JAKARTA,GRESNEWS.COM - Pengunduran diri Gita Irawan Wirjawan dari jabatannya sebagai Menteri Perdagangan  ternyata masih menyisakan perdebatan. Peneliti dari Institute For Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng mengatakan Gita adalah menteri yang doyan impor. Gita mengakhiri masa jabatannya dengan mencetak defisit perdagangan yang besar. "Defisit perdagangan tahun 2013 ketika Gita masih menjabat sebagai menteri meningkat sebesar 150 persen," kata Daeng melalui pesan BlackBerry kepada Gresnews.com, Kamis (6/2)

Dia merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengungkapkan, defisit Perdagangan 2013 meningkat sebesar 150% dibandingkan defisit perdagangan 2012. Defisit perdagangan tahun 2012 tercatat mencapai US$ 1,63 miliar, dan di tahun 2013 tercatat mencapai US$ 4,063 miliar. "Mundurnya Gita Wirjawan mewariskan beban ekonomi menggunung," kata Daeng.

Itu menurut dia akibat kebijakan perdagangan Gita yang pro pasar bebas dan pro impor. Para importir yang "diternakkan" Gita sepanjang masa kekuasaannya menurut Daeng tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Jumlah importir termasuk importir pangan tahun 2012 diperkirakan mencapai 22 ribu perusahaan, selanjutnya tahun 2013 jumlah importir meningkat menjadi 35 ribu perusahaan.

Akibat impor yang ugal-ugalan itu menurut Daeng ekonomi Indonesia hancur dan pertanian, serta industri nasional ambruk. Sementara Mendag menikmati keuntungan yang besar atas kekuasaanya secara penuh dalam menandatangani dan memberikan berbagai izin Angka Pengenal Impor (API) kepada para pengusaha. "Mengapa Gita Wirjawan sangat doyan impor? Hingga sering melontarkan kata-kata yang menyakitkan perasaan petani, nelayan dan UKM terkait nafsunya terhadap impor? Berapa yang diterima pejabat kemendag dan kementerian lain dari para pengusaha yang mendapatkan izin impor?" kata Daeng.

Daeng mengatakan, momen mundurnya Gita juga tidak tepat, yaitu menjelang akhir pemerintahanan SBY, persis di tengah menyeruaknya skandal impor beras illegal dari Vietnam, dan menjelang disahkannya RUU perdagangan, yang bakal menjadi beban besar bagi perekonomian Indonesia. "Warisan Gita Wirjawan ini melengkapi beban sebelumnya yang ditimpakan kepada bangsa Indonesia setelah yang bersangkutan menyukseskan agenda liberalisasi perdagangan melalui WTO Desember 2013 di Bali yang merupakan pengkhianatan pada konstitusi," ujarnya.

Daeng mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan, harus mengusut skandal impor beras Vietnam secara tuntas. "Itu dapat dijadikan sebagai pintu masuk untuk mengusut skandal impor pangan yang merugikan rakyat Indonesia," katanya.

Mundurnya Gita juga dikritik keras oleh para peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat dama debat di Hotel Harris, Bandung, Rabu kemarin. Salah satunya adalah Anies Baswedan. "Mengelola amanah untuk kepentingan negara harus diletakkan di atas kepentingan pribadi karena itu saya mengkritik keputusan Gita mundur untuk kepentingan pribadi di konvensi," kata Anies seperti diungkapkan Tim Media Anies melalui surat elektronik yang diterima Gresnews.com, Kamis (6/2).

Kritik Anis tersebut direspon oleh Gita yang juga menjadi peserta dalam debat tersebut. "Saya mundur karena yakin menang konvensi," kata Gita.  ‬

Selain soal pengunduran diri, Anies  juga mengkritik keras penyelenggara negara yang memanfaatkan posisinya untuk mempromosikan diri di iklan kementerian. "Konflik kepentingan terjadi karena Pak Menteri kerap jadi bintang iklan buat kementerian," ujar Anies.

‪Selain Anies dan Gita dalam sesi pertama debat antar capres Konvensi juga menghadirkan Ali Masykur Musa, Endriartono Sutarto dan Marzuki Alie. Debat selanjutnya akan diadakan di Surabaya pada Kamis (13/2).‬

Sementara itu hingga hari ini, Presiden SBY belum juga menunjuk menteri perdagangan yang baru sebagai pengganti Gita. Namun menurut Gita yang juga mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Selasa (4/02), ia tidak mau memberikan kriteria khusus untuk penggantinya dan menyerahkan semua keputusan kepada Presiden SBY.

Gita juga menegaskan tak banyak pekerjaan rumah (PR) bagi pejabat yang baru. "Tipenya apa saja, saya yakin saya percaya presiden akan memilih sosok yang benar. Saya belum memberikan masukan, saya mempercayakan sepenuhnya kepada Bapak Presiden," ujarnya.

Gita menyarankan agar menteri perdagangan yang baru tidak saja fokus membenahi dunia perdagangan di dalam negeri tetapi membenahi segala urusan perdagangan luar negeri. "RUU Perdagangan itu dahsyat bagaimana pengganti saya bisa meneruskan semangat-semangat kebijakan yang sudah kita bingkai selama ini. Tentunya terkait produk dalam negeri, ini harus kuatlah," ujarnya.

Dalam urusan luar negeri, menurut Gita, akan banyak pekerjaan rumah bersinggungan dengan persoalan WTO (World Trade Organization). "PR-nya banyak, jadi bukan hanya implementasi untuk kepentingan LDC´s (negara miskin), tetapi ini ada peraturan menteri yang harus dikeluarkan untuk menyesuaikan Indonesia dengan semangat di WTO," katanya.
‎​

BACA JUGA: