JAKARTA, GRESNEWS.COM - DPR mengaku  memiliki sejumlah catatan atas minimnya program Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) terkait  penanganan isu separatis dan persoalan perbatasan. Padahal menjaga Kedaulatan Negeri Persatuan Republik Indonesia merupakan poin utama yang harus digenjot Kemenlu dalam prioritas hubungan luar negeri Indonesia.

Mengingatkan Kemenlu, anggota Komisi I, Supiyadin menyatakan kesadaran Kemenlu harus dibuka atas kelompok-kelompok  separatism. Dimana mereka juga memiliki kelompok bersenjata dan politiknya sendiri yang bertugas untuk lobi-lobi politik luar negeri. "Kemenlu harus waspada adanya bantuan moral dari luar negeri ke gerakan separatis di Indonesia," katanya.

Ia menyontohkan Carlos Filipe Ximenes Belo yang menerima Penghargaan Perdamaian Nobel 1996, untuk usaha "menuju penyelesaian yang adil dan damai atas konflik di Timor Timur". Padahal di Indonesia, Carlos dianggap menjadi salah satu provokator lepasnya Timor-Timor.  "Mereka ini bisa dapat dukungan di luar negeri karena ada golongan politik yang berjuang di area diplomasi," katanya.

Padahal, di satu sisi pemerintah dan kemampuan TNI juga dibatasi aturan-aturan main. Sehingga tak bisa langsung memberantas gerakan separatis.

Tanggapan miring terhadap Kemenlu  juga disampaikan atas program menjaga kedaulatan. Sebab, program yang dipaparkan hanya sebatas menjaga kedaulatan batas wilayah secara nyata. "Pemahaman ibu masih sangat konservatif dan tradisional," kata Ketua Komisi IV Mahfuz Shidiq dalam kesempatan yang sama.

Sebab seiring perkembangan teknologi, masalah kedaulatan bukan hanya soal batas wilayah. Tetapi intervensi dan ekspansi yang telah memasuki ruang non fisik, misalnya kedaulatan wilayah maya. "Melalui e-commerce banyak perusahaan dunia yang tak berdiri di Indonesia tapi mengambil keuntungan besar di Indonesia, Google contohnya, belum lagi cyber crime. Ini harus menjadi perhatian Kemenlu," katanya.


Menanggapi pernyataan Komisi IV, Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi menyatakan bahwa pihaknya memang harus meniadakan kondisi kondusif yang memunculkan adanya isu sparatis dan persoalan perbatasan.

Sehingga ia mengaku menekankan tugas para diplomat Indonesia di luar negeri untuk membentengi dukungan pihak luar bagi gerakan separatis di Indonesia. Untuk itu, Kemenlu telah memperkuat kemitraan dengan negara-negara Pasifik Selatan guna menangkis gerakan separatis dan memberi pemahaman negara-negara tersebut agar tak mendukung sepratis di Indonesia.

"Aksi Presiden menghadiri beberapa perayaan keagamaan, seperti natal di Papua kemarin juga merupakan upaya pencegahan," katanya  saat Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi I DPR RI di Ruang Rapat Komisi I, Senayan, Kamis (12/2).

Terkait masalah perbatasan, Menlu menyampaikan keberhasilannya menjadi koordinator perundingan batas maritim. Secara garis besar, 65 persen persoalan batas kemaritiman telah dapat diselesaikan Kemenlu. Sedang untuk batas darat negara, akan dikoordinasikan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Tentang batas maritim, sudah ada roadmap dan komunikasi dengan negara tetangga mengenai perlunya perundingan batas disegerakan," katanya.

Misalnya saja dengan Vietnam tentang perundingaan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) yang harus dipercepat. Kunjungan ke Manila pun sepakat melaksanakan perundingan landas batas continen. Juga dengan Malaysia yang telah melakukan perundingan ZEE dan landas batas continen pada tanggal 26 Februari 2015 nanti. "Untuk memperlancar negosiasi, kami menunjuk chief negosiator untuk memberi political push saat negosiasi," katanya.

BACA JUGA: