untuk menjauh, tapi justru memilih menunggu.

Menurutnya, fakta tersebut berperan penting dalam rangkaian peristiwa Km 50. Sebab, menurut Choirul, peristiwa menunggu tersebut menjadi pemicu kasus Km 50 yang menewaskan 6 laskar FPI.

Kemudian Anam mengatakan, terdapat 18 luka tembak di tubuh 6 anggota laskar FPI. Kemudian ada luka jahitan akibat otopsi.

Ia menjelaskan selain luka tembak dan jahitan otopsi, ada luka lain namun bukan akibat kekerasan.

"Tapi kondisi waktu jenazah, bagian konsekuensi dari tubuh jenazah. Ada yang mengelupas atau robek itu konsekuensi waktu," katanya.

Komnas HAM merekomendasikan kasus ini harus dibawa ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana. Kemudian, Komnas HAM juga meminta penegakan hukum untuk orang-orang yang ada di dalam 2 mobil Avanza.

Kedua mobil ini yang mengikuti Rizieq Shihab dan rombongan. "Terakhir meminta agar ada penyidikan mendalam kepada senjata yang dimiliki anggota FPI." ujarnya. (G-2)

 

BACA JUGA: