GRESNEWS - Harus diakui kesuksesan Partai Nasional Demokrat sebagai satu-satunya partai politik baru yang lolos verifikasi Komisi Pemilihan Umum untuk Pemilu 2014 berkat jasa media massa. Pendiri Partai Nasdem Surya Paloh memiliki Metro TV, Media Indonesia, dan Lampung Post. Dibantu bos MNC Group Harry Tanoesudibjo (kini mengundurkan diri) yang menguasai tiga RCTI, Global TV, MNC TV, Harian Seputar Indonesia, dan okezone.com. Hal yang sama kenaikan elektabilitas Partai Golkar banyak didongkrak TV One dan ANTV, milik Aburizal Bakrie. Begitu juga elektabilitas Prabowo Subianto sebagai calon presiden ditunjang banyaknya iklan dirinya di media massa.

Menurut peneliti media massa dari Remotivi, Roy Thaniago, iklan parpol di media memang harus diatur, karena media adalah ruang publik. “Media harus sehat terlebih di tengah konglomerasi media seperti sekarang. Kita tidak bisa membiarkan media bergerak tanpa aturan, sehingga berpotensi memonopoli ruang publik,” ujar Roy.

Dia menambahkan tidak masalah bila media dimiliki oleh kelompok tertentu, asalkan mereka sadar media ini berbeda dari institusi bisnis.  Media adalah perangkat sosial. Ia harus bersikap kritis ketika penguasa dan pemodal bersatu, tentang kemungkinan terjadinya praktik menyimpang. “Ketika frekuensi publik yang dimiliki masyarakat dan dipinjam oleh stasiun televisi menjadi ruang promosi parpol, akan membahayakan ruang publik kita,” cetus Roy

Wakil Pemimpin Redaksi Harian Umum Suara Karya Kodrat Wahyu Dewanto mengatakan dari pemilu ke pemilu selalu timbul persoalan terkait iklan kampanye pada media massa. "Seharusnya segera dibuat kesepakatan antara dewan pers, pelaku usaha, stake holder dan organisasi penerbit, KPU yang memfasilitasi pembuatan kesepakatan tersebut," ujarnya di Gedung Lemhannas, Jakarta, Kamis (7/2).

Lebih lanjut Kodrat mengatakan kesepakatan tersebut bukan sebagai pembatasan, tetapi sebagai pengaturan. Jika pemilik media massa itu  terlibat sebagai kegiatan politik, dia juga harus memberikan porsi yang sama kepada setiap konstentan untuk memasang iklan pada medianya.

Raja Politik, Raja Media

""
Peliputan (Gresnews.com)

Dua profesor di bidang media, penulis buku Media, Culture and Politics in Indonesia, yaitu Krishna Sen (Professor of Asian Media and Dean of the Humanities Research Centre at Curtin University of Technology, Perth, Western Australia) dan David T. Hill (Professor of Southeast Asian Studies and Fellow of the Asia Research Centre, Murdoch University, Perth, Western Australia), telah mendalilkan, kehidupan media massa di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari politik dan kepentingan ekonomi. Turunan dari dalil tersebut adalah gejala semakin bertambahnya media semakin sedikit mereka yang memiliki media. Akibatnya, ruang publik- meminjam istilah Filsuf Jerman Jurgen Habermas- yang seharusnya menjadi arena demokratisasi melalui instrumen media, menjadi tersempitkan karena sedikitnya pemilik yang menguasai banyak media.

Salah satu sudut yang terang untuk memotret dominasi kepemilikan media adalah pada media televisi. Televisi, suka atau tidak suka, merupakan media yang menguasai pasar pemirsa di Indonesia. Media Partners Asia (MPA), penyedia jasa informasi dalam bidang industri media di Asia, dalam laporannya yang diterbitkan Januari 2011, mencatat, pada 2010, televisi menguasai 68% total belanja bersih iklan di media.

MPA mencatat empat kelompok terbesar pertelevisian di Indonesia (Klik bagan dinamika stasiun TV di Indonesia). Mereka adalah, pertama, Media Nusantara Citra (MNC) yang memiliki tiga stasiun: RCTI, MNC TV, dan Global TV. Jika ketiganya digabung, MNC menguasai 37% pangsa pemirsa dan pasar industri periklanan bruto Indonesia.

Kedua, Surya Citra Media (SCM), yang 86% sahamnya dimiliki oleh Emtek (Elang Mahkota Teknologi Tbk). Anak perusahaan, Surya Citra Televisi (SCTV), 99,9% sahamnya dimiliki oleh SCM. SCTV menguasai 16% pangsa pemirsa TV di Indonesia per 2010 dan 14% pangsa pasar iklan bruto.

Ketiga, Trans Corpora. Trans TV merupakan stasiun televisi utama milik Trans Corpora (sekarang berada di bawah CT Corp, yang digawangi pengusaha Chairul Tanjung). Stasiun ini bersiaran awal pada Desember 2001, dengan saudaranya, Trans 7, yang diluncurkan Agustus 2006, setelah kelompok usaha CT ini mengakuisisi bagian saham pengendali TV7 dari Kompas-Gramedia. Trans TV dan Trans 7 menguasai 24% pangsa pemirsa dan 22% pangsa iklan bruto per 2010.

Keempat, Visi Media Asia, yang menaungi tvOne dan ANTV. Pemegang saham utama adalah kelompok usaha Bakrie. ANTV diluncurkan pada tahun 1993. Gabungan ANTV dan tvOne memiliki pangsa pemirsa televisi sebesar 12% dari seluruh pemirsa televisi dan 15% pangsa pasar pemasangan iklan bruto pada tahun 2010. tvOne sebelumnya dikenal dengan nama Lativi, yang diluncurkan pada bulan Juli 2002. Kelompok usaha Bakrie mengakuisisi dan meluncurkan kembali jaringan televisi ini dan menggantinya dengan nama tvOne sejak 2008. Sebagai catatan, Aburizal Bakrie (Ical) saat ini bertindak sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

Selain empat besar "penguasa" televisi itu, ada pula Metro TV, yang dimiliki oleh Surya Paloh. Metro TV menguasai 3% pangsa pemirsa dan 4% pangsa iklan bruto pada 2010. Surya Paloh adalah Ketua Umum Ormas Nasional Demokrat (Nasdem).

Lalu, stasiun IVM, dimiliki oleh Salim Group. Pada 2010 menguasai 10% pangsa pemirsa dan 8% pangsa iklan bruto di Indonesia.

Mari menilik sejenak dokumen hukum pengendali stasiun televisi tersebut, berdasarkan pencatatan di Bursa Efek Indonesia.

Media Nusantara Citra Tbk (Kode: MNCN) listing di bursa pada 22 Juni 2007 (Klik komposisi pemegang saham). Alamat kantornya di Menara Kebon Sirih Lt. 27, Jl. Kebon Sirih Kav. 17-19 Jakarta 10340. Sektor usahanya adalah perdagangan, jasa, dan investasi.

Pada 12 Desember 2011, perseroan mengubah komposisi Komisaris dan Direksi berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), menjadi: Rosano Barack (Presiden Komisaris), Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo (Komisaris), Adam Chesnoff (Komisaris), Irman Gusman (Komisaris Independen), dan Drs. Sutanto (Komisaris Independen). Susunan Direksi adalah Hary Tanoesoedibjo (Presiden Direktur), Agus Mulyanto (Direktur), Oerianto Guyandi (Direktur), dan Nana Puspa Dewi (Direktur).

Global Mediacom Tbk merupakan pemegang saham pengendali di MNC dengan komposisi saham 70%. Hary Tanoesoedibjo bertindak sebagai Direktur Utama Perseroan. Global Mediacom membawahkan sejumlah unit bisnis, yakni, Media Nusantara Citra Tbk, RCTI, Global TV, MNCTV, MNC Radio Networks, MNC Entertainment, MNC News, Media Nusantara Informasi, MNI Global (Content & Advertising-based Media); Infokom Elektrindo (Telecommunications & IT); MNC Sky Vision (Indovision) dan Sky Vision Networks (Subscriber-based Media).

Secara lengkap, berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi periode yang berakhir 30 Juni 2011, MNC memiliki, baik langsung maupun tidak langsung, lebih dari 50% saham anak perusahaan, yang bergerak di bidang penyiaran dan media massa, sebagai berikut:

1. Penyiaran, yaitu, PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), PT Global Informasi Bermutu (GIB), PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI), PT MNC Networks (MNCN) dan anak perusahaan, PT Radio Trijaya Shakti (RTS) dan anak perusahaan, PT Radio Prapanca Buana Suara (RPBS) Medan, PT Radio Mancasuara (RM) Bandung, PT Radio Swara Caraka Ria (RSCR) Semarang, PT Radio Efkindo (RE) Yogyakarta, PT Radio Citra Borneo Madani (RCBM) Banjarmasin, PT Radio Suara Banjar Lazuardi (RSBL) Banjarmasin, PT Radio Suara Monalisa (RSM) Jakarta, PT Radio Cakra Awigra (RCA) Surabaya, PT Radio Arief Rachman Hakim (RARH) Jakarta, Media Nusantara Citra B.V. (MNC B.V.) Belanda, MNC International Middle East Limited (MIMEL) dan anak perusahaan, MNC International Limited (MIL) dan anak perusahaan di Cayman Island, Linktone Ltd (LTON) dan anak perusahaan di Cayman Island, Letang Game Ltd (Letang) China, PT. Linktone Indonesia (Linktone) Jakarta, Innoform Media Pte., Ltd (Innoform) dan anak perusahaan di Singapura, Alliance Entertainment Singapore Pte. Ltd (Alliance) Singapura, dan MNC Pictures FZ LLC (MP).

2. Media cetak, yaitu, PT Media Nusantara Informasi (MNI) Jakarta dan PT MNI Global (MNIG).

Perseroan lain yang perlu disorot adalah Visi Media Asia Tbk (Kode: VIVA) yang listing di bursa pada 21 November 2011, berkantor di Menara Standard Chartered Bank Lt. 31 Jl. Prof. Dr. Satrio No.164 Jakarta 12930 Indonesia. VIVA memiliki usaha penyedia jasa konten dalam berbagai platform yang berfokus pada penyediaan konten berita, olahraga, dan gaya hidup baik langsung maupun tidak langsung melalui Anak Perusahaan.

Berdasarkan Prospektus Awal perseroan, per 2011, Pemegang Saham perseroan adalah PT CMA Indonesia dengan komposisi 92,13% dan PT Bakrie Capital Indonesia 0,37% (Seri A); Fast Plus Limited memegang 7,5% (Seri B). Pemegang saham CMA saat ini adalah Anindya Novyan Bakrie, Robertus Bismarka Kurniawan, PT Sky Capital Indonesia dan PT CMA Capital Indonesia, dimana keduanya merupakan perusahaan yang dikendalikan oleh Kelompok Usaha Bakrie. Dengan begitu, 92,5% kepemilikan Perseroan dikuasai oleh Grup Bakrie, sebuah konglomerasi di Indonesia yang memiliki berbagai usaha di bidang sumber daya, perkebunan, energi, infrastruktur, properti, telekomunikasi dan media. Sementara 7,5% sisanya dimiliki oleh Fast Plus, afiliasi dari Star TV Ltd. (Star TV).

Susunan pengurus perseroan adalah: Presiden Komisaris Anindya Novyan Bakrie, Komisaris yakni Nalinkant Amratlal Rathod, Omar Luthfi Anwar, Rosan Perkasa Roeslani, RM Djoko Setiotomo, dan Setyanto Prawira Santosa; Presiden Direktur Erick Thohir, Wakil Direktur Utama Robertus B. Kurniawan, direktur yakni Charlie Kasim, Anindra Ardiansyah Bakrie, Harlin Erlianto Rahardjo, Otis Hahijari, dan Frederic Jacques de Bure.

Anak perusahaan terdiri dari PT Lativi Media Karya (tvOne), PT Viva Media Baru (Vivanews), PT Asia Global Media (AGM), PT Inter Media Capital (IMC), PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV), PT Redal Semesta (RS).

Pada bagian Prospektus yang menjabarkan tentang risiko sehubungan dengan kegiatan usaha perseroan dan anak perusahaan, dituliskan mengenai potensi konflik kepentingan pemilik sebagai berikut:

"Perseroan telah ikut serta dalam berbagai transaksi dengan entitas dimana anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan juga bertindak dalam kapasitas manajemen, atau dimana Perseroan mengendalikan, dikendalikan, atau sepengendali. Transaksi-transaksi ini termasuk yang dijelaskan dalam Transaksi dengan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa dan catatan atas laporan keuangan konsolidasian Perseroan yang telah diaudit. Selain itu, Perseroan berharap di masa depan akan mengadakan transaksi lainya dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Walaupun kebijakan Perseroan selama ini adalah melakukan transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa pada nilai wajar dan dengan syarat dan kondisi sesuai pasar, negosiasi dan sifat transaksi tersebut dapat melibatkan manajemen Perseroan dalam konflik kepentingan. Selain itu, grup Bakrie, sebagai pemegang saham pengendali Perseroan, akan mempertahankan hak untuk mempengaruhi hasil dari pengumpulan suara pemegang saham yang paling signifikan. Walaupun Perseroan akan diwajibkan untuk patuh pada peraturan Bapepam-LK mengenai benturan kepentingan yang mewajibkan adanya persetujuan dari pemegang saham independen untuk transaksi benturan kepentingan, kepentingan Perseroan dapat berbenturan dengan kepentingan dari pemegang saham."

Kelompok usaha dominan lainnya adalah PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Kode: EMTK), yang listing di bursa pada 12 Juni 2010, berkantor di Menara Batavia Lantai 5, Jl. KH. Mas. Manyur Kav. 126, Jakarta 10220.

EMTK membawahkan dua stasiun televisi utama yaitu PT Surya Citra Media Tbk (SCTV) dengan porsi kepemilikan saham sebesar 85,26% dan PT Indosiar Karya Media Tbk (Indosiar) dengan kepemilikan saham 84,77%. EMTK juga membawahkan PT Mediatama Anugrah Citra yang bergerak di bidang usaha siaran televisi berlangganan dengan komposisi kepemilikan 99,99%.

Berdasarkan komposisi pemegang saham, Rd. Eddy K. Sariaatmadja dengan kepemilikan 18,19% bertindak sebagai pemegang saham pengendali.

Dua dominasi stasiun televisi lainnya saat ini adalah Surya Paloh dengan Media Group dan Chairul Tandjung dengan CT Corp. Pada tanggal 1 Desember 2011, Chairul Tanjung meresmikan perubahan Para Grup menjadi CT Corp. CT Corp terdiri dari tiga perusahaan sub holding: Mega Corp, Trans Corp, dan CT Global Resources yang meliputi layanan finansial, media, ritel, gaya hidup, hiburan, dan sumber daya alam. Perusahaan milik Surya Paloh dan Chairul Tandjung saat ini belum berstatus Tbk.

Nota Kesepahaman
Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, ketika dihubungi, Kamis (7/2), mengungkapkan secara umum KPU sudah mengatur kampanye dalam media, namun dalam konteks pengaturan iklan dan penyiaran perlu diatur secara terpisah. KPI lebih mengetahui tentang masalah ini secara lebih luas dan tajam lagi dalam konteks penyiaran dan pemberitaan. "KPU tidak memiliki kewenangan dalam penyiaran karena hal itu milik KPI. Ini yang perlu kita atur sedemikian rupa dan hal-hal yang tidak ada dalam Undang-Undang Pemilu. Kita berharap  kampanye yang disampaikan partai peserta Pemilu 2014 memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Kita butuh masukan tentang masalah ini dari pihak yang mengerti."


KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan Komisi Penyiaran Indonesia membaca keberhasilan parpol di atas karena mereka memiliki media dan uang. Di sisi lain, parpol yang tidak memiliki media dan tidak memiliki uang elektabilitasnya rendah. Ketiga institusi tersebut melihat hal ini tidak adil. Untuk itula KPI, KPU, dan Bawaslu, serta perwakilan partai peserta Pemilu 2014 menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang kampanye di media.

Di dalamnya diatur mengenai batasan-batasan berkampanye di media massa. Dalam kerja sama ini termaktub mengenai edukasi, sosialisasi, pelatihan dan penyuluhan bersama kepada pemangku kepentingan penyiaran, dunia profesidan pendidikan, serta masyarakat umum di bidang pengawasan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilu.

Menurut Ketua KPI, Mochammad Riyanto, Rabu (6/2), kesepakatan KPI, Bawaslu, dan KPU sepakat tentang pemberitaan kampanye secara untuk memenuhi rasa keadilan di dalam penyiaran. Selain itu juga untuk mewujudkan penyiaran yang dapat memperkukuh masyarakat yang mandiri demokratis sesuai dengan Undang-Undang Penyiaran.

"Kita mengadakan penandatanganan nota kesepahaman, mengenai pengawasan iklan kampanye di media massa, agar ketika dalam penyelenggaraannya, kita tidak menemui banyak pelanggaran," jelas Riyanto. "Kerja sama ini dalam pengawasan pemberitaan, penyiaran dan pemantauan pemilu serta membantu fungsi Bawaslu sebagai pengawas pemilu."

Muhammad, Ketua Bawaslu, menambahkan, nota kesepahaman ini sangat diperlukan ketika banyak tokoh parpol yang sangat dekat bahkan punya media sendiri untuk mendukungnya. MoU ini merupakan wahana sosialisasi dan pendidikan politik khususnya bagi parpol yang berafiliasi atau memiliki media tertentu

"Bawaslu mengadakan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) mengenai kampanye di media massa. Sekaligus memberitahukan tata cara dalam penyiaran iklan kampanye di media massa," ujarnya.

Pengawasan iklan pemilu di media massa tidak mencari-cari kesalahan. Akan tetapi agar hal tersebut untuk mencegah pelanggaran demi terlaksananya Pemilu yang bersih "Kita ingin mengingatkan konsen Bawaslu pada pencegahan, kita tidak mencari panggung untuk orang dipidana, tapi mencegah pelanggaran, karena kita harus menyelamatkan pemilu di Indonesia," ujar Muhammad.

BACA JUGA: