JAKARTA, GRESNEWS.COM - Undang-Undang Desa telah disahkan, namun dalam teknis pelaksanaannya terdapat sejumlah masalah. Salah satunya terkait pendaftaran desa adat sebagai desa resmi. Pendaftaran tersebut dikhawatirkan akan membuat otonomi desa adat dalam mengelola adat dan budaya di wilayahnya terampas.

Jika desa tersebut didaftarkan, akan timbul permasalahan bagaimana status desa adat dan desa dinas. Apakah mereka tetap setara seperti sebelumya, atau desa dinas akan berada di atas desa adat. Penetapan tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap pelaksanaan teknis UU desa terkait pengalokasian dana dari pusat ke desa sebesar Rp 1 miliar tiap tahunnya ke tiap desa resmi.

Menanggapi hal ini, Aliansi Masyarakat Adat Nasional, Ruka mengatakan kemungkinan masyarakat desa adat di Bali mengkhawatirkan soal dana desa yang dianggarkan pemerintah per tahun. Pasalnya salah satu desa di Bali yaitu desa Pakraman membagi desa ke dalam dua kategori yaitu desa dinas dan desa adat.

Ia menjelaskan memang baru hanya di Bali ada pembagian antara desa dinas dan desa adat. Menurutnya UU desa ini harusnya mempertegas apakah mereka akan menghilangkan desa adat atau akan menjadikan desa adat sebagai desa tunggal.

Ia menambahkan dari banyaknya masyarakat adat yang tersebar di Indonesia, memang baru Bali yang memiliki aturan soal pembagian antara desa adat dan desa dinas. Dalam peraturan pemerintah memang ada aturan soal suatu desa bisa mengajukan untuk menjadi desa adat atau desa dinas. “Jadi masih desa dinas semua, kecuali Bali,” katanya.

Terkait aturan pengalokasian anggaran, hal ini menurutnya memang belum diatur lebih detail dalam UU desa. Menurutnya, persoalan ini harusnya diantisipasi lebih awal sebelum UU desa disahkan. Ruka menegaskan perlu diatur juga dalam UU Desa soal pengaturan otonomi daerah. Apakah akan diatur Kementerian Dalam Negeri atau masyarakat sendiri dalam hal ini desa adat. Ia menilai untuk kasus Bali biarkan masyarakat sendiri yang tentukan aturan pengelolaanya. Pemerintah dalam hal ini harus berperan untuk memfasilitasi aspirasi masyarakat. “Ini kan berdemokrasi,” jelasnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Majelis Utama Desa, Gde Nurjaya mengatakan ada jaminan kucuran dari negara untuk otonomi desa adat. Ia melanjutkan dana itu bukan digunakan sebagai alat intervensi untuk masyarakat adat melainkan untuk mengakui adanya hak-hak khusus desa adat. Kewajiban mendaftarkan desa adat juga bukan untuk mengintervensi tapi membuat desa adat bisa sejajar dengan desa dinas. “Akan terjadi persaingan antara dua desa ini yang kurang baik bagi Bali,” ujarnya dalam kesempatan lain.

BACA JUGA: