JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi telah melontarkan wacana impor pangan saat bencana letusan Gunung Kelud yang menebarkan debu vulkanik ke sebagian wilayah di Indonesia. Lutfi menilai impor pangan perlu dibuka untuk stabilitas harga karena banyak hasil pangan gagal akibat debu vulkanik Gunung Kelud. Namun rencana ini menimbulkan pro kontra, apapun itu bila pemerintah jadi melaksanakan impor perlu ada pengawasan agar impor tidak berlebihan.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran Ina Primiana menduga wacana impor pangan yang dikeluarkan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi adalah alasan yang dibuat-buat. Menurutnya, bencana kali ini tidaklah besar dan hanya terjadi di satu tempat sehingga tidak membutuhkan jumlah pangan yang sangat besar. Lagipula jika terjadi kekurangan pangan, hal tersebut bisa dipenuhi dari daerah-daerah lain.

Dia menjelaskan alasan pemerintah melakukan impor pangan untuk menstabilkan harga sangatlah tidak masuk akal karena harga menyangkut permasalahan supply dan demand. Seharusnya pemerintah melakukan diversifikasi lahan agar dapat memenuhi pangan, sehingga pemerintah tidak melakukan impor pangan.

Di satu sisi, menurut Ina, seharusnya Kementerian Perdagangan menyelesaikan izin impor yang bermasalah terlebih dahulu. Dia menilai sosok Lutfi yang baru memimpin Kementerian Perdagangan sangat gegabah, seharusnya ia memetakan pola perdagangan di Indonesia lebih dulu sebelum memutuskan impor pangan.

"Khawatirnya itu memang sudah mau impor. Jadi sebetulnya pemerintah sudah menjadwalkan akan impor dengan alasan untuk bencana," kata Ina kepada Gresnews.com, Jakarta, Selasa (18/2).

Jika pemerintah terus melakukan impor maka para petani dan para nelayan yang kena dampaknya. Mereka kelak tak mau lagi bertani dan lebih memilih sebagai pedagang. Artinya impor yang dilakukan pemerintah akan menimbulkan berbagai masalah.

Maka dari itu, Ina meminta kepada pemerintah agar tidak melakukan impor dan juga pemerintah harus menyelesaikan izin impor yang bermasalah. Dia juga meminta kepada Menteri Perdagangan untuk tidak membuat kebijakan yang membuat harapan masyarakat enggan bertani atau melaut.

"Artinya, maksimalkan pangan yang sudah ada dulu di dalam negeri. Jadi beresin dulu izin impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan," kata Ina.

Pendapat berbeda disampaikan ekonom pertanian dari Institute for Development of Economics and Finance, Sugiyono. Menurutnya, kebijakan impor pangan pada saat bencana melanda di berbagai daerah Indonesia tepat karena memang dikhawatirkan hasil panen menjadi terganggu. Di satu sisi Sugiyono menilai Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengambil celah ketika Bank Indonesia memberikan saran untuk impor karena untuk menjaga harga pangan tidak naik terlalu tinggi.

Sugiyono menjelaskan kebijakan impor yang sudah diwacanakan oleh Lutfi tentunya tidak akan menyebabkan defisit perdagangan seperti pada saat kepemimpinan Gita Wirjawan. Karena pada saat itu sumbangan terbesar terhadap defisit perdagangan akibat dari impor bahan bakar minyak. Dia menambahkankan perlunya impor pangan karena memang panen terakhir saat ini sudah mengalami kerusakkan akibat dari abu vulkanik gunung kelud.

"Dalam perkiraan saya tidak sampai menunjukkan defisit," kata Sugiyono kepada Gresnews.com, Jakarta, Selasa (18/2).

Di satu sisi, Sugiyono menjelaskan akibat dari bencana yang melanda di berbagai daerah bulan panen padi dan hortikultura gelombang pertama dan kedua memang mengalami gangguan. Jika dilihat dari situasi yang normal neraca perdagangan khusus pangan justru mengalami surplus meskipun Indonesia masih mengimpor jagung, terakhir pemerintah melakukan impor jagung sebanyak 2,5 juta ton.

Namun, menurut Sugiyono, harus dicermati berapa volume pangan yang diimpor oleh pemerintah. Karena impor bencana tidak perlu banyak dan itu bukan seperti impor reguler.

Untuk pengaturan volume impor perlu dikeluarkannya aturan turunan lebih lanjut seperti Peraturan Menter Perdagangan. Jadi peraturan tersebut yang mengatur secara detil mekanisme dan volume impor. Maka perlunya koordinasi antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Dia menambahkan letak keputusan diperlukan impor atau tidak berada di Kementerian Pertanian.

"Jadi memang perlu berkoordinasi apabila dimungkinkan impor. Jadi nanti perlu hitung-hitungan yang cocok apakah memang dimungkinkan untuk kepentingan bencana atau tidak. Di seluruh dunia juga seperti itu, yang kemudian perlu dicermati adalah berapa volume impornya," kata Sugiyono.

BACA JUGA: