JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyayangkan rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang akan dilangsungkan pada akhir tahun ini oleh Presiden Joko Widodo. Hanya saja Fadli tetap memuji program jaring pengaman sosial yang diluncurkan Jokowi yaitu Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang diluncurkan hari ini.

Meski begitu, kata Fadli, "kartu sakti" milik Jokowi itu tetap tak sebanding dengan dampak kenaikan BBM bagi rakyat. Kenaikan harga BBM bersubsidi sebelumnya direncanakan akan dilakukan sebelum 1 Januari 2015 dengan catatan akan dinaikkan ketika masyarakat sudah terlindungi. Oleh karena itu, pemerintah meluncurkan KIS, KIP, dan KKS.

´´Jika itu berarti sebagai gagasan melayani masyarakat, ya bagus-bagus saja. Intinya jangan sampai menabrak undang-undang yang ada karena kita di Komisi IX atau X pun harus membahas ini,´´ ujar Fadli, di Senayan, Jakarta, Senin (3/11).

Namun menurutnya kompensasi kenaikan BBM dengan tiga kartu tersebut tidaklah sebanding dengan inflasi dan kenaikan barang-barang yang mengikuti. Karena harga minyak dunia turun, seharusnya tidak perlu ada kenaikan BBM di Indonesia. "Kebijakan ini seharusnya ditanyakan dulu kepada masyarakat. Mau atau tidak masyarakat menerima kenaikan harga BBM," kata Fadli Zon.

Jika pemerintah beralasan subsidi BBM tidak tepat sasaran, menurut Fadli itu hanya alasan normatif dan argumentasi rutin setiap ada rencana kenaikan harga BBM. ´´Seharusnya sistem dan perangkatnya yang disiapkan supaya tepat sasaran. Nah ini tidak, jika harga naik, inflasi naik kan rakyat miskin yang kasihan,´´ ucapnya.

Jokowi-JK rencananya akan menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp3.000 per liter yang artinya, BBM bersubsidi akan naik 46,1 persen, dari Rp6.500 menjadi Rp9.500 per liter, anggaran yang berhasil dihemat mencapai sebesar Rp20 triliun. Bersamaan dengan penerapan kebijakan itu, pemerintah akan memberikan bantuan ke 20 juta keluarga miskin. Jumlah ini, naik dari jumlah orang miskin penerima kompensasi kenaikan harga BBM dua tahun lalu yang hanya 15,5 juta kepala keluarga.

Saat itu, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan bantuan langsung sementara sebesar Rp150.000 per bulan per rumah tangga miskin. Dengan kenaikan harga BBM sebesar Rp2.000 per liter, bantuan tersebut berlangsung selama empat bulan.

Dengan skema yang sama, pemerintah baru harus menyediakan dana bantuan sosial Rp9,3 triliun. Padahal, APBN-P 2014 hanya mengalokasikan dana Rp5 triliun untuk cadangan sebagai antisipasi kenaikan BBM.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani mengatakan, APBN-P 2014 tak bisa memberikan bantuan seperti 2013 jika harga BBM naik Rp 3.000 per liter. "Pemerintah Jokowi harus meminta tambahan anggaran baru ke parlemen. Ini belum tentu mulus, mengingat kubu oposisi menguasai parlemen," kata Askolani.

Di DPR, Koalisi Merah Putih menguasai 353 kursi atau 63 persen suara, sedang Jokowi-JK yang didukung Koalisi Indonesia Hebat hanya 207 kursi atau 37 persen. "KIH pasti harus menyerah jika harus voting untuk menambah dana kompensasi. Belum lagi ditambah masalah perpecahan internal yang sekarang sedang menyelimuti DPR," tambahnya.

BACA JUGA: