JAKARTA, GRESNEWS.COM - Politisi Partai Demokrat Gede Pasek Suardika tidak terima disudutkan oleh berbagai opini yang menyebut dirinya sebagai pemecah belah Partai Demokrat. Pasek dituding demikian lantaran berani mencalonkan diri sebagai ketua umum partai berlambang bintang mercy itu menantang kandidat incumbent Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pasek kemudian menuding balik bahwa justru para pendukung SBY-lah yang telah memecah belah Partai Demokrat. Berdasar sejarahnya, kata Pasek, partai berlambang bintang mercy ini sebenarnya selalu mengalami pergantian ketua umum pada setiap masanya.

"Dalam iklim Demokrat yang selalu dinamis ini belum tumbuh kedewasaan," ujar Pasek dalam dialog "Dinamika Politik Demokrat" di Ruang Wartawan DPR RI, Senayan, Kamis (7/5).

Beberapa pihak bahkan memaknai perbedaan tersebut laiknya akan ada "perang". Para pengkritik SBY, termasuk dirinya dicap sebagai pembuat kericuhan. Padahal, kata Pasek, partai merupakan tempat berbeda pendapat dan mengembangkan diri.

Namun nyatanya, setiap peluang kritis yang ada selalu ditekan. "Saya maju karena mau menguji perubahan demokrasi di partai kami," katanya.

Melihat lagi ke belakang, kata Pasek, saat Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat lalu SBY datang secara khusus untuk meminta semua kader mendukungnya secara aklamasi. Hal ini disepakati dengan beberapa catatan pengakomodiran pendukung calon-calon rivalnya.

"Tapi yang terjadi sekjen malah dipilih Mas Ibas, padahal katanya dia mau studi ke Amerika," katanya kesal.

Deal-deal politik, dan pengakomodiran yang dijanjikan pun digusur, dan mayoritas hilang. Akhirnya permasalahan pun merembet ke DPC, dimana terjadi pemecatan sepihak dengan alasan permasalahan hukum. Para ketua DPC pun tersinggung karena hal ini dianggap menurunkan kredibilitas.

"Tapi saya yakin ini bukanlah ulah SBY tapi garda dua-nya, yang berlindung dan memanfaatkan nama SBY," katanya.

Keputusan memecat para ketua DPC ini dianggapnya tak menggunakan mekanisme yang tepat. Ia mengaku pernah protes langsung ke SBY dan didengarkan sampai SBY tak ingin tanda tangan pemecatan, artinya, SBY tak antikritik.

"Saya pernah dipecat, tapi oleh Syarief Hasan, bukan SBY," katanya.

Ia pun menawarkan solusi tengah dimana SBY tetap diletakkan sebagai Ketua Dewan Pembina yang memiliki hak-hak khusus dengan mengondisikan AD/ART. Namun kursi ketua umum tetap diberikan pada kader yang lain agar terdapat ruang kompetisi di Partai Demokrat.

"Nanti kewenangan ketua umum bisa dikurangi asal anaknya diberi ruang kompetisi, semoga ini bisa mengurangi rasa curiga kita," katanya.

Karena itu, kata Pasek, dia meminta panitia kongres tak membuat tata tertib yang aneh dengan meminta bukti tertulis bermaterai dukungan calon minimal 30 persen peserta kongres. "Ini malah membuat demokrasi tak hidup, padahal napasnya kan jujur, rahasia, dan adil," katanya

Hal senada juga disampaikan peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes. Dia mengatakan, kesalahan Partai Demokrat adalah saat mencap seseorang sebagai pembangkang hanya lantaran kerap mengritik kebijakan partai.

Partai Demokrat, kata Arya, harus melakukan penyelesaian internal untuk mempersiapkan kompetisi yang lebih besar pada Pilkada dan Pemilu nanti. "Demokrat harus ada persiapan kelembagaan karena basis pemilihnya kini mengambang, bisa-bisa saat pilpres suaranya hilang," ujarnya dalam kesempatan tersebut.

Di sisi lain, Ketua DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan menyatakan, kesiapan kongres berjalan lancar. Dinamika yang terlihat di permukaan partai Demokrat dinilainya hanya sebagai guncangan wajar setelah 10 tahun berkuasa di pemerintahan.

Namun, ia memastikan secara tersirat, Demokrat akan terus berjuang dengan dikomandoi tokoh yang sama. "Kita masih tetap bertarung di lintasan tapi hanya boleh ganti roda, pembalap tetap di sana karena dia yang akan terus memacu mobil memenangkan pertarungan," katanya.

BACA JUGA: