JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kebijakan pemerintah mengeluarkan tiga kartu ´sakti´ yaitu Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Keluarga Sehat (KKS) merupakan kompensasi dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang diumumkan pekan ini. Namun banyak masyarakat yang kecewa dengan penggunaan kartu tersebut sehingga menilai ketiga kartu sakti tersebut tidak ada manfaatnya.

Sekretariat Jenderal Asosiasi Pekerja (ASPEK) Indonesia Sabda Pranawa Djati mengatakan apalagi selama ini para buruh sudah memiliki kartu Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Menurutnya meskipun pemerintahan Jokowi sudah mengeluarkan KIS, sebenarnya kartu itu sama dengan BPJS Kesehatan namun dikemas oleh pemerintah dengan berganti nama.

Sedangkan untuk KIP, Sabda menilai tidak semua para buruh mendapatkan KIP. Padahal pemerintah sudah menerapkan masyarakat yang menerima ketiga kartu tersebut adalah masyarakat miskin dan rentan miskin. Bahkan menurutnya hingga sekarang masih banyak masyarakat yang mendapatkan ketiga kartu tersebut masih sering terkendala dalam penggunaannya.

"Terus terang kami kecewa kalau Jokowi melakukan itu (menaikan harga BBM)," kata Sabda kepada Gresnews.com, Jakarta, Rabu (19/11).

Sementara itu, peneliti dari Wiradata Indonesia Wisnu Agung Prasetya menilai janji pemerintahan Jokowi kepada masyarakat ketika terjadinya kenaikan harga BBM, maka masyarakat miskin akan mendapatkan kompensasi berupa tiga kartu sakti. Padahal kartu-kartu tersebut merupakan program perlindungan sosial dan itu memang tugas dari pemerintah untuk mensejahterahkan rakyatnya.

"Jangan dikaitkan dengan sumber pembiayaannya, yakni subsidi BBM," kata Wisnu kepada Gresnews.com.

Wisnu menilai tidak ada alasan khusus pemerintah untuk menaikan harga BBM, padahal harga minyak dunia jatuh dan jauh dibawah asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Apalagi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru saja membentuk tim pemberantas mafia migas, seharusnya tim tersebut bekerja lebih dulu untuk memberikan rekomendasi terhadap efisiensi dan terbukanya harga produksi minyak.

Dia mengatakan meskipun kebijakan pemerintah diharuskan menaikan harga BBM subsidi, seharusnya besaran dan momentumnya harus dilihat yaitu dampaknya pada masyarakat. Menurutnya pemerintah tidak memperhatikan dampak masyarakat terhadap kenaikan harga BBM. Artinya ada pertimbangan-pertimbangan lain yaitu pemerintah mensukseskan agenda neoliberal.

Wisnu menjelaskan agenda neoliberal yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan cara investasi migas di Indonesia di sektor hilirnya. Contohnya pembangunan Stasiun Pembangunan Bahan Bakar Umum (SPBU) asing di seluruh Indonesia. Dia menilai pemerintah memang sudah memiliki niatan untuk penghapusan subsidi di sektor BBM. "Secara teknikal dan fundamental mestinya kenaikan BBM ini juga menjadi pertimbangan mereka," kata Wisnu.

BACA JUGA: