JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo meluncurkan tiga ´kartu sakti´, yaitu Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) pada Kamis (3/11) lalu. Bersamaan dengan peluncuran itu, Jokowi menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sehat untuk Membangun Keluarga Produktif.

Namun, Ketua Kebijakan Publik Partai Bulan Bintang (PBB) Teddy Gusnaidi menyangsikan Inpres Nomor 7 itu dibuat dan ditandatangani pada 3 November 2014, bersamaan dengan peluncuran tiga ´kartu sakti´ tersebut. Teddy menduga, Inpres dibuat di atas tanggal tersebut untuk mencari pembenaran terhadap dasar hukum program yang dipertanyakan oleh sejumlah pihak alias backdated.

"Saya meragukan Inpres Nomor 7 tahun 2014 itu diterbitkan pada tanggal 3 seperti yang tertuang dalam dokumen itu," kata Teddy kepada Gresnews.com, Senin (17/11).

Teddy mengatakan, Inpres backdated itu diduga dibuat untuk menutupi kesalahan para menteri yang tidak sinkron menjawab dasar hukum program ´kartu sakti´ tersebut. Ia mengaku punya alasan untuk menduga penerbitan Inpres "kartu sakti" Jokowi itu dibuat backdated.

Pertama, pemberitahuan terbitnya Inpres baru dilakukan pada 13 November 2014. Sementara tiga ´kartu sakti´ sudah dilaunching sejak 3 November 2014. "Padahal dasar hukum program itu kerap dipertanyakan publik," ujarnya.
 
Kedua, pada 4 November 2014, sehari setelah peluncuran ´kartu sakti´ tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, menyatakan masih menyiapkan landasan hukumnya. "Kalau Inpres ada, seharusnya Puan mengetahui karena di dalam Inpres tersebut Presiden memberikan intruksi khusus kepada kementerian yang dipimpinnya," ujar Teddy.

Ketiga, kalau benar Presiden Jokowi sudah menandatangani Inpres pada 3 November 2014, tentu Sekretaris Kabinet (Seskab) dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) mengetahuinya. Kenyataanya, pada 5 November 2014, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan penerbitan KSKS, KIP, dan KIS tidak menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Kedua menteri malah menyatakan dananya dari tanggung jawab sosial (CSR) sejumlah badan usaha milik negara (BUMN). "Kalau Menteri Luar Negeri tidak tahu keberadaan Inpres itu mungkin masih dapat dimengerti," sindirnya.

Menjadi aneh, kata Teddy, ketika Mensesneg yang bersentuhan langsung dengan surat dan instruksi-instruksi Presiden tidak tahu pada saat itu. Begitu juga dengan Sekretariat Kabinet yang salinan dalam Inpres itu ditandatangani olehnya. Ia menduga, tanggal 5 November 2014 itu pun sebenarnya Inpres Jokowi belum pernah ada.

Keempat, pada 7 November 2014 Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tidak menyebutkan adanya Inpres Nomor 7 tahun 2014 saat menjawab tentang tidak adanya payung hukum untuk tiga program ´kartu sakti´. Menurut JK, KIS diambil dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2014.

Selanjutnya pada 8 November 2014, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Eva Kusuma Sundari  menyatakan bahwa sumber ´kartu sakti´ bukan dari dana CSR seperti yang diungkapkan Mensesneg. Menurut Eva, pendanaan itu berasal dari APBN Perubahan 2014 pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sedangkan payung hukumnya adalah UU SJSN, UU BPJS dan Perpres.

Masih pada 8 November 2014 tengah malam, Mensesneg Pratikno meralat pernyataannya, bahwa pendanaan ´kartu sakti´ itu berasal dari APBN-P. Ia juga membantah bahwa dirinya pernah mengatakan pendanaan ´kartu sakti´ itu bukan dari APBN tapi dari dana CSR.

Kesimpulannya, pernyataan antara yang satu dengan lainnya simpang siur. Artinya sampai tanggal 8 November 2014 Inpres itu sebenarnya belum lahir.

Hal tersebut, menurut Teddy, sangat berbahaya bagi Presiden dan para menterinya. "Jika diusut maka akan berdampak tidak baik. Sebaiknya tiga program kartu sakti ini dipending dulu, sebelum semuanya berimplikasi hukum," tegasnya.

Menyikapi tudingan ini, politisi PDIP Eva Sundari hanya berkata singkat. "Isih latihan, Insyallah membaik," kata Eva kepada Gresnews.com, Senin (17/11). Sementara politisi PDIP lainnya, Pratikno belum memberikan tanggapan ketika di konfirmasi terkait hal tersebut.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi menyatakan telah menandatangani Inpres pada 3 November 2014 lalu. Inpres ini ditujukan kepada beberapa kementerian diantaranya Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Dirut BPJS Kesehatan, para Gubernur, dan para Bupati/Walikota.

Kepada para menteri dan kepala lembaga negara tersebut, Jokowi menginstruksikan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program tiga kartu sakti tersebut.

Khusus kepada Menko PMK, Presiden menginstruksikan untuk meningkatkan koordinasi pelaksanaan dan pengawasan dengan melibatkan menteri terkait, gubernur, bupati/wali kota, dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

BACA JUGA: