JAKARTA, GRESNEWS.COM - Paguyuban Kepala Desa se-Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan  Pasal 39 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Menurut 14 kepala desa yang diwakili Mochammad Supriyadi dan Koirun Nasirin ini, masa jabatan kepala desa selama enam tahun dan dapat menjabat paling lama tiga periode berturut-turut dinilai melanggar hak konstitusional para kepala desa.
 
Mereka menganggap, masa jabatan enam tahun belum cukup bagi kepala desa memaksimalkan program kerja dan visi misinya. Ketentuan pasal itu juga dianggap dapat mendorong stabilitas politik desa menjadi "terguncang" setiap enam tahun karena pihak-pihak yang kalah akan seringkali "menjegal" program-program kepala desa terpilih. Selanjutnya, ketentuan masa jabatan enam tahun juga dianggap menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) karena menurut UU Desa biaya pemilihan kades berasal dari APBD.
 
"Hal ini menghambat kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. Bahkan setiap pilkades digelar terjadi pula perselisihan antar warga desa," tutur Supriyadi membacakan ringkasan permohon pengujian UU Desa di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (15/12).
 
Karena itu, ia dan rekan-rekan seprofesinya meminta MK menghapus Pasal 39 ayat (1) dan (2) UU Desa itu, dan menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Kemudian, menetapkan masa jabatan kepala desa menjadi delapan tahun dan dapat menjabat selama dua periode berturut-turut.
 
Ketentuan Pasal 39 ayat (1) yang dimohonkan itu berbunyi: "Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan". Kemudian ayat (2) menyatakan: "Kepala Desa sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut".
 
Alasan lainnya, seiring berlakunya UU Desa maka berlaku pula Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Desa (PP Desa). Disebutkan, pemilihan kepala desa dilakukan secara serentak dan untuk sementara akan ditunjuk penjabat kepala desa sementara oleh kabupaten atau kota yang berasal Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ketentuan ini mereka anggap akan berakibat hilangnya kepastian hukum, yakni pelayanan yang sama di mata hukum sesuai prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
 
"Kami tidak sepakat kepala desa sementara ditunjuk dari PNS," tegasnya. Supriyadi beralasan, kepastian hukum berupa hilangnya pelayanan 24 jam dalam sehari (tertulis 1 x 24 jam) dan tujuh hari dalam seminggu akan hilang ketika kepala desa dijabat PNS yang ditunjuk. Berbeda ketika kepala desa dijabat warga setempat melalui pemilihan akan memberikan pelayanan selama 24 jam. Sebab mereka berkeyakinan, pejabat kepala desa sementara  yang berlatar belakang PNS tidak akan melayani warga desa pada Sabtu dan Minggu sesuai pelayanan yang berlaku di pemerintahan.
 
Kepala desa dengan latar belakang PNS juga dianggap melanggar kebhinekaan (pluralitas), hak memegang teguh adat istiadat dan hak perlakuan yang sama di hadapan hukum. Begitu juga dengan berlakunya Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) UU Desa, dianggap bertentangan dengan hak istimewa yang dimiliki tiap daerah untuk menjunjung adat setempat. "Besar kemungkinan, PNS yang ditunjuk  itu tidak mengenal adat setempat," tegasnya.
 
Menanggapi dalil-dalil itu sidang panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menyarankan agar pemohon memperkuat alasan enam tahun masa jabatan kepala desa dapat merugikan para pemohon. Sementara masa jabatannya lima tahun untuk presiden, gubernur, bupati dan walikota tidak ada pihak yang menyatakan dirugikan. Padahal, pemilihan presiden atau kepala desa sama-sama menggunakan uang rakyat. "Bagaimana Anda bisa mengatakan kepala desa bisa dirugikan, sementara masa jabatan presiden lima tahun yang lebih pendek tidak dirugikan," tanya hakim Muhamad Alim.
 
Hakim Konstitusi juga mengoreksi pernyataan pemohon yang menyatakan kepala desa bekerja 1 x 24 jam dalam seminggu. Menurut Alim, kepala desa bekerja 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu. "Kepala desa itu bekerja siang malam, hujan panas dia harus melayani warganya, bukan satu kali dua puluh empat jam," tegasnya.

BACA JUGA: