JAKARTA, GRESNEWS.COM - Indonesia hingga kini masih mengandalkan sumber batubara sebagai sumber energi nasional khususnya dalam pembangunan PLTU seperti yang akan dibangun pemerintah di Batang yang sampai kini terus menuai penolakan warga. Namun, keberlanjutan penggunaan batubara akan kembali dipertimbangkan dan dikaji dalam penyelenggaraan KAA di Bandung dan Jakarta tanggal 19-24 April 2015 nanti.

Perwakilan Tetap RI (PTRI) di New York bidang Financing and Economy Purnomo Chandra mengatakan, akan direncanakan suatu perspektif bersama negara Asia-Afrika terkait pengalihan jenis batubara ke sumber energi terbarukan. Bahkan, Chandra menekankan, pengalihan ke sumber energi terbarukan menjadi suatu keharusan.

"Pengalihan berbasis sumber energi terbarukan menjadi suatu keharusan bagi negara-negara anggota Asia-Afrika mengingat kegiatan ekstraksi selama ini batubara tidak layak lingkungan. Itu adalah fakta yang selama ini terjadi," ucap Chandra di Gedung Kementerian Luar Negeri, Kamis (16/4).

Chandra menambahkan, pengalihan tersebut tetap harus dilakukan selama belum adanya inovasi teknologi pengolahan batubara yang berbasis ramah lingkungan. Ia menilai, pemerintah Indonesia harus segera mengambil langkah antisipasi mengingat kebutuhan energi listrik Indonesia dominan berasal dari batubara.

"Pengolahan batubara bisa berlanjut kalau telah ada inovasi teknologi ekstraksi yang ramah lingkungan. Hal ini perlu diantisipasi pemerintah melalui ketersediaan pasokan energi ramah lingkungan yang cukup karena kedepannya kebutuhan tenaga listrik akan terus meningkat," jelas Chandra.

Dalam kesempatan berbeda, Kepala Unit Riset Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) sekaligus Koordinator Kampanye Batubara Pius Ginting mengatakan, kini saatnya pemerintah Indonesia harus mengubah paradigma lama berkaitan dengan penggunaan energi batubara.

Pius mengatakan, Indonesia dapat mengambil contoh negara di kawasan Asia lainnya seperti China dan Jepang yang telah beralih ke sektor energi terbarukan dan pengelolaan energi berbasis ramah lingkungan. Usulan tersebut, lanjut Pius, sebenarnya telah disampaikan kepada pemerintah sejak tahun 2000 lalu.

"Sejumlah organisasi lingkungan hidup telah mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk meninggalkan batubara beralih ke sektor energi terbarukan," kata Pius.

Pius menjelaskan, Indonesia hingga kini masih bertindak sebagai pelaku ekspor batubara yang cukup eksis di ranah global. Sebagai contoh, Pius menyebut, 85 persen produksi batubara Indonesia sering diekspor ke negara Asia seperti Jepang dan China.

Mengingat bahaya dan ancamannya, Pius menilai, Indonesia sudah saatnya beralih sebagai produsen energi batubara. Terbukti, belakangan ini langkah tersebut sudah terlebih dahulu diambil oleh China dan Jepang yang notabene masuk kategori produsen utama batubara di Asia.

China dan Jepang, lanjut Pius, secara perlahan mulai meninggalkan batubara. Hal itu diukur dari menurunnya angka permintaan ekspor China dan Jepang terhadap produksi batubara Indonesia.

Pius mencontohkan, penurunan angka permintaan batubara kini gencar dilakukan China. Dengan kata lain, kebijakan di sektor batubara saat ini tidak progresif.

"Secara perlahan China mulai menurunkan permintaan produk ekpor batubara Indonesia. Artinya, potensi ancaman batubara dan dampaknya semakin nyata," ucap Pius.

BACA JUGA: