JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penindakan pelanggaran pidana pemilu dinilai masih jauh dari harapan. Pasalnya jumlah kasus yang yang ditangani kepolisian jauh lebih lebih sedikit dari laporan ke Bawaslu.

Indonesia Corruption Wacth (ICW) melaporkan dugaan politik uang ke Bawaslu sebanyak 313 kasus. Semntara Bawaslu sendiri dalam rilis terakhirnya menyebutkan total pelanggaran mencapai 3.507 kasus. Dengan rincian pelanggaran pidana sebanyak 209 kasus, pelanggaran administrasi 3.238 kasus, pelanggaran kode etik yang direkomendasikan Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) 42 kasus. 

Peneliti korupsi politik ICW Abdullah Dahlan mengaku kecewa dengan angka yang dirilis Bawaslu karena jumlahnya jauh lebih kecil. Padahal angka yang ditemukan ICW tersebut merupakan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan karena didukung bukti cukup.

Karena itu Abdulkah pesimis proses penegakan hukum pelanggaran pidana pemilu dapat berjalan maksimal. Padahal pelanggaran pidana berlangsung massif. Salah satu hambatannya, kata Abdullah, desain regulasi penegakan hukum pelanggaran pidana pemilu tidak memberikan jaminan kepastian hukum. Ada desain yang mempersulit untuk membuktikan terjadinya politik uang.

Akibatnya, ketika dilaporkan aparat penegak hukum, mulai dari Bawaslu, polisi dan jaksa tidak cukup serius menanggapainya. "Sehingga penegakan hukum mandul atau tidak maksimal," kata Abdullah di kantor ICW kepada Gresnews.com, Selasa (6/5).

Bawaslu sendiri sebagai pintu penindakan hukum pelanggaran pemilu tak bergairah. Bawaslu dinilai tidak punya keinginan politik yang kuat untuk memproses hukum semua pelanggaran pidana pemilu. Kesan yang ada, Bawaslu dan Panwaslu hanya sebatas mendengarkan laporan saja. Ketika ada masyarakat yang melaporkan temuan pelanggaran, ternyata laporan tersebut tidak diberikan kepastian yang dilaporkan.

ICW sendiri, kata Abdullah, mempertanyakan komitmen Bawaslu untuk menegakkan hukum pelanggaran pemilu ini. "Kita pertanyakan komitmen Bawaslu sendiri seperti apa, berapa banyak temuan pidana yang ditemuan Bawaslu, kemudian berapa banyak yang diproses secara hukum," tanya Abdullah.

Hal lain yang menghambat penegakan hukum pelanggaran pemilu karena batasan waktu yang diatur dalam UU pemilu. Sejatinya, kata Dahlan, karena Bawaslu saat ini menjadi lembaga yang bukan adhioc lagi, maka penindakan pelanggaran pemilu tidak lagi terikat dengan waktu. Jika selama kurun waktu lima tahun ke depan ditemukan bukti kuat adannya pelanggaran pemilu maka temuan tersebut bisa diproses secara hukum Dan jika terbukti sanksi harus ditegakkan.

Sementara itu polisi yang menjadi muara pelimpahan pelanggaran pidana pemilu mengupayakan untuk menyelesaikan hingga tuntas. Meskipun waktu yang diberikan sangat singkat. Ada waktu 14 hari untuk menyelesaikan perkara pidana pemilu. Sebab melewati itu, kasus akan dihentikan karena dianggap kadaluarsa.

"Kita berharap semua bisa ditangani tepat waktu," kata Kepala Bagian Penerangan Hukum (Kabag Penum) Kombes Pol Agus Rianto di Mabes Polri.

Hingga saat ini laporan yang ditangani polisi jumlahnya mencapai 283 kasus dengan jumlah tersangka 355 orang. Daru jumlah kasus tersebut 183 dalam proses penyidikan, 12 kasus tahap 1, 62 kasus sudah P21 dan 20 kasus dihentikan perkaranya (SP3).

BACA JUGA: