JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pembentukan Tim Reformasi Tata Kelola Migas dinilai bukan mereformasi tata kelola bisnis migas di Indonesia. Tetapi tim tersebut dibentuk untuk kelompok tertentu yang berupaya melakukan liberalisasi di sektor migas dari hulu hingga hilir.

Peneliti Indonesia For Global Justice (IGJ) Salamudin Daeng menilai seharusnya Tim Reformasi Tata Kelola Migas melakukan pembenahan sistem dalam suply chain antara PT Pertamina (Persero) dengan anak usahanya yaitu PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Bukannya memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk membekukan Petral.

Menurutnya dengan membekukan Petral sama saja memberlakukan liberalisasi di sektor migas. "Siapa yang bisa memastikan pasokan Pertamina ketika Petral dibekukan. Kalau rantai pasokan Pertamina diganggu ini akan berdampak kepada sektor migas Indonesia," kata Salamudin, Jakarta, Sabtu (6/12).

Seharusnya Tim Reformasi Tata Kelola Migas bukan mengganggu kinerja dari Pertamina, tapi tim melakukan investigasi kepada perusahaan asing seperti Chevron atau Total. selain itu jika ingin melakukan pembersihan unsur korupsi di sektor migas khususnya di Pertamina dan di Petral.

Selain membekukan Petral, ternyata Tim Reformasi Tata Kelola Migas juga memberikan rekomendasi agar Petral dipindahkan ke Indonesia. Salamudin menilai tidak akan ada perbankan yang akan mendanai transaksi impor yang dilakukan oleh Petral karena dalam melakukan transaksi menghabiskan dana sebesar US$5 miliar. Sedangkan dalam peraturan Bank Indonesia, perbankan nasional tidak diperbolehkan memberikan pendanaan sebesar US$5 miliar. Disatu sisi, kapasitas kilang Indonesia masih dalam kondisi terbatas.

"Ini kenapa BUMN yang diobok-obok ? Ini kan rantai pasokannya dikuasai oleh BUMN. Kalau BUMN dihancurkan berarti diserahkan ke swasta. Ini kan semangatnya liberalisasi," kata Salamudin.

Salamudin menilai seharusnya tim yang dipimpin oleh Faisal Basri tersebut dibubarkan karena tim tersebut sarat akan kepentingan kelompok tertentu. Dia menilai tim tersebut saat ini tidak memiliki kekuasaan sebab dibawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Apalagi saat ini banyak lembaga birokrasi yang berkecimpung di dunia migas seperti BPH Migas dan SKK Migas. Menurutnya semakin banyak lembaga yang berkepentingan di dunia migas bukan malah membuat sektor migas menjadi produktif tetapi malah mengganggu jalannya operasional migas dengan jalur birokrasi.

"Faisal Basri harus tahu diri. Orang ini sangat liberal. Setiap saya menggugat UU yang berbau liberalisasi, saya selalu berhadapan dengan Faisal Basri," kata Salamudin.

Sementara itu, Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi menjelaskan mafia migas dapat dikategorikan secara individu atau segerombolan orang yang memburu rente. Dalam pelaksanaannya, mafia migas memanfaatkan kelemahan tata kelola dan kedekatan dengan para pengambil kebijakan. Hal itu dapat dikenali dengan adanya berbagai indikasi-indikasi letak perbedaan data-data yang terkait produksi migas.

Dia mengatakan timnya akan memprioritaskan dua hal yaitu menganalisis dan mengevaluasi tata kelola yang ada. Hasil evalauasi akan dijadikan dasar perbaikan dasar dalam perbaikan undang-undang. Selain itu isu tentang Petral dan pembangunan kilang juga akan menjadi prioritas tambahan.

"Kami berharap dengan adanya tata kelola migas dapat memperbaiki bisnis dunia migas dan memagari mafia migas agar tidak masuk sistem," kata Fahmy.

BACA JUGA: