JAKARTA, GRESNEWS.COM - Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GSRPP) menemukan dugaan pelanggaran pemilu berupa politik uang pada masa tenang dan saat pemilu presiden Rabu 9 Juli kemarin. Berdasarkan data dari GSRPP, praktek bagi-bagi uang terjadi di sejumlah daerah diantaranya di TPS 07 Singgang Bulu, Natuna Kepulauan Riau. Modus tersebut diduga dilakukan pasangan nomor urut 2.

Lebih lanjut, Anggota GSRPP, Toto Sugiarto menyebutkan temuan dugaan pelanggaran lainnya yang juga terjadi di TPS 06 Pengulon, Gerokgak Buleleng, Bali dengan modus membagi-bagikan sembako pada ibu-ibu PKK. Pembagian sembako ini diduga diberikan dari tim pasangan capres nomor urut 1.

Lalu terdapat juga temuan pembagian uang untuk ibu-ibu PKK di TPS 02 di Sampang, Madura. Modus pelanggaran tersebut dilakukan dengan memberikan uang senilai Rp20 ribu untuk mencoblos pasangan nomor urut 1 dan senilai Rp30 ribu untuk mencoblos pasangan nomor urut 2.

Toto menyatakan pihaknya telah melaporkan temuan pada Bawaslu untuk ditindaklanjuti. "Informasi yang ditemukan tersebut berasal dari relawan dan merupakan informasi awal," ujarnya di kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (10/7).

Menanggapi laporan temuan politik uang di TPS pada pilpres keamrin, Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak mengatakan pihaknya pasti akan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk terkait politik uang jika hal tersebut terbukti. "Pelaku pelanggaran politik uang bisa dikenakan sanksi pidana," ujarnya pada Gresnews.com, Kamis (10/7).

Terkait hal di atas, koordinator nasional Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow menegaskan dugaan praktek harus segera ditindaklanjuti, walaupun menurutnya kadang kita harus bisa menerima bahwa politik uang tidak bisa kena sanksi karena prosesnya yang rumit. Lanjutnya, terkait pembuktian dugaan politik uang, regulasi yang ada juga cenderung rumit. Ia mencontohkan misalnya apakah kasus yang dilaporkan bisa dikategorikan politik uang atau tidak.

Jeirry menambahkan penindaklanjutan praktek politik uang juga bisa terkendala karena belum tentu ada pelapornya. Ia mengatakan lembaga tertentu seperti GSRPP bisa saja melaporkan temuan tersebut dan berperan sebagai pelapor. Tapi akan sulit dalam pembuktiannya jika tidak mengikutsertakan orang yang melihat langsung adanya dugaan praktek uang tersebut. "Sisi pelapor juga menjadi problem," katanya pada Gresnews.com, Kamis (10/7).

Selanjutnya, Jeirry menjelaskan pemeriksaan praktek politik uang juga membutuhkan waktu yang lama. Sehingga laporan tersebut bisa jadi menjadi kadaluarsa untuk ditindaklanjuti. Menurutnya, yang paling mendesak saat ini, Panwas maupun Bawaslu provinsi bisa menindaklanjuti secara langsung. Ia menilai jika hal itu dilakukan oleh Panwas dan Bawaslu di daerah ditemukannya dugaan politik uang, proses pencarian bukti akan lebih mudah karena terkait hal-hal teknis.

BACA JUGA: