JAKARTA - Kapolri diminta segera membuka akses komunikasi handphone (HP) para polisi dilapangan yang diduga menembak keenam laskar FPI di km 50. Tujuannya agar kasus ini terungkap jelas duduk perkaranya.

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar mengatakan bahwa semua percakapan perteleponan whatsapp oleh anggota polisi yang bertugas saat itu dengan pelaku penembakan perlu dibuka sepenuhnya.

"Seharusnya semua percakapan dengan pelaku penembakan dibuka untuk mengetahui, apakah benar penembakan itu dilakukan atas inisiatif sendiri ataukah hanya menjalankan perintah saja," kata Fickar saat dihubungi oleh Gresnews.com, Jum`at (12/3/2021).

Kemudian Fickar melanjutkan, bahwa hal tersebut akan sangat membantu untuk mengungkapkan pelanggaran hukum apa yang dilanggar, biasa atau pelanggaran berat.

"Ini akan berpengaruh terhadap perbuatan jenis kejahatannya, apakah pelanggaran HAM biasa atau pelanggaran HAM berat," ujarnya.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane juga meminta pemeriksaan terhadap jejak digital handphone dari tiga anggota kepolisian yang menjadi tersangka dalam kasus penembakan anggota FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.

"Kami mendesak agar pihak pihak yang menangani kasus penembakan ini segera membuka akses komunikasi handphone para polisi di lapangan yang diduga menembak keenam laskar FPI tersebut," ujar Neta dalam keterangan yang diterima Gresnews, jumat(12/3/2021).

Ia menjelaskan sepanjang proses penguntitan pastinya telah terjadi komunikasi intensif antara polisi. Sehingga dalam komunikasi itu segala tindakan petugas di lapangan dapat tetap terkendali dan sesuai kontrol atasannya.

"Untuk membuka kasus ini secara transparan, semua akses komunikasi dalam proses penguntitan tersebut perlu dibuka. Komunikasi handphone antar ketiga polisi yang dituduh menembak itu dengan atasannya harus dibuka agar diketahui apa sesungguhnya perintahan atasannya itu," ujarnya.

Ia menyebutkan selama ini akses komunikasi dan jejak digital komunikasi para polisi di lapangan tersebut sepertinya belum dibuka oleh Komnas HAM. Padahal disana ada jejak digital yang bisa menjadi petunjuk.

"Sebelum jejak tersebut dihilangkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, jejak digital itu harus diamankan. Apalagi Komnas HAM sendiri mengindikasikan adanya unlawfull killing (pembunuhan di luar proses hukum) terhadap anggota ll FPI," tandas Neta. (G-2)

 

BACA JUGA: