JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) telah melaporkan temuan dugaan transaksi mencurigakan diantaranya milik kepala daerah. Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK tersebut telah diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk segera ditindaklanjuti.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) R Widyopramono mengakui  telah menerima laporan PPATK tersebut. Widya menyatakan, LHA dari PPATK itu tengah diteliti oleh jaksa penyidik. "Yang dilaporan itu merupakan kasus-kasus lama. Semua tengah diteliti, jangan mendahului, semua kasus di kejaksaan kita sisir," kata Widyo ditemui di Kejaksaan Agung, Kamis (4/12). Widyo juga enggan menyebutkan siapa-siapa pemilik rekening dengan transaksi mencurigakan tersebut.

Dalam LHA PPATK terdapat 10 laporan transaksi mencurigakan. Salah satunya diduga milik kepala daerah di luar Jawa yang dikenal dekat dengan pejabat di pemerinatah. Nilai transaksinya lebih dari Rp1 triliun. LHA tersebut disampaikan Kepala PPATK M Yusuf kepada Jaksa Agung HM Prasetyo.

M Yusuf mengatakan, dirinya tengah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung guna membongkar dugaan kasus korupsi besar berdasarkan LHA PPATK. Menurut Yusuf dari laporannya tersebut diduga ada kasus yang cukup besar, baik dari jumlah uang maupun pihak yang terlibat. Yusuf berharap Kejaksaan segera menyelidiki transaksi mencurigakan tersebut.

"Kita ingin pengusutannya agar dipercepat, karena kemungkinan akan masuk ke kas negara," kata Yusuf di Kejaksaan Agung.

Namun pengamat anggaran dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi menyatakan pesimis LHA PPATK tersebut ditindaklanjuti Kejaksaan Agung. Menurutnya LHA hanya akan dipendam dan ´masuk laci´ kejaksaan. Sebab LHA itu datanya masih mentah. "Saya pesimis ditindaklajuti, paling masuk dalam laci dengan banyak alasan," kata Uchok di Jakarta.

Seharusnya, menurut Uchok, LHA PPATK tersebut dikoordinasikan dengan penyidik, baik kejaksaan maupun KPK. Setelah diketahui tindak pidananya segera ditetapkan langkah apa yang harus dilakukan. Sebab dengan data yang mentah, sulit untuk ditindaklanjuti.

Tapi jika LHA digodok bareng-bareng oleh penyidik kejaksaan dan KPK, kemungkinan pemidanaan pemilik rekening lebih mudah. "Sebenarnya mubazir, datanya tidak dimanfaatkan," kata Uchok.

BACA JUGA: