JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus dugaan korupsi pelepasan aset tanah dan bangunan Hotel Inna Dharma Deli, Medan, Sumatera Utara, resmi dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus tersebut dilaporkan ke KPK oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Surya Adinata, Jumat (14/4). "Ya, kami meminta KPK untuk menyelidiki dan mengusut tuntas pelepasan aset Inna Dharma Deli, Medan, karena diduga penuh praktik korupsi dalam proses pelepasannya," kata Surya.

Dia membawa setumpuk berkas dan dokumen terkait kasus tersebut. Dari beberapa dokumen kasus ini diketahui, pelepasan aset milik perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Hotel Indonesia Natour/HIN (Persero) itu diduga dilakukan saat perusahaan BUMN tersebut dipimpin Direktur Utama PT HIN (Persero) Intan Abdams Katoppo. Aset itu dilepas senilai Rp172,3 miliar.

Seperti tercantum dalam Laporan Keuangan PT Hotel Indonesia Natour (Persero) per 31 Desember 2014 yang telah diaudit oleh kantor akuntan Doli, Bambang, Sulistiyanto, Dadang & Ali, pada 22 Desember 2014, perusahaan melakukan pelepasan aset tetap di Inna Dharma Deli, Medan, berupa tanah seluas 7.856 meter persegi dan bangunan seluas 6.672 meter persegi kepada PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Belakangan diketahui proses pelepasan aset itu ternyata bermasalah.

Surya mengatakan, proses pelepasan aset dilakukan diam-diam, tidak transparan dan menyalahi ketentuan. LBH Medan menduga bahwa aksi korporasi penjualan aset negara itu tersebut melanggar dan menabrak aturan hukum antara lain UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Surya berharap, setelah menyelidiki kasus pelepasan aset ini, KPK akan mengumumkan siapa saja yang berperan dan tentunya bersalah dalam kasus ini dan akan mendapat sanksi hukum yang setimpal. "Kita percaya bahwa KPK adalah lembaga yang sangat kredibel dan dipercaya publik, sehingga laporan ke KPK ini merupakan langkah yang tepat," ujar Surya.

Dalam laporan keuangan PT Hotel Indonesia Natour (Persero) per 31 Desember 2014 yang telah diaudit oleh kantor akuntan Doli, Bambang, Sulistiyanto, Dadang & Ali, pada 22 Desember 2014, disebutkan bahwa pelepasan aset tetap Hotel Inna Dharma Deli, Medan, adalah dalam rangka penyelesaian pembayaran kontrak pembangunan Innaya Putri Bali.

Harga pelepasan atas aset tersebut adalah sebesar Rp176,7 miliar sebagaimana tertuang dalam Akta Jual Beli Nomor 190/2014 dan 191/2014 tanggal 22 Desember 2014 yang dibuat oleh Ekoevidolo, SH, notaris di Jakarta. Atas pelepasan aset tanah itu, tercantum laba atas pelepasan aset tetap sebesar Rp166,09 miliar.

Untuk itu LBH Medan, selain melaporkan kasus ini ke KPK, juga mendesak pihak terkait, dalam hal ini menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Komisi VI DPR, untuk membentuk tim investigasi guna menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dan undang-undang atas pelepasan dan penjualan aset tanah oleh Direksi PT Hotel Natour Indonesia atau Hotel Dharma Deli Medan kepada PT Waskita Karya. Serta meminta Menteri BUMN dan DPR untuk membatalkan penjualan dan pelepasan aset negara yang bernilai sejarah itu.

Terkait kasus ini, PT Waskita Karya Tbk mengakui adanya penjualan dan pelepasan aset tetap tanah dan bangunan  Hotel Inna Dharma Deli, Medan, Sumatera Utara, milik PT Hotel Indonesia Natour (Persero) kepada pihaknya. Perusahaan konstruksi pelat merah itu mengaku telah membeli tanah seluas 7.000 meter persegi dari PT Hotel Indonesia Natour (Persero) sejak dua atau tiga tahun lalu.

Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) M. Choliq mengaku pihaknya telah membeli aset tanah dari PT HIN (Persero) sejak dua tahun yang lalu. Menurutnya, dari aset yang dimiliki HIN seluas 24.000 meter persegi, hanya 7.000 meter persegi lebih yang dibeli oleh Waskita Karya. Kendati demikian, Choliq tidak menjelaskan secara rinci bagaimana mekanisme pembelian aset yang dimiliki oleh HIN itu.

Dia juga tidak mengungkapkan berapa dana yang dikeluarkan oleh Waskita Karya untuk membeli aset tersebut. "Iya, sudah lama itu kami beli. Sudah dua tahun lalu," kata Choliq kepada gresnews.com di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Jumat (8/4).

Adanya dugaan pelanggaran dalam proses pelepasan aset itu diakui Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijana. Dia menilai, HIN telah melakukan pelanggaran yaitu melakukan penjualan aset tanpa mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahkan, Azam mengaku pelepasan aset atau penjualan aset bukan hanya hotel yang ada di Medan saja, melainkan terdapat enam lokasi hotel milik HIN yang sudah dijual oleh perusahaan. Kendati demikian, Azam hanya mengingat dua lokasi hotel yang sudah dijual oleh HIN yaitu hotel di Bali dan hotel di Medan.

Dia mengatakan setelah masa reses DPR, Komisi VI DPR akan memanggil seluruh jajaran direksi dan komisaris PT HIN (Persero) pada 28 April 2016. Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh HIN akan menjadi fokus bagi Panitia Kerja (Panja) Aset Komisi VI DPR. Panja Aset sudah melakukan berbagai macam kajian terkait tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh HIN.

"Ya, saya sudah tahu itu, dari data yang kami miliki ada enam lokasi aset milik HIN yang sudah dilepas (jual). Itu sejak zamannya Ibu Intan," kata Azam kepada gresnews.com.

KPK MENINDAKLANJUTI - Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan pihaknya akan meneliti lebih lanjut laporan yang dilayangkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan yang dilayangkan kepada lembaganya. Terlebih lagi, memang ada beberapa modus serupa yang dilakukan beberapa daerah di Indonesia.

"Kami akan teliti lebih lanjut laporannya, tetapi memang modus seperti ini sudah ada yang ditangani oleh deputi pencegahan KPK di beberapa daerah, termasuk DKI (Jakarta)," kata Yuyuk kepada gresnews.com, Sabtu (16/4).

Namun sayang, Yuyuk enggan mencontohkan daerah mana saja selain DKI Jakarta dan laporan atas pengalihan aset di Kota Medan dengan modus serupa. Sebab, menurutnya, hal ini masih dikaji lebih jauh oleh lembaganya khususnya di Deputi Pencegahan.

Yuyuk menjelaskan tahapan sebuah laporan dugaan korupsi yang masuk ke lembaganya. Pertama, laporan tersebut akan ditelaah oleh tim Pengaduan Masyarakat (Dumas) dan kemudian setelah itu baru ditindaklanjuti apakah laporan tersebut memang bisa ditingkatkan ke tahap selanjutnya.

Menurut Yuyuk, KPK memang sangat teliti dalam menindaklanjuti suatu laporan. Hal itu disebabkan untuk menutup celah-celah oleh gugatan yang dilayangkan pihak terkait ketika kasus ini masuk dalam tingkat yang lebih tinggi yaitu penyidikan. Apalagi, KPK selama ini selalu menjadi sasaran praperadilan yang dilakukan oleh pihak yang merasa tidak puas atas langkah yang diambil lembaga ini.

Saat ditanya apakah pengakuan PT Waskita Karya bahwa mereka memang membeli aset tersebut bisa membantu proses telaah yang dilakukan KPK, Yuyuk mengamininya. Bahkan, menurut Yuyuk, ke depan pihaknya membuka peluang untuk memanggil pihak terkait termasuk Waskita Karya untuk dimintai keterangan atas laporan ini. "Ya nanti akan diteliti lagi kan tidak bisa gegabah. Semua harus dikonfirmasi," imbuh Yuyuk.

Jika laporan ini terbukti bisa masuk ke ranah pidana dalam hal ini kasus korupsi, tentunya akan menambah panjang kasus korupsi di Kota Medan khususnya dan juga provinsi Sumatera Utara. Provinsi tersebut memang saat ini menjadi salah satu fokus KPK dalam memberantas dan mencegah korupsi.

Hal itu tidak terlepas dari banyak kasus rasuah yang ada di Sumatera Utara. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan bahwa saat ini korupsi yang ada di provinsi itu sudah terlihat sangat masif. Ini tentunya tak lepas dari banyaknya perkara yang ditangani disana.

"Dalam catatan KPK, sejak 2007 telah ada 26 kasus korupsi di Sumut yang ditangani KPK, terbanyak terjadi di tahun 2015. Melibatkan Wali Kota, Bupati, anggota DPRD, hingga Gubernur," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Kamis (14/4).

Oleh karena itu, Sumatera Utara akan menjadi salah satu daerah prioritas dalam melakukan pemberantasan korupsi. Beberapa hal yang akan dilakukan adalah dengan mengumpulkan segenap pejabat pemerintah di Sumut untuk diberikan pengarahan oleh KPK.

"Hari ini (Kamis, 14/4) jajaran KPK akan mengumpulkan segenap pejabat pemerintahan di Sumut, untuk mendorong mereka agar benar-benar konsisten dan sungguh-sungguh dalam mlakukan tata kelola yang baik dan pencegahan korupsi. KPK juga akan memberikan rekomendasi bagaimana cara mlakukannya," imbuh Priharsa.

Tak hanya itu, KPK bahkan membentuk tim khusus untuk mengawasi pelaksanaan kinerja baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif di provinsi tersebut. Priharsa menambahkan untuk memastikan hal itu, tim pencegahan KPK akan melakukan pendampingan.

"Sementara tim penindakan akan membuka mata lebar-lebar terhadap oknum-oknum yang masih coba-coba untu korupsi di Sumut. KPK berharap langkah ini akan benar-benar membuat Sumut segera menjadi provinsi yang terbebas dari korupsi," tutur Priharsa.

Kasus korupsi di Sumatera Utara akhir-akhir ini memang menjadi sorotan publik. Hal ini tidak lepas dari adanya operasi tangkap tangan KPK dalam perkara korupsi di Pengadilan Tata Usaha (PTUN) Medan yang menyeret sejumlah nama besar, yaitu tiga orang hakim PTUN dan satu panitera, mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti serta pengacara senior Otto Cornelis Kaligis dan tak ketinggalan, Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat Patrice Rio Capella.

Kemudian kasus ini meluas dalam pembahasan RAPBD Provinsi Sumatera Utara. KPK menetapkan sejumlah pimpinan DPRD diantaranya Ajib Shah selaku ketua, mantan Ketua DPRD Saleh Bangun, mantan Wakil Ketua, Chaidir Ritonga, dan juga Sigit Pramono Asri.

MENOLAK KOMENTAR - Intan Abdams Katoppo, yang saat proses penjualan aset menjabat sebagai Direktur Utama PT HIN, saat dikonfirmasi gresnews.com, menolak berkomentar lebih jauh terkait proses pelepasan aset negara tersebut.  "Saya sudah tidak di posisi lagi ya. Sudah ya, saya tidak mau berkomentar lagi," kata Intan kepada gresnews.com, Jumat (8/4).

Kendati diakui Waskita ada penjualan aset Hotel Inna Dharma Deli, namun Direktur Utama PT HIN (Persero) setelah periode Intan yaitu Iswandi Said, yang dikonfirmasi  gresnews.com, membantah ada proses penjualan aset tetap tanah di Hotel Dharma Deli tersebut.

Menurutnya, hotel tersebut tidak dijual dan hotel tersebut masih dimiliki oleh HIN. Namun ia mengaku karena masih baru menjabat sebagai Direktur Utama HIN, pihaknya masih ingin mengkaji adanya laporan tersebut.

"Yang jelas saya masih punya hotel di Medan. Tidak ada yang dijual. Soal Waskita, ya tanya langsung sama Waskita," kata Iswandi kepada gresnews.com.

BACA JUGA: