JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana pemerintah melakukan impor bawang merah sebanyak 2.500 ton untuk mengantisipasi kenaikan harga di bulan Ramadan dan Idul Fitri berbuah polemik. Pasalnya, rencana pemerintah itu dinilai seperti menjilat ludah sendiri. Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan, produksi bawang merah nasional lebih dari cukup untuk mengantisipasi bulan puasa dan lebaran.

Amran menerangkan, produksi bawang merah di Indonesia saat ini adalah 241.600 ton, sementara kebutuhannya 175.600 ton. Dengan demikian, kata dia, impor tidak diperlukan. "Banyak yang minta. Tidak akan saya keluarkan impor bawang. Bawang merah masih surplus," kata Amran.

Belakangan, Amran malah mewacanakan untuk mengimpor bawang dengan alasan menstabilkan harga. Pasalnya, kata dia, harga bawang merah di pasaran masih tinggi yaitu mencapai Rp40 ribu per kilogram. Dengan impor tersebut, harga ditargetkan turun menjadi Rp20 ribu/kg.

Petani pun protes atas langkah pemerintah tersebut. Para petani dari Forum Tani Indonesia (Fortani) bahkan sempat menumpahkan uneg-uneg mereka ke Komisi IV DPR. Ketua Fortani Wayan Supadno mengaku kecewa dengan sikap pemerintah yang dinilai plin-plan. "Ini artinya pemerintah tidak bisa mengantisipasi kenapa harus sampai melakukan impor," katanya beberapa waktu lalu.

Menanggapi keluhan para petani ini, Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengatakan, pemerintah seharusnya konsisten dengan pernyataannya untuk mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan rakyat. "Menteri Pertanian dan Perdagangan harus kompak, saling berkoordinasi soal komoditas lokal yang dapat disuplai oleh petani lokal dengan harga yang menguntungkan petani, juga terjangkau masyarakat," ujar Herman, Senin (30/5).

Dia mengaku, impor sebenarnya tak "haram", hanya saja harus didasarkan pada aturan jelas dan tidak memberikan dampak negatif terhadap petani. "Catatannya tak boleh menekan keuntungan para petani, produktivitas serta pengelolaan bawang pasca panen harus digenjot," katanya.

Herman mempertanyakan manajemen pemerintah dalam mengatur komoditas yang mudah busuk seperti bawang merah. Dia menilai pemerintah perlu memperbaiki manajemen pasca panen agar bawang merah bisa bertahan lebih tahan lama.

Herman menduga, harga bawang merah yang mahal di pasaran terjadi karena berkurangnya suplai lantaran perubahan musim dan beberapa daerah penghasil dilanda banjir. "Bawang merah termasuk komoditas yang daya tahannya tidak panjang. Nah itu pekerjaan rumah Kementan untuk menggenjot," katanya

Dengan adanya koordinasi dan pencegahan tersebut, Herman berharap lonjakan harga pangan menjelang puasa sampai lebaran tidak perlu terjadi di masa mendatang. Untuk itu perlu adanya sinkronisasi data ketersediaan stok dan kestabilan harga pasar antara Kementan dan Kementerian Perdagangan.

"Harus kompak agar ketersediaan stok terjaga dan harga di pasar tidak fluktuatif terutama menjelang bulan puasa dan lebaran," kata Herman.

Presiden Joko Widodo sendiri segera merespons polemik impor bawang merah ini. Senin (30/5) pagi, Jokowi memanggil Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong ke Istana Negara. Pemanggilan dilakukan terkait rencana impor pangan jelang bulan puasa termasuk bawang merah.

Usai bertemu presiden, Amran mengakui ada beberapa rencana impor komoditas yang dibahas dalam rapat tadi. Mulai dari impor jagung hingga daging. "Semuanya. Mulai jagung, daging, pangan semua. Nanti kita tindak lanjut rapat koordinasi di Kantor Kementerian BUMN. Kemudian besok kita bahas bersama, tiga kementerian kemudian eselon I dan eselon II," kata Amran.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung membenarkan pemerintah akan melakukan impor beberapa komoditas termasuk bawang merah untuk menekan harga. "Komoditas utama yang diperlukan pada saat puasa dan lebaran saat ini, seperti beras, gula, bawang merah, bawang putih, daging, daging ayam mauapun daging sapi atau ini itu harus turun," ujarnya.

HANCURKAN PETANI - Para petani sendiri menilai, upaya pemerintah menekan harga dengan cara impor justru bisa merugikan petani. Dalam hal impor bawang merah, Ketua Asosiasi Petani Bawang Merah Jawa Timur Akad mengatakan, hal itu bisa menjadi bencana bagi petani bawang merah.

"Ketika orang-orang lain mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) dan bisa berbelanja macam-macam saat lebaran, para petani bawang merah merana," katanya.

Akad mengungkapkan, jika impor dilakukan, maka saat lebaran nanti harga bawang merah akan terjun sampai di bawah biaya yang dikeluarkan petani untuk menanam bawang merah. "Sekarang harga bawang merah di petani Rp12 ribu-Rp13 ribu/kg, itu kita sudah pontang-panting. Kalau ada impor bisa turun lagi, kita bisa rugi," kata Akad.

Petani bawang merah merasa heran dengan kebijakan pembukaan impor itu, sebab pasokan bawang merah dari dalam negeri masih aman, harga bisa turun dengan sendirinya tanpa adanya impor. "Kalau dari harga, sebenarnya sudah turun dengan sendirinya, produksi kita cukup kok tanpa impor. Saya heran pertimbangannya (pemerintah membuka impor) apa, petani ditekan karena ada campur tangan impor," ucapnya.

Tanpa adanya bawang merah impor, harga bawang merah sebenarnya bisa Rp20 ribu per kg di tingkat konsumen. Ini terbukti dari kerja sama antara petani bawang merah dengan Perum Bulog. "Kita dari Nganjuk sudah memasok 300 ton bawang merah ke Bulog Kelapa Gading (Jakarta). Kami sanggup jual ke Bulog, di konsumen bisa Rp20 ribu/kg. Sekarang sudah ada 54 ton lagi belum diambil Bulog," papar Akad.

Mahalnya harga bawang merah di pasaran, menurutnya, bukan karena masalah pasokan. Produksi sebenarnya cukup, tapi ada masalah di rantai pasokan. "Kami juga bingung kenapa harga di pasaran kok bisa sampai Rp40 ribu/kg, nggak turun-turun," tuturnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan Bawang Nasional Amin Kartiawan Danova, impor bawang meski kuantitasnya kecil memiliki efek psikologis pada anjloknya harga bawang pada tingkat petani.

Dari hitungannya, impor hanya 2.500 ton saja. Sementara kebutuhan konsumsi, bibit, sampai industri seharinya 3.500 ton rata-rata per hari se-Indonesia. Artinya buat kebutuhan sehari saja, dari impor itu tidak akan cukup. "Tapi dampak psikologisnya yang besar. Pedagang atau middle man ini begitu dengar ada impor otomatis menunda pembelian, siapa tahu ada impor harganya turun," tambahnya.

Efek psikologis di pasar tersebut berimbas pada kepastian harga di tingkat petani. Di sisi lain, bawang bukan komoditas yang bisa disimpan lama setelah panen, sehingga petani tak punya pilihan lain selain menjual di harga murah. "Karena pedagang memilih menunggu, terjadi banyak spekulasi. Petani pun akhirnya berspekulasi juga, daripada nggak laku lebih baik jual dengan harga seadanya (murah)," ujar Amin.

Sementara itu, Ketua Dewan Bawang Nasional Sunarto Atmo Tarnoyo mengatakan, impor bawang merah dipastikan akan mendistorsi mekanisme stabilisasi harga, dan menyebabkan harga jual bawang merah di tingkat petani terjun bebas di bawah harga pokok produksi. "Impor bawang merah saat masuk panen raya, akan membuat harga bawang di tingkat petani jatuh. Dampaknya, bisa membuat petani kapok untuk kembali menanam bawang merah," kata Sunarto.

Dia menegaskan, petani adalah pihak yang paling dirugikan, dan sebagian besar petani akan bangkrut atau terlilit utang, sehingga tidak bisa lagi atau kapok menanam bawang merah. Harga bawang bawang yang anjlok juga akan merembet pada luasan tanam yang menyusut. Kondisi ini terjadi lantaran banyak petani yang khawatir menanam bawang kerena sewaktu-waktu pemerintah kembali membuka impor.

"Dampak lain dari kebijakan, yakni kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produksi melalui perluasan dan penambahan kawasan produksi bawang merah. Artinya dana APBN/APBD yang dikeluarkan pemerintah untuk kegiatan-kegiatan tersebut akan sia-sia," jelasnya.

MANAJEMEN BURUK - Amran Sulaiman sendiri meminta rencana impor 2.500 ton bawang merah ini tak menjadi polemik. Dia menegaskan, impor untuk cadangan stabilisasi dan jumlahnya sangat kecil. "Saya katakan bahwa kita impor, padahal kita juga sudah ekspor (bawang merah) naik tahun 2015, dan akan naik lagi di 2016. Kalau hitung produksi dalam setahun hampir 1 juta ton, tadi kalau 2.500 ton, hanya 0,025% dari total," ujarnya.

Amran kembali menegaskan, impor bawang merah tersebut dilakukan untuk stabilisasi harga saat bulan Ramadan hingga Lebaran. Bahkan, dirinya masih optimis tahun ini bisa kembali mengekspor bawang merah. "Itu buat berjaga-jaga jangan sampai dalam bulan Ramadan ini terjadi. Dan ingat itu impor untuk menjaga jangan sampai dalam bulan suci Ramadan tiba-tiba harga naik," jelasnya.

Amran menuturkan, meski belum ada impor, namun harga bawang merah perlahan mulai mengalami penurunan. Ini menunjukan bahwa produksi dinilai cukup. "Tapi ingat, tolong diberitakan, harga hari ini sudah turun kan? Turun jadi Rp15 ribu/kg di Nganjuk. Kami menyetor Rp16 ribu/kg sampai sampai Rp23 ribu/kg di (Pasar Induk) Kramat Jati, turun di laporannya tadi. Tadi kami baca juga di running text (televisi)," tutupnya.

Hanya saja rencana itu tetap menjadi pertanyaan karena untuk soal stok, pemerintah sendiri dinilai tak cermat. Pasalnya beberapa waktu lalu terungkap adanya sejumlah 1.240 ton bawang merah yang diangkut mengunakan 34 truk dari Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), ke Jakarta, namun tak juga dilepas ke pasar untuk stabilisais.

"Kurang lebih ada 1.240 ton yang diangkut 34 truk dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Ini dibeli langsung dari petani," kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Spudnik Sujono.

Spudnik juga mengakui, sebenarnya selain 1.240 ton bawang merah yang telah berada di Gudang Bulog di Jakarta tersebut, masih banyak stok bawang di tingkat petani yang bisa diangkut ke Jakarta untuk mengendalikan harga bila terjadi lonjakan.

"Di Bima masih ada 200 ton lagi belum diangkut. Di Nganjuk masih ada 100 ton lagi. Di tempat-tempat lain masih banyak. Kalau diminta, saya (Kementerian Pertanian) masih bisa kumpulkan lebih banyak dari ini. Jadi message (pesan) saya, stok kita aman. Karena sekarang di mana-mana sedang panen," tegasnya.

Ada 1.240 ton bawang merah yang diangkut mengunakan 34 truk dari Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), ke Jakarta. Bawang-bawang tersebut saat ini berada di Gudang Bulog di Kelapa Gading, Jakarta Utara, sejak Rabu lalu. Beberapa di antaranya bahkan sudah mulai membusuk.

Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman, mengungkapkan alasan bawang yang tersimpan lama di gudang Bulog terjadi lantaran harga komoditas itu di pasar induk sudah turun. Hal ini membuat bawang merah sulit diserap di pasar.

Amran mengungkapkan, meski Bulog punya cadangan yang cukup di gudangnya, langkah impor tetap dilakukan supaya harga komoditas bumbu dapur tersebut tidak melonjak tajam, khususnya saat puasa dan Lebaran.

"Kita nggak mau ceroboh. Kita harus berhati-hati jangan sampai naik harga tidak terkendali, orang kita harapkan Bapak Presiden perintahkan supaya berjaga-jaga dan berhati hati, supaya orang beribadah bulan suci Ramadan tenang. Tidak boleh harga di atas Rp25 ribu/kg," tutupnya. (dtc)

BACA JUGA: