JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hari ini Menteri Perdagangan yang baru Muhammad Lutfi resmi memulai masa kerjanya di Kementerian Perdagangan. Tapi belum juga sehari penuh bekerja, Lutfi sudah mewacanakan untuk membuka keran impor terutama komoditas pangan. Bencana yang melanda beberapa daerah di Indonesia dijadikan alasan Lutfi untuk membuka keran impor pangan. Lutfi beralasan, bencana membuat produksi dan distribusi bahan pangan menjadi terganggu. Akibatnya harga pangan jadi melejit dan melebihi daya beli masyarakat.  "Yang penting mana harga mahal atau harga terjangkau. Ya harga terjangkau kan," ungkap Lutfi di kantor Kemenko Perekonomian, Senin (17/2).

Saat diangkat menjadi menteri perdagangan menggantikan pejabat lama Gita Wirjawan yang mengundurkan diri, Lutfi memang dibebankan tugas oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono salah satunya untuk melakukan stabilisasi harga di pasar dalam negeri. "Satu stabilitas harga, memerangi inflasi, terutama dengan hambatan transportasi dan distribusi yang terganggu oleh cuaca dan alam," kata Lutfi di Kantor Presiden, Rabu (12/2).

Dalam rangka itulah, Lutfi dalam tugas hari pertamanya menyempatkan diri bertemu Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Dalam pertemuan yang berlangsung selama 30 menit ini, keduanya membicarakan banyak hal, terutama adalah soal stabilitas harga. Lutfi mengakui kestabilan harga pangan memang penting. Apalagi sembako dan barang-barang yang langsung bersentuhan dengan masyarakat kelas menengah ke bawah. "Pentingnya stabilitas harga di perekonomian Indonesia. Implikasinya bukan hanya kepada mikro ibu rumah tangga tapi juga terhadap perekonomian Indonesia secara makro. Nah itu bisa ganggu inflasi dan neraca perdagangan," ungkap Lutfi.

Ia mengatakan, tantangan dari persoalan ini adalah bencana yang melanda beberapa daerah. seperti letusan gunung hingga banjir. Menurut Lutfi, karena tidak bisa memproteksi produksi dalam negeri di tengah kebutuhan yang tidak mencukupi. Sehingga untuk membuat harga menjadi terjangkau adalah tambah pasokan melalui impor. "Kita ingin memproteksi produksi dalam negeri tapi pada saat bersamaan, untuk mendapatkan harga terbaik itu ada interaksinya. Jadi itu yang juga harus dijaga, jadi kalau barangnya nggak ada, harga melambung kan, jadi gitu, pokoknya sekarang kita lagi jaga supaya pertandingannya ini seimbang," jelasnya.

Mewacanakan impor terutama impor pangan di hari pertamanya bekerja sebagai menteri perdagangan, mengundang kritik pegiat masalah kedaulatan pangan. Manager Advokasi dan jaringan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah mengatakan, tidak ada relevansi yang menguatkan argumentasi ketika terjadi bencana pintu impor harus dibuka.

Undang-Undang Pangan menyatakan dengan tegas bahwa pemerintah berkewajiban membuat bantuan pangan pada daerah terjadi bencana. "Bantuan pangan menjadi tanggungjawab pemerintah dan wajib mempersiapkannya jauh-jauh hari, yang kemudian disebut kesiapsiagaan," kata Said kepada Gresnews.com (17/2).

Dia bilang, bencana memang bisa menyebabkan terjadinya gangguan produksi pangan. "Itu hanya spot sifatnya tidak masif seluruhnya. Justru menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan mobilisasi produk dari wilayah aman ke wilayah terkena bencana," ujar Said.

KRKP kata Said sangat menyayangkan menteri yang baru menjabat satu hari, sudah berani memberi statement impor. "Itu sama dengan sudah memiliki hitungan keuntungan dengan mengatasnamakan bencana sebagai alasan. Sungguh sebuah argumentasi yang tak bisa diterima," ujarnya.

Kata dia, justru menjadi kewajiban pemerintah untuk meninggikan harga produk petani supaya memiliki daya beli yang baik dan menjaga stabilitas harga untuk menyediakan pangan bagi konsumen terutama perkotaan. Untuk menyeimbangkan harga, pilihan impor menjadi tidak rasional. Karena secara langsung akan memukul harga.

Harga rendah, pendapatan turun, daya beli turun. Yang perlu dilakukan kata Said justru menjamin harga dilevel petani dan memberikan garansi kepada konsumen harga yang layak. Menerapkan harga dasar komoditi dan melakukan stabilisasi harga di pasar harus dilakukan. "Bukan jutru mendorong impor sebagai jawaban," ujarnya.

Jika benar Lutfi akhirnya membuka keran impor, bisa jadi kebijakan dia akan sama dengan pendahulunya, Gita Wirjawan. Hal ini akan semakin memperparah defisit perdagangan Indonesia. Peneliti dari Institute For Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng mengatakan Gita mengakhiri masa jabatannya dengan mencetak defisit perdagangan yang besar. "Defisit perdagangan tahun 2013 ketika Gita masih menjabat sebagai menteri meningkat sebesar 150 persen," kata Daeng melalui pesan BlackBerry kepada Gresnews.com, beberapa waktu lalu.

Dia merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengungkapkan, defisit Perdagangan 2013 meningkat sebesar 150% dibandingkan defisit perdagangan 2012. Defisit perdagangan tahun 2012 tercatat mencapai US$ 1,63 miliar, dan di tahun 2013 tercatat mencapai US$ 4,063 miliar. Angka ini menjadi rasional mengingat jumlah importir termasuk importir pangan tahun 2012 diperkirakan mencapai 22 ribu perusahaan, selanjutnya tahun 2013 jumlah importir meningkat menjadi 35 ribu perusahaan.

Akibat impor yang ugal-ugalan itu menurut Daeng ekonomi Indonesia hancur dan pertanian, serta industri nasional ambruk. "Sementara Mendag menikmati keuntungan yang besar atas kekuasaanya secara penuh dalam menandatangani dan memberikan berbagai izin Angka Pengenal Impor (API) kepada para pengusaha," kata Salamuddin. (dtc)

BACA JUGA: