JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) mengungkapkan keberatannya terhadap RUU Advokat yang memuat klausul tentang pembentukan Dewan Advokat Nasional (DAN). Ketua Umum DPP Peradi Otto Hasibuan menilai, pembentukan DAN akan mencemari independensi advokat dalam menjalankan profesinya.

Otto beralasan, pembentukan dan susunan keanggotaan DAN nantinya akan diusulkan oleh presiden lalu diangkat oleh DPR. Hal inilah yang menimbulkan ketakutan akan intervensi dari pemerintah. "Nanti jika para anggota DAN harus mengurus kasus yang melawan pemerintah, mana berani mereka melawan?" ujar Otto kepada Gresnews.com, Selasa, (9/9).

Peradi juga meminta disebut sebagai organisasi advokat tunggal dalam RUU, karena jika terdapat lebih dari satu organisasi dikhawatirkan terjadi ketidakjelasan standar dan profesi. "Bisa jadi ada dua hakim penegak hukum. Nanti kalau ada dua penegak hukum, masak juga ada dua kapolri?" ujarnya membuat permisalan.

Menurutnya, demi keadilan para advokat perlu adanya standardisasi profesi dimana organisasi independen advokat dibentuk dan dipilih langsung oleh advokat, bukan pemerintah. Jika terdapat multibar organisasi ditakutkan pula akan semakin marak advokat yang bekerja sebagai makelar kasus. "Ketika menipu klien di satu organisasi bisa dengan mudahnya berpindah ke organisasi lain. Jika hal tersebut terjadi kembali rakyat yang menjadi korban," kata Otto.

Berbeda dengan Otto, Frans Hendra Winarta, Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia (Peradin), mengaku setuju dengan isi RUU Advokat. Dia menilai, masalah yang selama ini terjadi hanya dikarenakan pro kontra wadah tunggal advokat semata. Sementara RUU Advokat hadir dengan konsep multibar, karena hal tersebut mencerminkan kehidupan berdemokrasi Indonesia. "Single-bar hanya melanggengkan oligarki, apalagi dengan jabatan ketua seumur hidup," ujarnya kepada Gresnews.com, (9/9).

Idealnya organisasi advokat menerapkan sisi-sisi demokrasi dalam pemilihan ketuanya, yakni dengan adanya pergantian setiap empat tahun sekali dengan dua kali maksimal jabatan. Semakin bonafitnya sebuah organisasi advokat tidak diutentukan oleh banyaknya anggota namun ditentukan sebagaimana dapat membela kepentingan kaum yang tertindas.

Menyangkut masalah independensi yang akan terusik jika dibentuk DAN, Frans mengurai, pembentukan organisasi advokat oleh pemerintah bukan berarti akan mengusik independensi profesi advokat. "Independen bukan berarti liberal, independen intinya tidak didikte, jangan menerima pesanan, harus sesuai profesi. Bukan tidak mau diatur negara,selama ini  maknanya jadi berubah, ujian dan sertifikasi sendiri, uang masuk ke organisasi sendiri. Jadi lebih liberal dari yang liberal," ungkapnya.

Otto Hasibuan sendiri menyangkal sinyalemen Frans terkait wadah tunggal cendrung tak demokratis dan menegakkan oligarki. Dia mengatakan, dalam soal keuangan misalnya, Peradi menggunakannya untuk kepentingan bersama dan selalu diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) terpercaya serta dipertanggungjawabkan pada Musyawarah Nasional dan Rapat Kerja Nasional. "Bahkan jika ada yang meminta laporan keuangan Peradi akan berikan," ujarnya.

Selain Peradi, terdapat delapan organisasi advokat lain yang menentang RUU Advokat, dan juga beberapa universitas dari beberapa daerah di Indonesia. Otto menganggap pihak-pihak yang pro terhadap RUU Advokat merupakan pihak yang tidak menyukai Peradi sebagai organisasi advokat yang selama ini membuat standardisasi advokat. "Saya yakin sebenarnya dalam hati mereka juga tidak setuju pembentukan DAN di bawah pemerintah, tapi mungkin prinsipnya daripada bukan mereka mending pemerintah yang ambil alih," jelasnya.

Pada Kamis (11/9) mendatang, para advokat rencananya akan melaksanakan aksi damai untuk menolak RUU Advokat. Aksi dilakukan untuk menunjukkan ketidaksetujuan para advokat, sehingga diharapkan pemerintah melihat dan mau menunda pembahasan.

"Untuk apa membuat peraturan menaungi advokat dimana para advokatnya menentang. Kami berharap pemerintah mau mendengarkan usulan kami, jika RUU Advokat tetap dilanjutkan dan disahkan saya rasa ini terburu-buru dan terlalu memaksakan. Kami akan ambil jalur hukum nantinya, dan kami yakin Mahkamah Konstitusi pun akan membatalkan. Kalau sudah begitu kan terbuang lagi uang negara," ujar Otto.

Sementara itu, Menkum dan HAM Amir Syamsuddin menyatakan tetap berpegang teguh bahwa RUU Advokat tidak partisan untuk organisasi advokat tertentu, namun harus untuk seluruh advokat. Dalam hal ini, kata Amir, pemerintah bertindak untuk kepentingan bersama.

"Jangan hanya mendengarkan satu organisasi advokat tertentu, kita juga harus mendengarkan pertimbangan pihak lain yang mendukung. Tidak ada niat pemerintah untuk mengintervensi profesi advokat, saya jamin tidak sedikit pun," ujarnya kepada Gresnews.com, Selasa, (9/9).

BACA JUGA: