JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi keuangan mencurigakan senilai Rp11 miliar dalam pelaksanaan pemilihan legislatif 2014 lalu. Transaksi sebesar itu diduga terkait ‘jual-beli’ kursi di DPR yang melibatkan satu calon anggota legislatif. Laporan transaksi yang telah diserahkan PPATK ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, selanjutnya akan diverifikasi secara bersama antara PPATK dengan KPK.

Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengatakan calon legislatif tersebut terlacak mengirimkan uang kepada seseorang yang dianggap dapat meloloskan dirinya  menjadi anggota DPR. "Nama orangnya sudah ada dan sekarang sudah ditangan KPK," kata Agus kepada Gresnews.com, Senin (23/6).

Namun, ia menyatakan tak bisa menyebutkan nama dan modus yang digunakan caleg tersebut karena data yang dimiliki PPATK merupakan data intelijen. " Siapa orang yang mengirimkan dan menerimanya biarlah KPK yang mengutarakannya. Itu merupakan gesture adanya kerjasama yang kuat antara Bawaslu, KPK dan PPATK untuk mengawal Pemilu yang bersih," jelasnya.

Secara normatif, kata Agus, dalam mengawal pemilihan umum (pemilu), PPATK, KPK, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Informasi Pusat (KIP) telah membentuk sebuah gugus tugas. Masing-masing lembaga ini bekerja sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Ketika PPATK menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) akan diserahkan ke KPK untuk ditindaklanjuti. Sementara penyimpangan sumbangan dana kampanye diserahkan kepada Bawaslu.

Agus menegaskan, transaksi Rp11 miliar tersebut berbeda dengan dokumen tertutup yang sangat rahasia terkait dana kampanye Pileg yang diserahkan ke Bawaslu pada Rabu (4/6) lalu. Dokumen yang dimaksud itu berisi transaksi mencurigakan yang diduga melibatkan orang penting yang selama ini dihormati. Bahkan laporan dana awal kampanyenya tak tersusun dengan transparan dan tidak rapi.

Bedanya lagi, lanjut Agus, dokumen yang sudah kami kirimkan ke Bawaslu bukan dalam bentuk laporan hasil analisis (LHA), tapi berupa respon awal atas Laporan Bawaslu ke PPATK beberapa waktu yang lalu.

Menurutnya, LHA hanya disampaikan ke KPK, sedangkan laporan yang diberikan ke Bawaslu baru merupakan indikasi yang berasal dari proses penyusunan LHA sehingga tidak bisa dipublikasikan oleh Bawaslu.

BACA JUGA: