JAKARTA, GRESNEWS.COM - Desakan para aktivis lingkungan agar pemerintah meninggalkan energi kotor batubara tampaknya akan menemui jalan buntu. Pasalnya pemerintah sepertinya tetap akan menggunakan energi batubara dengan alasan murah.

Hal itu disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)dalam Seminar Indonesia dan Diversifikasi Energi, Menentukan Arah Kebijakan Energi Indonesia, Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (14/4). JK mengakui setiap sumber energi punya kelebihan dan kekurangan. Misalnya batu bara (coal) yang harganya murah, namun termasuk energi yang tak ramah lingkungan karena kotor. Saat ini Indonesia masih pakai batu bara sebagai sumber Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Hadir dalam acara antara lain Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Perindustrian Saleh Husin, Syamsu Alam dari PT Pertamina, Anggota Dewan Energi (DEN) Nasional, dan para pelaku sektor energi. "Coal adalah energi paling kotor di dunia ini, tapi paling murah walaupun dia tidak sefleksibel BBM, di AS 50% energi listrik pakai coal, China juga," kata JK.

JK mengatakan, selain batu bara, ada sumber energi lain yang lebih bersih dari ramah lingkungan yaitu gas alam. Namun sayangnya Indonesia punya sekalahan karena tak menyiapkan infrastruktur seperti terminal penerima LNG. Hal ini karena Indonesia sudah terbiasa dengan subsidi BBM yang harganya murah. "Kita termakan kebijakan kita sendiri. Itu masalahnya," katanya

JK mengatakan meski gas punya kelebihan bersih dan ramah lingkungan namun harganya cenderung fluktuatf karena faktor geopolitik. "Kita beruntung kita negara awal setelah Brunei ekspor LNG, sekarang kita dikalahkan Qatar," katanya.

Selain batu bara dan gas, ada sumber energi lain yang juga bersih yaitu panas bumi atau geotermal. Menurut JK, geotermal masuk dalam energi baru terbarukan.

"Masalahnya tempatnya tidak bisa dipindahkan. Murah harganya, bersih, tapi investasinya mahal. Indonesia punya potensi 40.000 MW, salah satu terbanyak di dunia selain Selandia Baru," katanya.

Sebelumnya, perwakilan lembaga lingkungan hidup nasional yang terdiri dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dan Greenpeace mendesak pemerintah menghentikan penggunaan batubara sebagai sumber energi. Pasalnya, produksi batubara menghasilkan energi kotor yang berdampak pada pencemaran lingkungan dan perubahan iklim.

Kepala Unit Riset Walhi sekaligus Koordinator Kampanye Batubara Pius Ginting mengatakan, pada tahun 2000 sebenarnya organisasi lingkungan hidup telah mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk meninggalkan batubara dan beralih ke sektor energi terbarukan. Namun, faktanya hingga kini, permohonan tersebut tidak direspons dan direalisasikan pemerintah.

"Sejak tahun 2000 Walhi telah meminta pemerintah tidak lagi memproduksi batubara. Namun hingga 2014 produksi batubara kian meningkat," kata Pius di Jakarta, Jumat (10/4) lalu.

Pius mengaku khawatir dengan paradigma klasik pemerintah yang terus menggenjot pendapatan ekspor dari hasil batubara. Untuk itu, ia meminta sebaiknya pemerintah tidak menempatkan Indonesia sebagai sumber bahan bakar batubara global.

Seperti diketahui, Indonesia dikenal sebagai pelaku ekspor batubara yang cukup eksis di ranah global. Sebagai contoh, Pius menyebut, 85 persen produksi batubara Indonesia sering diekspor ke negara Asia seperti Jepang dan Cina.

Pius menekankan, alasan lain bagi pemerintah untuk segera meninggalkan batubara adalah menurunnya angka permintaan ekspor dari negara-negara Asia seperti Cina dan Jepang.

Pius mencontohkan, penurunan angka permintaan batubara kini gencar dilakukan Cina. Dengan kata lain, kebijakan di sektor batubara saat ini tidak progresif karena negara lain sekarang sudah mulai meninggalkan batubara dan beralih ke pengelolaan industri berbasis ramah lingkungan.

"Secara perlahan Cina mulai menurunkan permintaan produk ekpor batubara Indonesia. Artinya, potensi ancaman batubara dan dampaknya semakin nyata," ujar Pius.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Hendrik Siregar menuturkan, batubara seharusnya ditinggalkan karena tidak ramah bagi eksistensi lingkungan dan masyarakat. Hendrik pun menegaskan, kebijakan pemerintah Jokowi-JK menjadikan batubara sebagai sumber energi utama perlu dikaji ulang. (dtc)

BACA JUGA: