JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memprotes Media Australia yang dinilai memelintir pernyataan Delegasi Indonesia soal moratorium hukuman mati.

Dalam pmberitaannya, Media Australia mengatakan pemerintah Indonesia akan memberlakukan penangguhan (moratorium) hukuman mati kepada pelaku narkoba termasuk dua warga negaranya yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

"Pemberitaan Media Australia itu tidak benar karena Indonesia tidak pernah mengeluarkan statement mengenai pemberlakuan moratorium hukam mati," tegas Retno di Gedung Pancasila Kemlu, Jakarta, Jum´at (6/3).

Terkait hal itu, Retno telah melakukan klarifikasi bersama Duta Besar Indonesia di Swiss. Dalam percakapan via telpon, lanjut Retno, Dubes Indonesia di Swiss mengklarifikasi bahwa tidak ada pernyataan yang menyebut Indonesia akan memberlakukan moratorium hukuman mati.

Berikut petikan lengkap isi pemberitaan salah satu Media Australia, The Sydney Morning Herald: "Indonesian diplomats have told a global human rights summit that a moratorium on the death penalty could be reintroduced - just as the country prepares to execute drug criminals, including Australians Andrew Chan and Myuran Sukumaran".

Selain itu, pihak Kemlu juga turut mempersalahkan press summary yang dikeluarkan Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB. Dalam websitenya, Komisaris Tinggi HAM PBB, sempat mengeluarkan statement bahwa ada keinginan Pemerintah Indonesia memberlakukan moratorium hukuman mati.

Terkait hal itu, Pemerintah Indonesia berhasil mendesak Komisaris Tinggi HAM PBB merevisi keterangan persnya sesuai pernyataan sebenarnya yang disampaikan Delegasi Indonesia. "Versi yang diupload dalam website kantor Komisaris Tinggi HAM tersebut sudah direvisi sesuai pernyataan delegasi Indonesia," ujar Retno.

Juru Bicara Kemlu Arrmanatha Nasir menegaskan Pemerintah Indonesia sampai saat ini tidak memberlakukan moratorium hukuman mati. Arrmanatha mempersoalkan pemberitaan miring yang dilakukan Media Australia. "Kutipan soal moratorium hukuman mati di Indonesia itu tidak benar dan merupakan kesalahan Media Australia," kata Arrmanatha.

BACA JUGA: