JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta menghukum mantan Gubernur Sumatera Utara non aktif Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti. Kedua dijerat majelis hakim dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 2,5 tahun dan denda masing-masing Rp150 juta.

Mereka terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan memberi suap kepada tiga Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan yaitu Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting, dan Amir Fauzi sebesar US$27 ribu dan $in5 ribu. Uang tersebut untuk memuluskan gugatan pemanggilan para staf Pemprov dalam dugaan kasus korupsi beberapa alokasi anggara yang dibiayai dalam APBD.

Selain itu, pasangan suami istri juga terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan memberi sejumlah uang suap senilai Rp200 juta kepada anggota DPR RI Komisi III sekaligus Sekjen Partai Nasional Demokrat Patrice Rio Capella.

"Mengadili, memutuskan terdakwa 1 Gatot Pujo Nugroho dan terdakwa 2 Evy Susanti terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan kesatu dan kedua," kata Hakim Ketua Sinung Hermawan, Senin (14/3).

Dakwaan pertama yang dimaksud yaitu Pasal 6 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Dalam memberikan putusan majelis hakim mempunyai berbagai pertimbangn. Untuk memberatkan, perbuatan Gatot dan Evy dianggap bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Sedangkan untuk meringankan, pasangan suami istri ini dianggap sebagai pelaku yang bekerjasama untuk mengungkap pelaku lain yang lebih besar, atau yang lazim disebut Justice Collaborator (JC). Gatot dan Evy juga masih mempunyai tanggungan keluarga.

Usai membacakan putusan, Hakim Sinung memberikan kesempatan kepada Gatot dan Evy untuk berunding dengan penasehat hukumnya. Usai berdiskusi beberapa saat keduanya pun langsung menerima keputusan ini.

"Saya beserta istri setelah diskusi dengan ph dengan permohonan sebesar-besarnya kepada masyarakat Sumut dan bangsa dan negara saya menerima putusan hakim," kata Gatot. "Saya menerima putusan ini," sambung Evy Susanti.

SUAP PTUN - Gatot dan Evy merupakan terdakwa terakhir yang disidangkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor hingga saat ini. Bisa jadi, keduanya merupakan penutup kasus suap Hakim PTUN Medan yang meluas dan telah menjerat berbagai pihak termasuk pengacara senior Otto Cornelis Kaligis dan Sekjen Partai Nasional Demokrat Patrice Rio Capella.

Kaligis, menjadi orang pertama yang disidangkan. Ia diduga memang menjadi otak dibalik suap kepada Hakim PTUN. Gatot dan Evy pada awalnya mengaku tidak ingin menggugat pemanggilan Kejaksaan Tinggi Medan ke PTUN, tetapi karena Kaligis terus mendesak, maka keduanya pun pasrah.

Kaligis merupakan pengacara pribadi Gatot Pujo Nugroho. Dalam kontrak kerjasama, Gatot membayar Kaligis sebanyak Rp600 juta perbulan atau Rp8 juta untuk setiap jamnya. Uang tersebut masih belum termasuk perkara PTUN yang ketika itu sedang mengemuka.

Majelis Hakim akhirnya menghukum Kaligis dengan pidana penjara selama 5,5 tahun dan denda Rp300 juta subsidair 4 bulan kurungan. Ia dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Kemudian, kasus ini juga menyentuh Patrice Rio Capella. Ia dianggap menerima gratifikasi yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai penyelenggara negara yaitu anggota DPR Komisi III sebesar Rp200 juta. Uang tersebut, untuk mengamankan perkara di Kejaksaan Agung.

Rio divonis bersalah karena melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Alhasil, ia pun dihukum selama 1,5 tahun dan denda Rp50 juta subsidair 1 bulan kurungan.

Selanjutnya, adalah tiga hakim PTUN yang vonisnya dipukul rata selama 2 tahun. Menariknya, panitera yaitu Syamsir Yusfan yang menerima uang hanya US$2 ribu, atau yang paling kecil malah divonis lebih berat yaitu selama 3 tahun.

Kemudian anak buah OC Kaligis, Mohammad Yagari Bhastara Guntur atau Gary. Ia adalah perantara dari Kaligis untuk mengantar uang suap. Dalam persidangan, Gary membuka seluruh borok atasannya itu dan alhasil ia pun diganjar sebagai Justice Collaborator.

Meskipun begitu, Gary tetap dinyatakan bersalah dan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Ia pun dihukum selama 2 tahun dan denda sebesar Rp150 juta subsidair 6 bulan.

BACA JUGA: