JAKARTA, GRESNEWS.COM – Jelang masuknya masa sidang kedua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang telah dibahas DPR periode sebelumnya kembali dilirik. Misalnya RUU Advokat yang sempat menuai kontroversi. Meski menimbulkan banyak perdebatan di dunia advokat, sejumlah anggota komisi III menilai RUU ini perlu untuk dimasukkan kembali dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2015.  

Terkait hal ini, Anggota Komisi III DPR fraksi PKS Nasir Jamil mengatakan RUU advokat masih relevan dibahas dan dimasukkan ke dalam prolegnas. Sebabnya, RUU ini menyangkut nasib pengacara di Indonesia. Pasalnya terdapat sejumlah akumulasi permasalahan yang dialami advokat dan bersifat krusial. Lagipula ia menilai RUU ini sudah masuk ke dalam rapat panitia kerja pada DPR periode 2009-2014.

"Hanya beberapa poin saja yang belum diselesaikan. RUU ini sudah jalan dan hampir selesai. Sehingga RUU ini perlu dipikirkan oleh pimpinan fraksi dan pimpinan DPR," ujar Nasir pada Gresnews.com, Sabtu (10/1).

Ia melanjutkan RUU ini tidak selesai pada periode DPR sebelumnya karena masih ada perbedaan yang urung diselesaikan. Ditambah waktu yang mepet membuat RUU ini menjadi salah satu penyebab tidak tuntas dibahas hingga menjadi undang-undang. Sehingga seluruh kalangan advokat yang masih pro dan kontra terhadap substansi RUU perlu diundang untuk duduk bersama membahasnya.

Menurutnya, sejumlah poin yang masih menjadi perdebatan misalnya soal dewan advokat nasional, single bar, pelantikan untuk beracara di pengadilan dan soal eksistensi Peradi. Adapun substansi RUU tidak perlu dirombak tapi hanya memperbaiki yang sudah tidak relevan dengan kebutuhan advokat saat ini.

Nasir menambahkan meskipun setiap RUU harus dibahas dari awal, tapi RUU yang sudah pernah masuk ke prolegnas DPR setidaknya harus lebih efektif dalam proses pembahasannya. Karena itu ia mengusulkan agar hal yang mubazir atau sudah pernah dilakukan pada DPR periode sebelumnya terhadap RUU tidak perlu dilakukan lagi. Misalnya seperti kunjungan kerja ke daerah atau luar negeri.

Lebih lanjut, jika RUU masuk ke dalam prolegnas dan dibahas dengan lembaga serta pihak yang bersangkutan, keputusan akhir tetap berada di tangan DPR dan pemerintah. Sehingga kalau ada pihak yang masih tidak puas dengan produk DPR maka bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi. Pada prinsipnya, ia menilai persoalan akumulatif yang terjadi pada dunia advokat tidak boleh dibiarkan mengambang. Apalagi tiap tahunnay banyak perguruan tinggi menghasilkan sarjana hukum dan pengacara baru.

Senada dengan Nasir, Anggota Komisi III DPR fraksi PPP Arsul Sani mengatakan RUU yang carry over atau belum selesai dibahas pada DPR periode sebelumnya akan mendapatkan prioritas untuk dimasukkan ke dalam prolegnas 2015. Kalaupun tidak di 2015 kemungkinan akan masuk ke prolegnas tahun selanjutnya. Ia sendiri menilai RUU ini perlu masuk prolegnas karena sebelumnya sudah pernah dibahas DPR tapi tidak harus menjadi RUU prioritas.

"Tidak perlu menjadi prioritas karena ini hanya mengatur soal dunia advokat. Dunia advokat hanayb sekitar 30 ribu orang dan bukan rakyat secara keseluruhan. Masih banyak RUU yang bersentuhan langsung dengan masyarakat luas misalnya RUU KUHAP," ujar Arsul pada Gresnews.com, Sabtu (10/1).  

Ia menambahkan RUU advokat saat dibahas pada periode sebelumnya bukan menyelesaikan persoalan advokat di Indonesia tapi malah menimbulkan ketegangan baru antara kubu Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradi) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI). Padahal harusnya bisa menyelesaikan masalah tanpa ada masalah baru. Sehingga tidak ada gunanya kalau justru timbul masalah baru.

Lebih lanjut, ia pernah mendiskusikan dengan Peradi terkait RUU Advokat, menurutnya jika konsep RUU Advokat ingin single bar, ke depan Peradi hanya menjadi policy maker dan regulator. Sehingga tidak boleh menjadi eksekutor. Ia mencontohkan di industri migas ada Satuan Kerja Khusus Migas sebagai regulator dan eksekutornya Pertamina.

Arsul menilai kalau diterapkan ke dalam dunia advokat, Peradi menjadi regulator dan eksekutornya diantaranya KAI dan IKADIN. Sehingga lembaga advokat bisa hidup lagi. Sehingga Peradi tidak hanya menjadi paguyuban saja. Lalu dibuka juga peluang untuk lembaga advokat di level eksekutor. Hanya saja lembaga eksekutornya harus diberi persyaratan yang jelas untuk bisa dibentuk yang baru.

BACA JUGA: