JAKARTA, GRESNEWS.COM - Program pemerintah Jokowi  untuk memberikan jaringan pengaman terhadap warga tidak mampu dengan penerbitan tiga kartu, Kartu Indonesia Sehat, Kartu indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) menuai kritik. Salah satunya datang dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menganggap program tiga kartu sakti Jokowi dianggap ilegal, karena tidak dikoordinasikan dengan DPR.

Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) punya pendapat berbeda. Wakil Ketua KPK Zulkarnaen menganggap Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang diterbitkan mantan Gubernur Jakarta itu harus didukung semua pihak demi kepentingan rakyat.

Selain itu, Zul juga menganggap hingga saat ini pihaknya tidak melihat ada kejanggalan atau indikasi tindak pidana korupsi. Menurut pria kelahiran Agam, Sumatera Barat 62 tahun lalu itu, KPK harus menemukan beberapa faktor suatu program atau kegiatan terindikasi korupsi.

‎"Tidak sesederhana itu dikatakan korupsi. Itu kan tugasnya untuk kepentingan rakyat memberikan KIS, KIP dan KKS," kata Zulkarnain saat dihubungi wartawan, Kamis (6/10) malam.

Zul meminta semua pihak untuk tidak terlalu berlebihan menanggapi program itu. Karena, tiga kartu sakti itu diluncurkan demi kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi Jokowi, maupun oknum-oknum lainnya. "Kartu itu‎kan untuk kepentingan kita. Apakah ada uang negara yang dia (Jokowi) rugikan untuk kepentingan sendiri. Jadi jangan terlalu curiga dan berlebih lebihan melihat itu," ujarnya.

Mantan Koordinator Staf Ahli Jaksa Agung ini mengaku KPK akan mendukung program perdana Jokowi terkait kartu yang bisa membuat masyarakat mudah menjangkau akses kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan itu. Sedangkan mengenai belum adanya anggaran untuk kartu tersebut adalah masalah teknis yang masih bisa diperbaiki sambil berjalannya program tersebut.‎
‎‎
Sebelumnya Menteri Sekretaris Negara Pratikno menjawab kritik yang dilontarkan politisi terkait biaya menjalankan program kartu sakti itu. ‎Menurut Pratikno, penerbitan semua kartu itu sama sekali tidak memakan anggaran negara, melainkan dari dana tanggung jawab sosial sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Itu kan sudah jalan, tapi itu kan bantuan dari berbagai pihak. Itu CSR dari BUMN, tidak masuk APBN," ujar Pratikno, saat dijumpai di Hotel Grand Clarion, Makassar, seusai mendampingi
Presiden Joko Widodo melakukan blusukan, Rabu (5/11) malam.

Pratikno meminta  DPR tidak terburu-buru menghakimi anggaran penerbitan kartu tersebut. Karena pemerintah saat ini hanya berusaha memenuhi kepentingan masyarakat dengan anggaran yang sudah tersedia. Selain itu, yang terpenting saat ini adalah fokus pada kelancaran penyelenggaran program KIS, KIP, dan KKS.

Menurut Pratikno, penggunaan dana corporate social responsibility (CSR) BUMN ini hanya untuk sementara. Untuk tahun berikutnya, pengadaan KIS, KIP, dan KKS akan dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mempertanyakan tender fisik kartu pada program Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Sebab, program itu tidak dikoordinasikan terlebih dahulu dengan DPR. Apalagi, jika dikalkulasi biaya yang dikeluarkan negara dalam program tersebut mencapai triliunan rupiah.

"Kartunya saja itu kan mesti ditender. Kartu itu satu bisa seharga Rp 5.000. Ini Rp 5.000 kali 15 juta orang, sudah berapa coba? Program di atas 1 miliar saja harus ditender, apalagi yang triliunan. Kan negara ini enggak main-main ya," katanya.

Fahri menyayangkan program yang disebut-sebut andalan pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla tersebut tidak dibicarakan terlebih dahulu dengan parlemen. Karena, dalam program itu tidak ada nomenklatur belanja negara yang tidak ada dasar undang-undangnya boleh dilegalkan. Oleh karena itu, dalam waktu dekat ia mengklaim akan meminta jawaban Presiden Jokowi terkait program tersebut.

BACA JUGA: