JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi VI DPR RI meragukan keberanian Presiden Jokowi dan PT Pertamina (Persero) melawan mafia migas demi mengambil alih ladang-ladang minyak yang ada di Indonesia. Sebab setiap pergantian presiden, menteri dan Direktur Utama Pertamina praktek-praktek mafia migas tidak pernah dapat dibasmi.

Anggota Komisi VI DPR RI Zulfan Lindan mempertanyakan tingginya disparitas pertamax di Indonesia dengan negara tetangga. Ia menceritakan saat dirinya berkunjung ke Malaysia harga Pertamax hanya 1,5 Ringgit Malaysia, jika diubah dalam kurs rupiah sebesar Rp5500.Namun harga produk yang sama di Indonesia bisa mencapai Rp 8000.

Menurut dia mahalnya harga Pertamax di Indonesia karena ada sistem permainan mafia migas yang membuat harga minyak di Indonesia menjadi mahal. Menurutnya selama ini Pertamina tidak bisa melawan mafia migas. Bahkan Presiden pun harus berpikir untuk atau rugi jika harus melakukan nasionalisasi aset. Seperti aset Blok Mahakam dan Blok Cepu.

"Mungkin Presiden sekarang lagi mikir-mikir mencari cara apakah membiarkan mafia migas atau mencegah mafia migas," kata Zulfan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Pertamina (Persero) dan PT PGN (Persero) Tbk di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (7/4).

Sementara itu, pengamat  Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean menilai saat ini pemerintah kesulitan menentukan sikap untuk mengambil alih Blok Mahakam. Berlarut-larutnya pemerintah memutuskan Blok Mahakam diduga karena ada uang suap dari Total E&P dan Inpex. Selain itu juga diduga ada intervensi mafia migas yang menekan antek-anteknya di kabinet sehingga mereka gamang mentukan sikap.

Menurutnya berlarut-larutnya keputusan pengambilalihan Blok Mahakam telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat Kalimantan Tengah dan berpotensi menimbulkan kemarahan rakyat atas sikap tidak jelas dari pemerintah.

Dia mengaku curiga terhadap ketidakjelasan sikap pemerintah yang sepertinya mengulur waktu sehingga sampai pada titik kritis dan ujungnya karena alasan kesinambungan produksi, kontrak diperpanjang dan hanya menyerahkan saham 51 persen pada Pertamina. "Ini akal-akalan namanya, Mahakan jangan jadi makam bagi Trisakti dan Nawa Cita," kata Ferdinand.

BACA JUGA: