GRESNEWS.COM - Jutaan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri terancam tak bisa menyalurkan hak suara pada Pemilu 2014 dengan alasan tradisi negara tempat mereka tinggal, kesulitan mengakses tempat pemungutan suara (TPS), hingga tak ada izin majikan.

Analis Kebijakan dari LSM Migrant Care Wahyu Susilo, Senin (11/3), di Jakarta, mengatakan, tingkat partisipasi TKI dalam pemilu masih sangat rendah yakni berada di kisaran antara  10-11% dari total 1,4 juta yang sudah memiliki hak pilih.

Wahyu mengatakan berdasarkan data daftar pemilih yang dimiliki, pemilih terbanyak berada di Malaysia, yaitu 86.000 WNI, sementara untuk daftar pemilih yang paling sedikit berada di Timur Tengah, seperti Arab Saudi. "Mayoritas TKI bekerja saat ini ada di Arab Saudi, namun jumlah partisipasinya sedikit sekali karena terhambat masalah tradisi," jelas Wahyu.

Di Arab Saudi, tambah Wahyu, sebagian besar majikan melarang para TKI wanita untuk mendatangi KBRI/KJRI pada saat hari pencoblosan karena tradisi menyebutkan perempuan tidak boleh ikut pemilu. "Padahal mayoritas TKI kita di sana perempuan. Mengizinkan warga negaranya sendiri saja sudah susah, apalagi warga negara kita," jelasnya.

Selain itu, kata Wahyu, para tenaga kerja di sana tidak bisa libur pada hari kerja. "Jadwal libur sendiri sudah diatur majikan. Dan mereka pun nggak boleh berkomunikasi lewat surat-menyurat," katanya.

Sementara di Malaysia kondisinya relatif dekat dengan akses KBRI/KJRI. "Jika mereka bekerja di daerah perkebunan disediakan dropping box. Itupun partisipasi tak lebih dari 30%," katanya.

Kendala lainnya, kata Wahyu, adalah kurangnya kesadaran WNI di negara asing dalam hal pemungutan suara disebabkan mereka tidak mengetahui kapabilitas wakil yang mereka pilih. Hal itu yang kemudian menyebabkan para WNI di negara asing memilih calon anggota legislatif berdasarkan daerah asal yang sama dengan tempat tinggal mereka di Indonesia.

Solusi untuk mengatasi masalah ini kata Wahyu harus ada model pemilu pendahuluan yang disesuaikan dengan kebutuhan negara. "Ditambah ada sosialisasi pemilu yang lebih serius," katanya.

Wahyu menambahkan oleh karena itu sebaiknya ada peraturan teknis yang mengatur tentang proses pemungutan suara bagi TKI di sejumlah negara tertentu. "Kalau di negara-negara yang terbuka, seperti Hong Kong dan Singapura, mereka bisa mendatangi langsung lokasi tempat pemungutan suara," jelas Wahyu.

Menurut data Migrant Care, pada 2010 tercatat sebanyak 6,5 juta WNI berada di luar negeri, yang 80-90% diantaranya merupakan buruh migran, sedangkan sisanya pekerja profesional, pelajar, pengusaha dan diplomat.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri mencatat sebanyak 4.694.484 WNI yang terdaftar sebagai data agregat pemilih untuk Pemilu 2014. Data tersebut juga telah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk kemudian disaring lagi menjadi Data Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4).

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay kepada Gresnews.com, Senin (10/3), mengatakan ada beberapa cara yang diberlakukan KPU untuk para TKI yang bekerja di luar negeri untuk menyalurkan hak pilihnya.

"Cara pertama adalah memajukan hari pemungutan suara, jika  hari pencoblosan di tanah air jatuh hari Kamis, maka pencoblosan sendiri  bisa dilakukan pada hari Rabu, atau disesuaikan dengan hari libur dinegara bersangkutan, seperti di Timur Tengah yang libur pada hari Jumat, dan hal ini sudah diatur dalam UU," katanya.

Cara yang kedua, kata Hadar, yakni melalui pos. Para TKI bisa meminta surat suara kepada perwakilan RI di luar negeri, dan perwakilan tersebut akan mengirimkan surat suara sesuai dengan alamat TKI, setelah melakukan pencoblosan, TKI kembali mengirimkan surat tersebut ke perwakilan RI.

"Untuk menjaga kerahasiaan dari surat suara tersebut, panitia hanya boleh membuka surat suara secara bersama-sama pada  hari perhitungan, tidak boleh secara terpisah," katanya.

Lebih lanjut Hadar mengatakan petugas juga disumpah untuk menjaga kerahasiaan surat suara tersebut. "Jika hal ini dilanggar oleh petugas, petugas dapat dikenai sanksi pidana," tegasnya.

Cara ketiga yakni mengirimkan surat pemberitahuan kepada negara setempat, jika pada hari yang ditentukan akan diadakan pemungutan suara.

"Namun surat ini sifatnya anya himbauan, karena kita sendiri tidak bisa memaksa negara tersebut, karena mereka sudah memiliki sistem tersendiri," jelasnya.

Dimintai pendapatnya secara terpisah, Senin (11/3), Wakil Ketua Komisi II DPR RI Abdul Hakim Naja mengatakan salah satu solusi untuk meningkatkan partisipasi para TKI terhadap pemilu adalah dengan jalan mengirimkan surat suara ke alamat para TKI yang bekerja di luar negeri. "Dengan demikian TKI tak perlu mendatangi TPS, cukup mengisi surat suara yang dikirim, kemudian surat tersebut dikirim kembali ke KPU, " ujarnya. Kemudian, lanjut Naja, hasil surat suara tersebut dihitung untuk daerah pemilihan Jakarta Pusat. (DED/GN-01)

BACA JUGA: