JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kebijakan pemerintah Jokowi-JK yang masih saja "kecanduan" batubara dengan menjadikannya sebagai sumber energi nasional dinilai terjadi karena adanya kepentingan bisnis dan politis. Hal yang sama juga menjadi alasan mengapa batubara masih menjadi sumber utama penerimaan negara.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Hendrik Siregar mengatakan, kebijakan pemerintah mengandalkan batubara untuk energi tersebut bukan semata-mata untuk kelistrikan nasional melainkan kepentingan para pengusaha batubara. Sesuai peta politik saat ini, Hendrik meyakini eksekutif masih dibentengi pengusaha tambang batubara.

Ia menyebut, misalnya, Kepala staf Kepresidenan Luhut Pandjaitan sebagai pemilik perusahaan tambang batubara yakni Toba Bara di Kalimantan Timur. "Ada tiga izin tambang milik Luhut yang kini sedang beroperasi di Kalimantan Timur dan dikategorikan sebagai produsen tambang batubara yang lumayan besar. Terbukti, lembaga eksekutif saat ini masih dilingkari kepentingan pengusaha batu bara," kata Hendrik dalam acara di diskusi di Dapur Selera, Tebet, Jakarta, Jumat (10/4).

Kemudian, Hendrik juga menyebut nama Menteri Perdagangan RI saat ini Rachmat Gobel. Gobel ditenggarai mempunyai kepentingan bisnis karena merupakan pemegang 16,5 persen saham perusahaan batubara Churchill Mining Ltd.

Berdasarkan peta politik tersebut, Hendrik mengungkapkan, alasan pemerintah saat ini masih menjadikan batubara sebagai prioritas karena sarat kepentingan pengusaha-pengusaha bisnis tersebut. Hendrik menilai, pemerintah sejauh ini belum menyadari dampak batubara yang semakin mengancam lingkungan dan kehidupan masyarakat.

Ironisnya, kekhawatiran tersebut bertolak belakang dengan rencana pemerintah yang ngotot membangun pembangkit listrik 35 ribu megawatt di mana 60 persen komponennya terdiri dari kandungan energi kotor batu bara. "Ancaman dan bahaya tersebut menjadi alasan mendasar pemerintah tidak menjadikan batu bara sebagai sumber energi nasional utama," tegas Hendrik.

Menurut Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Arif Fiyanto, batubara merupakan bahan bakar fosil terkotor di dunia. Artinya, secara global batubara menyumbang lebih dari separuh emisi gas rumah kaca yang secara langsung berdampak pada perubahan iklim.

Untuk itu, Arif menegaskan, kebijakan pemerintah Jokowi-JK terkait program 35 ribu Megawatt mustahil tercapai. "Visi mencapai kedaulatan energi tidak mungkin tercapai bilamana pemerintah masih mengandalkan energi kotor seperti batubara sebagai sumber energi nasional," ucap Arif.

Solusinya, pemerintah diharapkan dapat menggunakan energi terbarukan seperti biofuel atau bahan bakar hayati berupa bahan bakar (baik padat, cair, dan gas) yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Adapun energi terbarukan lainnya yang dapat dijadikan alternatif sumber adalah energi panas bumi atau geothermal berupa energi thermal (panas) yang dihasilkan dan disimpan di dalam bumi.

"Energi panas bumi diyakini cukup ekonomis, berlimpah, berkelanjutan, dan ramah lingkungan," kata Arif.

BACA JUGA: