GRESNEWS - Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dinilai aneh dan terkesan mau menang sendiri. Keputusan untuk tidak meloloskan partai pimpinan Sutiyoso itu diduga diintervensi oleh kalangan parlemen. Selama ini KPU hanya mau mengakui keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menguntungkan posisi KPU.

"Sangat aneh jika kemudian KPU tak mau melaksanakan putusan Bawaslu. Dalam hal ini, KPU bisa diduga melakukan pelanggaran etik," kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) Jeirry Sumampow di Jakarta, Jumat (15/2).

Pekan lalu Bawaslu mengeluarkan keputusan untuk memenangkan gugatan PKPI terhadap Keputusan KPU Nomor 5/Kpts/KPU/Tahun 2013 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2014. Otomatis, dengan adanya keputusan ini, PKPI dinyatakan lolos dan berhak menjadi konstestan Pemilu 2014. Bawaslu pun meminta KPU untuk mengikutsertakan PKPI sebagai peserta Pemilu 2014.

Tentu saja, keputusan Bawaslu itu membuat gerah kalangan parlemen dan segera menimbulkan reaksi penolakan dari partai-partai yang memiliki kursi di parlemen, karena mereka merasa sebagai pihak yang  dirugikan dengan bertambahnya peserta pemilu.Kemudian KPU pun mengambil sikap untuk mementahkan keputusan Bawaslu tersebut setelah dilakukan pengkajian dan penilaian. KPU menilai bahwa putusan Bawaslu Nomor 012/SP-2/Set.Bawaslu/I/2013 tersebut mengandung beberapa kelemahan dan kesalahan sehingga mereka memutuskan untuk tidak melaksanakannya. Keputusan tersebut kemudian memunculkan tudingan KPU diintervensi oleh parpol besar.

""
Jeirry Sumampow (Foto: hidupkatolik.com)

Jeirry menjelaskan dalam butir kelima Keputusan KPU Nomor 5/Kpts/KPU/Tahun 2013 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2014 dikatakan bahwa perubahan terhadap keputusan ini dapat dilakukan berdasarkan keputusan Bawaslu atau putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) atau putusan Mahkamah Agung. Dengan demikian KPU sudah mengatakan Keputusan KPU tersebut bisa berubah salah satunya oleh karena keputusan Bawaslu setelah melalui pengadilan sengketa pemilu yang dilakukannya.

Selama ini, terang Jeirry, KPU mengikuti dengan setia seluruh proses peradilan sengketa pemilu yang dilakukan Bawaslu terhadap PKPI termasuk terhadap 12 partai yang lain.

"Tapi mengapa ketika putusan Bawaslu keluar, KPU tak mau mengakuinya dan melaksanakannya? Mengapa KPU hanya mau mengakui putusan Bawaslu yang memenangkan KPU? Sikap KPU ini sangat aneh, mau menang sendiri dan melanggar prinsip-prinsip etis," tegasnya.

Menurutnya, kuat dugaan sikap KPU ini diintervensi oleh parlemen. Hal itu bisa dilihat dari opini beberapa anggota Komisi II  DPR yang sudah dipublikasikan di media massa dan apa yang terjadi di Rapat Konsultasi Komisi 2 DPR RI antara KPU dan Bawaslu pada Senin, 11 Februari 2013 malam. Dalam Rapat Konsultasi tersebut, mayoritas anggota DPR mendukung sikap KPU dan mencerca putusan Bawaslu. "Karena itu maka dalam hal ini KPU perlu diperiksa atas dasar dugaan melakukan pelanggaran etik," ucapnya.

Jeirry menambahkan seharusnya sebuah proses pemilu harus berlangsung secara bebas, tanpa intervensi.

"Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) pun harus bekerja secara mandiri dan tak boleh dipengaruhi oleh siapapun. Ini jaminan konstitusi! Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 menyatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri," terangnya. "Karena itu, dalam kasus seperti ini, tak semestinya parlemen melakukan intervensi terhadap proses yang dilakukan oleh KPU dan juga Bawaslu."

Dia menilai apa yang dilakukan parlemen dalam rapat konsultasi tersebut adalah bentuk arogansi DPR dan sudah bisa dikategorikan sebagai intervensi parlemen terhadap proses pemilu. "DPR tidak boleh terus memposisikan diri sebagai ´pemilik´ UU. DPR adalah pembuat UU, bukan pemilik. Setelah UU dibuat oleh DPR dan disahkan, maka UU tersebut sudah menjadi milik publik, bukan DPR," tuturnya.

Kekanak-kanakan

""
Eva Kusuma Sundari (Forumkeadilan.com)

Menanggapi hal ini, politisi PDIP Eva Sundari mengatakan tundingan bahwa KPU diintervensi terkait tidak diloloskannya PKPI sebagai peserta Pemilu 2014 oleh kekuatan partai politik besar  adalah kekanak-kanakan dan jalan pintas karena ketiadaan argumentasi.

"Aneh kalau KPU mau diintervensi parpol-parpol yang menjadi objek pengawasannya dalam pemilu. Sebaiknya tetap di level rasional, jangan mendadak emosional," ujarnya, Jumat (15/2).

Lebih lanjut Eva mengatakan ‎sebaiknya persoalan ini dikembalikan ke normatifnya saja. "Bawaslu memang berhak merekomendasikan tetapi keputusan akhir ada di KPU. Saya yakin KPU mempunyai  argumen-argumen  yang bisa dipertanggungjawabkan," tegasnya.

Sementara itu peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius mengatakan dirinya termasuk yang mendukung keputusan KPU. "KPU kan sudah menunjukkan bukti kenapa PKPI beserta partai-partai lainnya tidak lolos verifikasi. Berarti KPU punya alasan kuat saat tak meloloskan PKPI ini," ujarnya di Jakarta, Jumat (15/2).

Lebih lanjut dia mengatakan jika kemudian Bawaslu melalui sidang ajudikasi meloloskan PKPI, justru itu yang harus dipertanyakan.

"Selaku pengawas, Bawaslu mestinya bisa langsung melakukan pembuktian layak atau tidaknya satu partai pada saat pengumuman proses verifikasi tempo hari. Tapi itu tak dilakukan Bawaslu saat pengumuman verifikasi," tegasnya.

BACA JUGA: